2 tahun kemudian...
Ckrik..ckrik..
"Ok! Hadap kemari cantik...ya begitu.."
Ckrik...ckrik
"Ya, good job darling! Selesai."
Lelaki tampan itu tersenyum puas menatapi hasil jepretannya. Tidak lupa ia melemparkan senyum menawan pada perempuan yang menjadi modelnya hari ini. Si model terkenal, Gabriella. Ternyata desas-desus yang mengatakan jika Gabriella adalah seorang goddess bukanlah bualan. Johnny sudah membuktikannya sendiri hari ini.
"Terima kasih atas kerja samanya Johnny, ku harap Gabriella tampil cantik di cover dan majalah nanti!" ujar Carla selaku manager Gabriella pada Johnny, sang fotografer.
"Ah Carla, Gabriella akan tampil cantik meskipun seorang amatir yang memotretnya. Ia terlahir untuk menjadi sangat cantik." Johnny menggoda Gabriella entah untuk ke sekian kalinya hari ini.
Gabriella bergabung dengan keduanya setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian santai, t-shirt longsleeve bergaris dan skinny jeans dengan rambutnya yang dikuncir kuda membuat kaki dan tengkuknya terlihat jenjang dan menggoda. Menggoda di mata p****************g seperti Johnny tentunya.
"Terima kasih, Johnny atas pujiannya." Tentu saja Gabriella mengatakan hal tersebut untuk formalitas dan basa-basi belaka. "Carla, bukankah seharusnya kita pergi sekarang?" tanya Gabriella sambil memainkan ponselnya.
Carla mendesah pasrah akan attitude Gabriella yang sedikit kurang sopan di hadapan Johnny. "Ya, benar. Kalau begitu Johnny kami pamit dulu."
Johnny nampak kecewa karena Gabriella terlihat jelas tidak tertarik dengannya sama sekali. Sekalipun Johnny sudah melemparkan pesona andalannya yang biasanya ampuh untuk perempuan mana saja. Tapi justru di mata Gabriella, Johnny terlihat seperti playboy cap kaleng.
Gabriella berjalan cepat mendahului Carla dan masuk ke dalam mobilnya setelah Robin membukakan pintu. Carla menyusul setelah meletakkan bawaan Gabriella di jok belakang.
"Gabriella, seharusnya kau bisa lebih ramah pada Johnny. Kita akan sering bekerja sama dengannya. Dia sudah menjadi fotografer muda profesional yang diincar banyak majalah-majalah besar!"
Gabriella mencibir. "Carla, aku tidak suka cara rendahannya untuk tebar pesona. Senyumnya menjijikkan...dan apa katanya tadi? Aku goddess ? Cish."
Carla memutar bola matanya, bingung harus bicara apalagi untuk menasehati model asuhannya itu.
Gabriella mencolek bahu Robin yang tengah sibuk menyetir. Tubuh Robin sempat menegang sesaat, terkejut. "Ya, nona?"
"Setelkan musik. Kepalaku penat sekali hari ini."
Tentu saja perintah tersebut langsung diikuti Robin. Robin memasukkan sebuah cd yang ia ambil secara acak dari laci dashboard.
Gabriella memejamkan matanya merilekskan tubuhnya di sandaran jok. Seharian ini jadwalnya sangat padat dan ia ingin segera pulang untuk istirahat. Namun ia teringat sesuatu dan langsung menegakkan tubuhnya. "Carla..."
Carla yang sedang menatapi laman fashion di tabletnya bergumam merespon tanpa menoleh pada Gabriella.
"Apakah aku masih ada jadwal setelah ini?"
Carla lantas mengalihkan perhatiannya pada Gabriella. Perempuan bertubuh mungil itu lalu menggeleng. "Tidak, kenapa?"
Gabriella mendesah lega. "Bisakah kita mampir ke gallery? Sebentar saja."
Carla mengangguk. Robin yang mendengar obrolan keduanya langsung saja membelokan mobilnya menuju 'gallery' yang majikannya maksud tanpa menunggu perintah lagi. Gabriella sangat sering pergi ke sana jadi Robin sudah ingat di luar kepala tempat itu.
Selama perjalanan hanya terisi suara dari music player yang kini sedang melantunkan lagu. Tak sampai lima belas menit, van hitam itu terparkir di pelataran parkir gallery seni berarsitektur serba kayu itu. Ada beberapa mobil yang juga ikut terparkir di sana, sepertinya gallery sedang ramai pengunjung. Gabriella langsung melangkahkan kakinya keluar dari van menuju lobby gallery.
Gallery itu adalah sebuah rumah tiga lantai yang disulap menjadi sebuah gallery di lantai satu dan dua karena cukup luas. Pemilik gallery itu adalah Nana Jung sahabat Gabriella sesama model. Gallery itu dibangun oleh Michael, kekasih Nana dan dinamakan NM's Gallery. Di dalamnya mengumpulkan karya-karya seni seperti lukisan, patung pahatan, dan foto.
Michael sendiri memamerkan karya-karyanya yang berupa foto. Kebanyakan foto Nana dan pemandangan alam. Karena Nana tidak senang jika Michael memotret model wanita kecuali dirinya. Michael sendiri lulusan universitas jurusan fotografi. Jadi karya yang dipajangnya di gallery beberapa juga milik teman-temannya.
Gallery itu cukup ramai apalagi jika sedang ada pameran. Malam ini memang ada pameran, katanya Michael dan teman-temannya waktu kuliah dulu mau mengadakan amal dan banyak teman-temannya di dunia bisnis sekarang yang penggila seni akan datang.
Gabriella sendiri paling malas datang jika ada pameran, ia hanya ingin datang jika gallery sedang sepi. Kalaupun sedang ada pameran, ia hanya akan duduk santai di lantai tiga, rumah Nana dan Michael berada.
"Gabriella!" Nana berseru senang mendapati Gabriella berdiri di pintu masuk. Nana yang sedang dalam rangkulan Michael dalam balutan gaun merah menunduk pamit pada rekan-rekan Michael dan berlari ke arah Gabriella yang nampak salah kostum di antara orang-orang bersetelan formal.
"Hai!" Gabriella memeluk Nana erat.
"Kenapa kau ke sini tanpa menelfon lebih dulu?" tanya Nana terkejut dengan kedatangan tiba-tiba Gabriella. Mengingat jadwal Gabriella akhir-akhir ini padat karena popularitas Gabriella sedang tinggi-tingginya sebagai model.
Gabriella tersenyum kecil. "Aku salah kostum, ya?"
Nana terkikik. Model pro seperti Gabriella salah kostum adalah lelucon, tentu saja.
Gabriella mencubit perut Nana. "Aku rindu dengannya, makanya aku kemari. Di rumah sepi sekali tanpanya," ucap Gabriella lirih.
Nana menatap kesenduan dalam bola mata Gabriella. Dengan cepat perempuan itu merubah suasana. "Ok honey! Setelah aku menyalami tamu Michael, aku akan menemuimu dan membawakanmu makan malam. Kau belum makan, kan?" tanya Nana sambil membawa Gabriella ke lift. Yah meskipun hanya tiga lantai, gallery itu punya lift.
"Nikmati waktumu," bisik Nana setelah pintu lift tertutup meninggalkan Gabriella sendirian.