1

1449 Words
Gabriella Hudson, gadis itu hanyalah remaja biasa. Ia dibesarkan di sebuah panti asuhan sederhana di pinggiran kota sejak berusia 3 tahun. Yang ia ketahui tentang orang tuanya adalah mereka meninggal dalam kecelakaan bersama seorang anak perempuan yang merupakan kakak kandungnya. Hal itu Gabriella ketahui dari Ibu Panti yang merawatnya. Menurut Ibu Panti, Gabriella ditemukan dengan keadaan kritis di tepi hutan kota di mana kecelakaan itu terjadi. Dinas sosial setempat akhirnya membawa Gabriella ke panti asuhan Shining Sun setelah Gabriella sepenuhnya pulih. Terlepas dari kemalangan yang harus dihadapinya sejak usia dini, Gabriella justru hidup menjadi gadis tangguh dengan kepribadian ceria. Ia tidak mengenal putus asa dan jarang menangis. Tidak akan butuh waktu lama untuk menyukainya karena gadis itu sangat lovely. Banyak keluarga yang datang ke Shining sun dan tertarik untuk mengadopsi Gabriella. Namun gadis itu selalu menolak hingga pada saat usianya sepuluh tahun, seorang pemuda datang ke panti dan mengajaknya berteman. Bagi Gabriella pemuda itu bagaikan sosok kakak yang tidak pernah ia miliki. Pemuda itu tampan dengan kulit putih bak porselen, rambut coklat yang bersinar saat terkena paparan sinar matahari dan senyuman menyejukkan seperti angin musim semi. Pemuda itu berusia dua puluh tahun dan sedang menempuh pendidikan seni musik di universitas ternama. Kedatangan pemuda itu ke panti pada awalnya adalah untuk kebutuhan tugas kuliah. Tetapi setelah itu pemuda itu sering mampir dan mengajak anak-anak panti bermain, mentraktir mereka makanan atau snack yang belum pernah mereka makan sebelumnya. Pemuda itu tidak hanya memukau saat memainkan biola kebanggaannya tetapi pengetahuan luasnya membuat semua anak panti senang mendengarkan cerita dan pengalamannya tentang dunia luar. Hal itu pula yang membuat Gabriella selalu menanti-nanti kedatangannya ke panti. Yah, kedatangan pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Damian Alexander. "Nona Gabriella? Apa nona sudah tidur?" Suara lembut Mrs. Anna membuyarkan kilasan masa lalu di kepala Gabriella. Dengan cepat gadis itu bangkit dari posisi duduknya di lantai dan membersihkan air mata yang hampir mengering menjadi kerak putih di pipinya. "Belum, Mrs. Anna." Gabriella menjawab sambil merapikan sedikit roknya yang kusut. Mrs. Anna tersenyum ramah sambil membawakan nampan berisi makanan untuk Gabriella. "Kau membuat beliau marah lagi, hm?" tanya Mrs. Anna sambil meletakkan nampan berisi makan malam ke atas meja berukuran sedang di depan sofa di ujung ruangan. Gabriella mengulum bibirnya, sebelum menjawab, "Oh memangnya kapan aku pernah membuatnya tidak marah?" tanya Gabriella dengan nada sarkastik. Wanita berusia sekitar empat puluhan itu tersenyum lembut sambil menata makanan yang dibawanya ke atas meja. "Memang apa yang kau lakukan lagi kali ini, darling?" tanya Mrs. Anna sambil menuang jus jeruk ke dalam gelas. "Aku hanya yah.. ada seseorang menyatakan cinta padaku. Kami mengobrol sedikit lalu tidak tahu bagaimana dia menciumku. Itu pertama kalinya bagiku, maksudku selama ini tidak ada yang berani mendekatiku karena si brengsek itu pemilik sekolah dan yah mereka tau aku sebagai 'Gabriella Alexander'." Gabriella memulai ceritanya sambil menerima gelas berisi jus jeruk yang disodorkan Mrs. Anna, meneguk isinya sebelum kembali melanjutkan cerita. "Apa yang ada di pikiranmu jika kau harus satu sekolah atau sekelas dengan 'adik' pemilik sekolah?" tanyanya serius. Mrs. Anna tersenyum maklum. Kini beliau sibuk mengirisi daging steak spesial di piring Gabriella. "Aku akan mendekatinya dan menawarkan pertemanan jika ia seorang yang menyenangkan." Gabriella mengorbit bola matanya. "Oh ya, andai semua orang di sekolahan berpikir seperti itu. Tetapi pada kenyataannya mereka takut dan segan. Hanya Claire dan Brittany yang mau berteman denganku. Meski terkadang aku masih mendapati bahwa mereka masih sedikit menjaga jarak denganku dalam beberapa waktu," jelas Gabriella sambil duduk di sofa menunggu Mrs. Anna menyelesaikan pekerjaan mengiris daging panggang untuknya. "Oh ya? Lalu bagaimana pria yang menciummu itu?" Gabriella yang baru saja ingin menenggak habis jus jeruknya menghentikan gerakan dan meletakkan kembali gelas tersebut. Ia menatap marah ke arah gelas itu seakan gelas itu telah berbuat dosa padanya. Tapi akhirnya Gabriella hanya bisa mengedikkan bahu. "Dihukum, entah hukuman macam apa tapi kami sedang ujian jadi kupikir sekolah tidak akan setega itu untuk memberinya skors." Tetapi Gabriella kemudian teringat seberapa berkuasanya seorang Damian sehingga hal itu mungkin saja terjadi. "Aku rasa dia tidak akan mau muncul lagi di hadapanku setelah kejadian ini. Si brengsek itu selalu punya cara untuk mengacaukan hidupku." "Yah, meski terkadang aku tidak bisa mengerti tindakan Tuan Damian, tetapi kali ini aku bisa memakluminya jika beliau marah." Mrs. Anna melap garpu dan meletakkannya di piring Gabriella agar gadis itu bisa memakan makan malamnya. "Maklum?! Mrs. Annabeth, aku kan tidak melanggar peraturan apapun! Tidak ada peraturan tertulis 'DILARANG BERPACARAN DAN CIUMAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH'. Lagipula kami berciuman di halaman belakang dan di luar jam sekolah. Apa yang harus dimaklumi?" sungut Gabriella tidak terima. Gadis itu mulai menusuk daging yang sudah dipotong kecil-kecil itu dan menyuapnya seperti kaum barbarian. "Memang kau tidak melanggar peraturan sekolah, Abby. Karena Tuan Damian pun bukan marah sebagai pemilik sekolah tetapi sebagai tunanganmu. Wajar baginya merasa marah karena seseorang mencium calon istrinya. Kau tidak boleh melupakan fakta tersebut." Gabriella merasa daging di mulutnya bagaikan potongan pizza basi hingga tenggorokannya tidak sudi menelan. Namun Gabriella memaksa dirinya unutk melanjutkan menelan daging itu dan menatap Mrs. Anna dengan pandangan sedih dan terluka. "Ya fakta menjijikan itu tidak mungkin bisa aku lupakan ataupun aku terima." Mrs. Anna mendesah kecil. Lalu ia mengelus lembut kepala Gabriella. Percakapan ini sudah berulang entah berapa kali dan sikap Gabriella dalam menanggapi topik ini selalu sama setiap waktunya. "Aku tidak sudi menjadi istri pembohong jahat macam dia." Mrs. Anna masih setia mengelus kepala Gabriella selagi gadis itu menghabiskan makan malamnya dan berkeluh kesah. "Aku mengerti kau begitu marah padanya. Tapi kau tahu kan Tuan Damian punya alasan. Aku sudah bekerja di sini sejak ia kecil, Tuan Damian adalah orang baik." Gabriella mengunyah dagingnya malas. Ia bahkan menyempatkan tertawa mengejek di sela kunyahannya. "Tidak ada orang baik yang membohongi seorang anak kecil yatim piatu yang begitu mengidamkan sebuah keluarga! Dia menipuku untuk sebuah omong kosong dan memaksaku menjadi tunangannya. Jarak umur kami bahkan sepuluh tahun!" Gabriella tidak peduli bahwa volume suaranya cukup besar untuk bisa didengar, bahkan dalam hati Gabriella berharap Damian benar-benar mendengarnya meski tidak mungkin mengingat betapa luas kamar tidurnya. "Abby..." "Mengekang, mengatur seenaknya dan terpenting, ia hanya akan menikahiku tanpa cinta! Semuanya ia lakukan karena penebusan dosa terkutuk orang tuanya!" Gabriella membanting garpu hingga menyebabkan potongan daging dan beberapa potongan wortel melompat dari piring. Mrs. Anna mengelus lembut punggung Gabriella untuk meredakan emosinya. "Tidak seharusnya aku mengganggu makan malammu. Tenanglah dan makan lagi makananmu sebelum dingin. Aku akan siap sedia ketika kau membutuhkanku," ucap Mrs. Anna sambil membawa kembali nampannya dan meninggalkan Gabriella yang masih mengatur pernapasannya yang terengah akibat lonjakan emosi. Gabriella menatap potongan daging di piring dengan tajam. Makanan enak itu kini tidak lagi membuatnya berselera. Setelah meneguk habis jus jeruknya, Gabriella memilih menyambar handuk dan berendam dalam air hangat beraroma bunga. Yah setidaknya ia bisa merilekskan tubuhnya yang tegang akibat kejadian hari ini dengan berendam. --- Damian menenggak botol kedua alkoholnya. Kepalanya terasa akan pecah sebentar lagi. Gadisnya terus-terusan berulah berharap dirinya akan muak dan melepaskannya. Namun Damian hanya bisa tersenyum miris. Tidak semudah itu, tidak akan pernah. Karena jika iya, Damian mungkin sudah melakukannya sejak dulu sebelum semua ini terlalu jauh. "Tuan Damian, nona Gabriella sudah memakan makan malamnya," ucap seseorang dari belakang tubuhnya. Damian menoleh dan mengangguk puas. Lalu tangannya melambai mengisyaratkan agar orang itu pergi dan meninggalkannya sendiri di temani botol-botol minuam alkohol berbagai macam. Dari yang mahal hingga paling mahal. Oh menggambarkan sekali bahwa Damian Alexander adalah pria yang kaya raya. Jika orang memandang kehidupannya bahagia, orang-orang itu salah besar. Mereka terlalu naif mengira harta bisa menjadi sumber kebahagiaan kehidupan utama. Oh, Damian bahkan tidak pernah merasa bahagia dengan harta-hartanya. Harta memang memberi banyak kemudahan dalam hidupnya, memberinya apapun yang ia inginkan tetapi bukan sebuah kebaahagiaan. Jika bisa, Damian bahkan berharap terlahir menjadi orang lain. Bukan dirinya yang sekarang. Bukan menjadi seorang pria bernama Damian Alexander. Sayangnya ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk itu. Itu adalah takdirnya. Menjadi Damian Alexander, si pengusaha sukses yang menguasai perbisnisan Asia di usia muda. Damian sering bermimpi, ia hidup dengan orang yang dicintainya di rumah sederhana yang nyaman bersama anak-anaknya. Tetapi setiap ia terbangun, ia harus mendesah berat. Mimpi itu terlalu indah untuk dijadikan kenyataan dalam kehidupannya. Faktanya ia hidup dengan gadis yang membencinya, teramat-sangat. Ironi itu tidak berakhir begitu saja. Meskipun ia sudah berusaha sekuat tenaga, mengerahkan segala cara untuk membuat gadis itu mengerti bahwa ia mencintainya, namun gadis remaja yang menyandang status sebagai calon istrinya itu telah membangun benteng kebencian yang semakin hari semakin dipertebal. Ironis? Ya memang. Mungkinjika ia bukan menjadi Damian Alexander, Gabriella akan menerimanya dengan penuh cinta. Mungkin saja kan? Itulah mengapa Damian sering berdoaagar ketika ia bangun di pagi hari, dirinya bukan lagi seorang Damian Alexander.Ia rela menjadi siapapun asalkan bukan menjadi pria yang dibenci oleh Gabriella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD