Chapter 1

1292 Words
Riuh gemuruh terjadi di dalam gedung perusahaan bernama ALE Group. Sebuah perusahaan induk yang banyak menyetiri berbagai bidang bisnis. Mereka, sosok miskin yang bernaung untuk mencari sesuap nasi di dalam perusahaan itu terlihat berbondong-bondong berlarian. Mengatur barisan dengan rapi saat sang bos yang maha agung memasuki pintu lobby perusahaan bersama beberapa orang berbadan tegap mengikutinya dari arah belakang. Tidak ada yang berani bersuara bahkan untuk bernapas pun sangat susah. Para karyawan hanya bisa membungkuk hormat sembari menyapa sopan bos besar mereka. Dan harus puas dengan sikap acuh sang Tuan besar ketika lelaki paruh baya penuh kuasa itu memilih memperhatikan langkah alih-alih membalas sapaan mereka dengan cara yang cukup disegani. "Jovan. Kau sudah memastikan putriku akan datang." Suara berat penuh kuasa itu terdengar mengalun menyeramkan di dalam kotak lift yang sedang naik ke lantai teratas. Melirik sang asisten pribadi yang berada di belakangnya penuh dengan raut wajah menguar tegas. "Nona Rose sedang di perjalanan, Tuan. Mungkin beberapa menit lagi sampai." Jawaban Jovan tidak membuat Tuan Adams berhenti berpikiran cemas. "Kau sangat tau sifat putriku. Apakah dia akan menerimanya?" Jovan tahu kecemasan bosnya. Jadi ia hanya menarik sedikit sudut bibirnya untuk memberi ketenangan. Bahwa tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Usia Jovan memang sudah memasuki kepala tiga berselisih 30 tahun jauh dari usia bosnya sendiri. Diusianya yang sekarang, terhitung Jovan sudah bernaung sebagai kaki tangan Tuan Adams 10 tahun lamanya. Jadi dia cukup mengenal sifat keluarga Adams. Termasuk Rose, putri semata wayangnya Tuan Adams. "Saya yakin Tuan. Nona Rose tidak akan bisa menolak." Tuan Adams hanya tersenyum serak. "Ya, kau selalu bisa kuandalkan Jovan." Jovan membungkuk sopan. "Tentu saja Tuan. Saya akan melakukan yang terbaik untuk Anda." *** Rose, wanita cantik itu terduduk dengan tenang di dalam jok belakang kemudi. Wajahnya menekuk 90 derajat. Tetapi tidak meruntuhkan kecantikan dewi kemakmurannya sedikit pun. Bibir penuh dengan sapuan lipstick merah. Dengan dress ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi. Membuat Rose tersadar ia harus segera sampai di tujuan. Tetapi peringatan yang Ayahnya muntahkan semalam terus menggerogoti pikiran Rose. Sampai-sampai Rose merasa frustrasi terhadap pemikirannya sendiri. Salahkan pada teman-temannya yang selalu mengadakan pesta. Salah satu sifat buruknya adalah Rose tidak bisa bertahan ketika kedua kakinya menyeretnya ke sebuah pusat perbelanjaan elit. Lalu setelahnya Rose akan berakhir melemparkan kartu gold di meja kasir akibat membeli banyak gaun cantik dengan potongan yang lebih berani. Dan itu selalu menjadi masalah. Ketika sang Tuan besar mengetahui semuanya. Drett drett Sebuah getar ponsel di dalam tas brandednya berhasil mengagetkan Rose. Masih dengan wajah menekuk wanita itu meraih ponselnya. Kemudian mendengus saat membaca pesan yang ternyata dari Ayahnya. *Kau harus datang. Jika tidak, Ayah akan memblokir semua fasilitas yang kini sedang kau miliki untuk berfoya-foya.* Rose menggeram sambil melemparkan ponselnya lagi ke dalam tasnya. Menyebalkan sekali si tua bangka itu. Sebenarnya apa yang ada di dalam otak tuanya. Rose masih ingin bebas. Dan menikmati dunia kejam ini dengan tak kalah kejamnya. Lalu dengan seenak jidat Ayahnya akan menghancurkan kebebasannya begitu saja. Rose mencoba membuang tatapan ke arah jendela mobil. Mengamati kesibukan kota yang bising. Otaknya sudah terlanjur pecah, dan moodnya sudah terlanjur terjun ke dasar jurang. Ia hanya ingin sesuatu untuk sedikit menghiburnya dari keterpurukan ini. Namun yang di dapat Rose malah sebaliknya. Mata bulatnya seketika membesar, dan beringsut menempel ke arah jendela memastikan bahwa mobil ini sedang membawanya ke tempat yang ia inginkan. Bukan sebuah tempat yang akan menguburnya hidup-hidup dengan sarat penuh aturan. Rose tidak suka hidup seperti itu. Tetapi nyatanya Rose salah. Mobil ini malah berhenti di depan gedung pencakar langit yang begitu sangat ingin Rose jauhi. Oh, shit! Ia dijebak. "Apa maksudmu Elisa?! Kenapa kau membawaku ke sini," teriak Rose marah. Ia memandang supir pribadinya dengan tatapan membunuh. Elisa hanya bisa meneguk salivanya gugup. Melirik Rose lewat spion mobil tengah lalu tersenyum kikuk, merasa Nona besar terlihat begitu menyeramkan ketika sedang marah. Dan sialnya itu karena ulahnya sendiri. Namun demi Tuhan. Ini temasuk pekerjaannya juga. Dengan mengantarkan sang Nona ke tempat Ayahnya dengan selamat. "Maafkan saya Nona. Tuan Jovan sudah membayar saya untuk ini." Seketika lahar amarah di atas kepala Rose meledak. Sialan sekali wanita ini. Berani sekali dia bersekongkol dengan laki-laki busuk itu. "Elisa, kau kupecat!" "Nona, tapi-" "Jangan pernah memperlihatkan batang hidungmu di depan mataku lagi!" Rose langsung keluar, membanting pintu untuk melampiaskan kekesalan dan kemarahannya. Tangannya terkepal kuat, dadanya naik turun, dan napasnya rusak. Tatapan Rose berkabut tertuju ke arah perusahaan yang dimana semua lelaki sedang melihat kagum ke arahnya. Rose mendengus. Memilih mengatur langkah untuk pergi. Ia harus segera pergi dari sini dan mencari sebuah taksi yang bisa mengangkutnya ke mana pun asal tidak di tempat ini. Namun sebelum langkah Rose sampai di tempat tujuan, dia sudah dicegah oleh tangan kekar yang kini sedang meraih pergelangan tangannya. Sontak Rose menjerit kaget. Melirik si pelaku yang ternyata adalah Jovan pria tampan yang telah masuk daftar black list lelaki idamannya. "Lepaskan aku!" "Ayahmu sudah menunggu." "Sudah kubilang, aku tidak mau! Kau tuli!" "Ini untuk kebaikanmu. Sekali saja, turuti kemauan Tuan Adams." "Tapi ini keterlaluan. Aku tidak mau. Aku masih ingin bebas." Jovan menghela napas. Mengerti dengan sifat Rose yang terlalu banyak menyerap kebudayaan barat. Ia wanita bebas dan liar. Dan Tuan Adams mencoba untuk mengubah sifat buruk itu dengan caranya. Seperti ini. Jovan tidak punya cara lain lagi. Ia kemudian langsung meraih tubuh ramping Rose dan menjatuhkan tubuh itu di bahunya. Sontak itu membuat Rose menjerit dan memuntahkan amarahnya. "Yak! Lepaskan aku Jovan!" Dan sayangnya Jovan tidak cukup untuk peduli. *** Rose terdiam dengan raut wajah semakin hancur. Melirik sinis laki-laki paruh baya di depannya yang sedang memperhatikan Rose dengan kekecewaan menggumpal di pangkal lehernya. "Ayah kecewa. Apa tidak ada pakaian lebih layak lagi selain yang kau kenakan sekarang." Suara Tuan Adams menggelegar menyambar telinga Rose dengan begitu egoisnya. Tetapi jangan salahkan Rose jika ia memuntahkan keegoisan melebihi Ayahnya. Keturunan Adams selalu egois. Dan Rose menyerap lebih besar keegoisan itu. "Ini pakaianku. Lalu apa masalahnya!" Brak Tuan Adams berdiri dari duduknya. Mengagetkan Jovan yang sedang berdiri di belakang pria paruh baya itu. Beruntung mereka berada di ruang meeting khusus privasi. Jika tidak Tuan Adams akan mendapatkan rasa malu yang lebih parah karena kelakuan putri semata wayangnya. "Tidak ada pilihan lain. Terlalu dimanja kau semakin menjadi anak pembangkang. Bergonta-ganti pria, berfoya-foya, dan pergi ke Club setiap malam lalu bermabuk-mabukan. Ayah tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi wanita jalang seperti ini Rose." "Ayah!" "Tutup mulutmu!" Rose mengatupkan mulut ketika Tuan Adams memotong ucapanya dengan sangat kelewatan. Matanya sudah sembab ingin mengalirkan hujan. Ia sudah banyak menelan kata sabar di ujung tenggorokan, bahkan sudah menyangkut di lehernya sampai mengering ketika mendengar julukan buruk dari berbagai mulut-mulut berengsek di luar sana. Namun hatinya terasa berdenyut sakit tak terelakkan ketika julukan itu keluar dari mulut Ayahnya sendiri. "Calon suamimu sebentar lagi tiba. Jadi kuharap kau bisa bersikap baik," ucap Tuan Adams penuh peringatan dan disambut wajah marah sang anak. "Ayah! Aku tidak mau dijodohkan!" tolak Rose keras-keras. Jaman terlalu modern untuk menuruti titah kolot seperti ini. Jelas Rose menolak. Dan ia sama sekali tidak mengenal laki-laki itu. Apa pria tua ini benar-benar tega membuangnya untuk santapan orang asing? "Tidak ada penolakan!" ucap Tuan Adams mantap. Rose sudah siap dengan tampungan kata penolakan di ujung lidahnya. Namun tiba-tiba suara berat lain menyahut, seolah memberi petanda bahwa penolakan Rose akan berakhir sia-sia. "Selamat siang Tuan Adams." Rose tertegun mendengar suara berat itu, entah mengapa suara itu berhasil mengalirkan gelenyar asing di dalam tubuhnya. Sialan! Kenapa dengan suara laki-laki itu? Mengapa terdengar begitu seksi? Perlahan, dituntun oleh rasa penasaran yang mengompori jiwanya. Rose refleks menoleh ke arah pria bersuara berat itu. Kemudian sedetik kemudian kedua matanya membulat, dan jiwanya sudah melayang terkejut dibuatnya. "Oh, Alex kau sudah datang?" Laki-laki itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD