Bab 6. Klarifikasi

1081 Words
Raut wajah Galang seketika berubah sangat mengetat. Garis rahangnya yang kokoh juga kian terlihat sangat nyata. Mata elang itu muncul. Mata yang selalu membuat Novia ketakutan jika melihatnya. Novia memilih menunduk dan kembali ke atas sambil membawa Niko. “Ma. Kita bicara di ruang kerja,” ajak Galang. “Kenapa? Kenapa gak di sini aja,” tanya Vera balik sambil mengangkat dagunya. “Ma, Galang capek. Galang gak mau bikin keributan di rumah Galang.” “Kamu yang ribut. Apa hak kamu ganti pengasuh Niko seenaknya? Niko itu cucu Mama. Kamu gak berhak sembarangan ganti pengasuh seenaknya!” Vera masih bersikeras dengan pendapatnya. Galang melepas napasnya sedikit kasar. Dia selalu saja dicoba sabar menghadapi sikap keras kepala mamanya. “Ma, Niko beberapa hari ini gak mau minum s**u formula. Dia sampe gak bisa tidur nyenyak karena laper.” “Ganti susunya!” “Udah, Ma. Sampe semua merek Galang beli. Galang juga minta pendapat dokter, katanya Niko butuh asi. Dan asinya Linda menipis, Ma.” “Trus apa hubungannya dengan kamu ganti pengasih baru, hah? Emang pengasuh kamu punya asi?” tanya Vera lagi dengan ketus. Galang memejamkan matanya lalu melepas napasnya perlahan. “Iya, Ma,” jawab Galang pelan. “Apa? Apa kamu bilang?” Vera kaget bukan main dengan pernyataan putranya. Dia seolah tidak bisa percaya dengan ide konyol Galang yang bahkan tidak berkonsultasi dengannya dulu. Galang yang tahu kalau mamanya akan marah besar, tentu saja tidak ingin Novia mendengarnya. Suara Vera kalau sudah marah, satu isi rumah pasti akan bisa mendengar semua. Oleh sebab itu, Galang segera mengajak mamanya ke ruang kerja, setidaknya agar suara Vera sedikit bisa diredam. “Apa-apaan kamu, Galang?! Jelaskan ke Mama apa maksud kamu?!” ucap Vera yang kesal karena putra sulungnya membawanya dengan paksa ke ruang kerja. “Galang jelaskan di dalam, Ma.” Galang segera menutup pintu ruang kerjanya. Dia mengaja mamanya duduk, setidaknya agar wanita itu bisa lebih tenang. Vera duduk dengan punggung yang sangat tegak. Dia menatap Galang berharap segera mendapat penjelasan. Galang menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Ma. Niko butuh asi dan kebetulan Novia punya itu,” ucap Galang pelan berusaha agar tidak memancing amarah mamanya. “Siapa dia?” tanya Vera. “Dia ... dia OB di kantor, Ma.” “Ob?” mata Vera membulat lebar mendengar kata itu. “Cih! Kamu udah gak waras ya, Lang. Kamu ngasih Niko, cucu Mama satu-satunya pake asi dari orang murahan?” “Kalo nanti Niko kena penyakit gimana? Kalo nanti Niko keikut kebiasaan miskin dia gimana, hah?” cerocos Vera yabg sangat mengkhawatirkan keadaan cucunya. “Ma, Galang udah konsultasi ama dokter. Semua aman. Bahkan Novia juga udah tes kesehatan sebelum dia kerja di sini. Galang udah pake standar kesehatan, Ma.” “Tapi dia diasuh sama orang yang gak pengalaman. Emangnya kamu udah selidiki keluarganya. Siapa tau dia orang jahat.” “Ma, Galang udah selidiki semuanya. Galang udah tau kalo Mama pasti bakalan tanyain ini ke Galang. Tenang aja Ma, Novia aman.” “Dia juga baru aja kehilangan anaknya. Makanya dia punya asi banyak.” “Anaknya mati?” Galang mengangguk. “Iya. Dia cuma tinggal berdua sama ibunya. Dan sekarang ibunya di rumah sakit, abis jadi korban tabrak lari.” Vera menggelengkan kepalanya sambil berdecih. Dia tidak menyangka putranya akan dengan mudah percaya pada orang yang bahkan belum dia kenal dengan baik. Vera menggeser duduknya dan melihat ke arah Galang. “Dia aja gak bisa rawat anaknya dengan baik. Anaknya mati. Apa kamu mau Niko juga bernasib sama kayak anaknya, hah?” “Ma, di—“ “Inget Galang, kamu yang udah bikin Bram dan Linda meninggal. Kalo kamu gak heboh hubungin mereka pake marah-marah, pasti saat ini Bram sama Linda masih di sini! Kamu yang bikin Niko kehilangan orang tuanya!” pekik Vera pada Galang. Seketika itu juga bayangan kejadian malam itu kembali diputar di memori Galang. Dia masih sangat ingat dengan jelas, dia memarahi Bram saat pria itu malah dengan sengaja meninggalkan Niko sendirian di rumah bersama Wati hanya untuk memenuhi keinginan Linda untuk makan malam bersama, merayakan Anniversary pernikahan mereka. Galang yang tidak sengaja mampir ke rumah Bram untuk mengantarkan oleh-oleh pesanan adiknya itu kaget saat mendengar Niko menangis dalam keadaan demam tinggi. Tahu adiknya pergi makan malam berdua, Galang langsung membawa Niko ke rumah sakit dan mengabarkan pada Bram dan istrinya sambil marah. Bram yang panik, menjadi tidak konsentrasi menyetir di tengah hujan deras. Kecelakaan pun tidak bisa dihindari lagi. Bram meninggal di tempat, sedangkan Linda meninggal setelah mengalami koma selama dua hari. Sejak saat itu Galang sibuk menyalahkan dirinya sendiri dan berusaha menebus kesalahannya, dengan merawat Niko sesuai perintah mamanya. Galang memejamkan matanya sejenak. “Ma, anaknya Novia meninggal karena demam tinggi dan telat diobati, Ma. Bukan karena teledor.” Galang masih mencoba membela diri. “Sama aja itu! Awas kamu ya kalo sampe bikin kesalahan lagi. Kalo sampe ada apa-apa sama Niko, Mama gak akan maafin kamu. Camkan itu!” tegas Vera pada putra sulungnya. Vera yang kesal dan kecewa pada Galang pun segera pergi meninggalkan putranya. Dia tidak ingin lagi berdebat dengan Galang, karena pasti akan membuatnya sakit kepala saja. Galang memilih tidak mengikuti mamanya. Dia menyandarkan tubuhnya di sofa lalu memijat keningnya yang berdenyut. “Bisa gak sih gak nyalahin orang mulu. Bram gak pernah salah, semua pasti salah aku,” gumam Galang pelan. Vera yang keluar dari ruang kerja, berjalan cepat menuju pintu keluar. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti karena ada Wati yang memanggilnya sambil mengejarnya. “Bu Vera,” panggil Wati sambil sedikit terengah-engah. “Kamu masih kerja di sini?” tanya Vera. “Masih, Bu. Tapi say—“ “Kamu kenal sama pengasuh barunya Niko?” tanya Vera. Wati menggeleng. “Gak, Bu. Pak Galang tiba-tiba bawa perempuan gak jelas itu ke sini, Bu. Sampe saya sekarang gak boleh pegang Niko.” Wati memanfaatkan kesempatan untuk mengadu. “Keterlaluan emang si Galang.” Vera melihat ke Wati. “Wati, mulai sekarang, laporkan apa yang terjadi di rumah ini ke saya. Terutama apa yang dilakukan perempuan itu ke Niko. Kamu ngerti?” Wati tersenyum senang. “Siap, Bu. Saya akan selalu laporkan ke Ibu. Beres pokoknya, Bu.” Vera kemudian segera melanjutkan langkahnya keluar dari rumah Galang. Mobilnya sudah menanti di depan pintu rumah yang akan kembali membawanya pulang. Wati berjalan perlahan masuk lagi ke dalam rumah. Dia melihat ke arah lantai dua sambil tersenyum sinis. “Liat aja nanti, Novia. Kamu bakalan tau siapa yang berkuasa di rumah ini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD