'Beginilah nasib jadi pengacara.' batin Falisha. Pengangguran banyak acara. Skripsi dan sidang sudah selesai, tinggal menunggu wisuda lalu memasukkan lamaran kesana kemari. Itu pun kalau Mama dan Papa nya merestuinya untuk bekerja.
'Nasib... Nasib...' Falisha menggeleng-gelengkan kepalanya.
Beginilah nasib anak tercantik Mama Gisna dan Papa Lucas. Menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarga itu sebenarnya plus minus. Meskipun banyak plus nya.
Salah satu minusnya jadi pengacara adalah resikonya menjadi seorang supri. Alias supir pribadi. Saat ini Falisha sedang duduk di dalam mobil, menunggu adik dan adik sepupunya selesai sekolah lalu mengantarkan mereka ke rumah masing-masing. Adiknya bungsunya Rayyan kebetulan memang sekelas dengan putra bungsu pamannya Adskhan yang bernama Mirza. Dan mereka juga bersekolah di sekolah yang sama dengan Ayla putri sulung dari kak Syaquilla dengan kak Gilang. Cucu dari Uncle Adskhan. Rumit bukan?
Ya terkadang Falisha juga bingung sendiri. Jadi singkatnya seperti ini. Keluarga Levent itu punya tiga pria berbeda ayah dan ibu. Yang tertua adalah Adskhan Ahmed Levent. Sepupu kedua ada Lucas Reynard Levent. Dan sepupu ketiga ada Erhan Levent.
Adskhan memiliki putri sulung bernama Syaquilla. Saat Syaquilla berusia 13 tahun, Adskhan menikah dengan Caliana. Lalu memiliki tiga keturunan. Pertama Ilker 21 tahun menjelang 22. Lalu Faiqa 16 menuju 17 tahun dan Mirza 11 menuju 12 tahun.
Lalu Ayah dan Ibu Falisha tercinta. Nyonya Gisna dan Aa Lucas punya 3 orang anak juga. Falisha yang ternyata ditakdirkan memiliki kembaran seperti Akara. 22 tahun. Dan adik bungsu mereka yang bernama Rayyan yang sekarang usianya 12 tahun. Yang sekelas dengan Mirza.
Kita skip tentang uncle Erhan. Lanjut ke Syaquilla. Skip juga tentang kisah cintanya. Yang jelas, Kak Syaquilla juga punya dua orang anak. Yang pertama adalah Ayla Putri Hammam, yang kini berusia 10 menjelang 11 tahun. Dan yang kedua bernama Afham saat ini berusia 5 tahun. Jadi, Ayla ini satu tingkat dibawah Rayyan dan Mirza. Dan sekarang ketiganya bersekolah di sekolah yang sama. Jadi Mirza dan Rayyan adalah Uncle dari Ayla dan Afham.
Begitulah ceritanya. Jadi jangan tanya Falisha lagi kenapa Ayla memanggil dua pria yang usianya hampir sama itu dengan panggilan Uncle. Sama halnya seperti Falisha yang sampai saat ini selalu membingungkan orang jika mendengar panggilannya pada Gilang yang menjadi suami dari kakak sepupunya yang merupakan kakak kembar dari tantenya.
"Akhirnya. Kalian muncul juga." Gumam Falisha saat dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan mendekati mobil yang sedang ia sandari.
"Onty!"
"Kakak!"
Kan kan kan, panggilan mereka saja udah beda. Ketiganya menciumi punggung tangan Falisha dan lalu masuk mobil. "Jadi, Rayyan ke rumah Mirza atau Mirza ke rumah Rayyan? Karena kak Fali mau ke rumah Ayla." Falisha mengumumkan.
"Mirza ke rumah Rayyan." Jawab Rayyan. Falisha mengangguk dan melajukan mobil. Mobil sudah sampai di depan gerbang rumah mereka. Keduanya turun. Falisha menunggu satpam membuka gerbang dan kedua anak itu masuk sebelum melajukan mobilnya ke rumah Syaquilla.
"Onty, mau belajar masak lagi ya sama Mama?"
"Iyups."
"Onty mau bikin apa hari ini?"
"Belum tau sih. Lihat mood aja nanti. Onty lagi suka makan manis nih. Biar Onty tambah manis. Biar tambah banyak yang suka." Jawabnya lagi. Ayla memandang tantenya yang memang sedikit narsis itu. Tapi onty nya selalu bilang 'orang cantik mah bebas' setiap kali Ayla berkomentar. Jadi Ayla memilih diam.
Mereka sudah sampai di rumah bergaya minimalis berlantai dua. Keseluruhan rumah cantik itu berwarna putih. Yang Falisha tahu, rumah itu dibangun dengan desain yang dibuat oleh kak Syaquilla sendiri. Wanita itu, bener-bener harus Falisha contoh.
"Assalamualaikum.." Salam Falisha dan Ayla bersamaan. Wajah lucu Afham menyapa mereka.
"Waalaikumsalam Onty..." Afham menghambur ke pelukan Falisha. "Afham kangen."
"Kok Onty gak kangen ya?" Falisha menatap bocah chubby itu dengan dahi berkerut. Afham cemberut. Lalu Falisha menciumnya dengan gemas. "Umma mana?"
"Di dapur." Jawab Afham lagi. Ayla pamit berganti pakaian. Syaquilla memang tegas. Dia tidak suka anak-anaknya bermain dengan mengenakan seragam sekolah. Meskipun itu di penghujung pekan.
Sementara Ayla masuk ke kamarnya, Falisha memilih ke dapur dan melihat kakaknya. "Walah, ada pesta nih? Banyak banget masaknya?" Falisha memperhatikan semua masakan yang masih panas itu. Bukan makanan mewah sebenarnya. Justru makanan sederhana yang menggunggah air liur.
Telur dadar dengan banyak bawang. Ikan asin yang digoreng kering. Urap daun singkong dengan campuran ebi. Sambal terasi dan sambal goreng, tempe bumbu kecap dan tahu goreng. Tapi ya Allah, perut Falisha mendadak berbunyi nyaring karenanya. Disana juga ada ayam goreng yang masih di tiriskan. Sementara si mbok sedang memasukkan nasi ke dalam termos nasi berwarna biru berbentuk persegi.
"Ini Kak Qilla mau pesta apa piknik sih?" Falisha mengambil timun yang sudah di iris dan mencolek sambal goreng lalu memakannya. "Mmmm... Manthapp...kerupuk mana kerupuk." Pintanya mencari toples yang biasanya berisi kerupuk udang.
"Uncle kamu minta dibikinin semua ini terus minta anterin ke RS. Katanya ada temen-temennya lagi main kesana." Jawab Syaquilla tanpa memperhatikan kelakuan sepupunya yang hilir mudik membuka tutup nakas.
"Kenapa gak diajak kesini aja?" Falisha lagi-lagi mencolek sambal kali ini dengan daun singkong.
"Biar gak bolak-balik katanya." Falisha memperhatikan kakaknya meletakkan ayam yang ditiriskan ke dalam wadah yang sudah dilapisi kertas nasi. "Dan karena ada kamu. Jadi sekalian anterin Kakak ya." Pintanya dengan manja.
Falisha memandang kakaknya sejenak. Sebelah alisnya terangkat. "Ya, karena Fali yang sudah terlahir cantik ini memang dianugerahi sifat yang baik, Fali mau-mau aja deh. Asal bungkus sambelnya aja." Nego nya. Syaquilla menganggukkan kepalanya. Tapi tunggu. Rumah sakit? Mata Falisha mendadak berbinar lalu meredup sedetik kemudian.
"Kamu kenapa?" Tanya Syaquilla heran. Pasalnya raut wajah adik sepupunya itu bisa berubah-ubah hanya dalam satu kedipan saja.
"Coba kalo Kak Qilla bilang dari tadi kalo kak Qilla mau ke RS. Kan Fali bisa kesini dari pagi, bikin Cake yang enak trus dibawa ke RS." Wajahnya tampak cemberut, namun menggemaskan.
"Orang Uncle kamunya minta dibawain semua ini secara mendadak. Lagian kan Uncle kamu gak terlalu suka manis-manis."
"Yey, GR. Siapa juga yang mau ngasih Cake buat Abang Uncle."
"Loh, trus buat siapa?"
"Buat Mas Dokterku." Jawab Falisha dengan genit.
"Mas doktermu? Kamu ngecengin dokter?" Tanya Syaquilla penasaran. Falisha mengangguk. "Siapa?" Tanyanya lagi. Lalu seketika matanya membelalak lebar. "Jangan bilang sama kakak kalo kamu ngecengin Dokter Gibran?" Falisha mengangguk-angguk pelan. "Ya Allah, Fali. Jangan sama Dokter Gibran. Cari dokter lain aja." Saran Syaquilla dengan setengah memerintah.
Falisha memberengut. "Emang kenapa sama Mas Dokter? Dia ganteng, baik, suamiable banget."
"Pokoknya jangan. Dokter Gibran itu gak suka sama perempuan."
Wait a minute. Sesuatu yang ambigu sampai di telinga Falisha kali ini. Apa maksud kakaknya dengan tak suka perempuan? Sekilas pandang saja Falisha tahu kalau Mas Dokter nya itu laki-laki normal. "Ih, Kak Qilla ini. Kalo ngomong itu hati-hati. Nanti dihukum atas pencemaran nama baik loh. Masa cowok sandarable, bapakable sama suamiable itu disebut gak suka perempuan sih?"
Syaquilla memandang adik sepupunya itu dengan wajah serius. "Kakak sendiri tahu dari Uncle kamu. Dokter Gibran itu gak suka sama cewek. Bahkan cenderung kasar. Banyak dokter sama perawat yang suka pedekate sama dia, kata Uncle kamu suka ditolak secara kasar. Orang-orang mulai bilang kalau Dokter Gibran itu sukanya sama cowok."
Aih aih, masa iya Mas Dokternya itu pemakan terong. Falisha tak percaya. Falisha balik memandang kakaknya dengan mata menyipit. "Kakak. Jangan sembarangan. Dia itu calon suaminya Fali. Nanti Fali buktikan sama Kakak kalau Dokter Gibran itu cowok normal. En O Er Em A El. Normal."
"Kakak udah peringatkan kamu, ya." Ucap Syaquilla lagi. Falisha hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tidak akan mudah tertipu gosip. Itu cuma rekayasa aja. Kalo dulu kalimatnya 'Cinta ditolak dukun bertindak'. Kalo jaman now, 'Cinta ditolak mulut bertindak'. Alias bergosip ria tentang kejelekan pihak yang menolak. Dunia memang keji Readers. Pedasnya mulut Ibu tiri tak sepedas mulut netijen yang maha benar. Sakitnya sentilan ibu tiri, tak sesakit sentilan jempol netijen kalau sudah berkomentar. Setuju?
'Kak Syaquilla ini bagaimana. Masa cowok sekece Dokter Gibran disebut hombreng. Lihat aja nanti. Fali buktikan kalau Mas Dokterku itu cowok secowok-cowoknya dan super duper tulen.' monolognya dalam hati.
Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di pelataran parkir rumah sakit. Gilang sudah menanti kehadiran mereka di lapangan parkir. Pria yang sangat mencintai istri dan anak-anaknya itu menyambut mereka dengan senyuman hangat. Falisha mencium punggung tangan kakak sekaligus pamannya itu dengan khidmat.
Lalu mereka berjalan menuju arah kantin rumah sakit dengan masing-masing membawa makanan di tangan.
Gilang dan Syaquilla berjalan di depan. Karena tubuh Gilang yang tinggi. Pria itu menghalangi pemandangan Falisha. Maka saat Gilang bergeser, Falisha cukup terkejut melihat sosok yang ada di hadapan mereka.
Seorang pria yang gagah dan tampan sedang duduk bersama seorang wanita paruh baya di samping kanannya dan seorang pria berseragam perawat duduk di samping kirinya. Kulitnya yang putih tampak semakin putih karena ia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna merah marun yang bagian tangannya sudah terlihat sampai ke siku. Menunjukkan bagian atas tangannya yang kokoh dan berotot.
Seandainya ini adalah drama Korea, kalian bisa merasakan sensasi ketika semua pencahayaan menyorot pada si pemeran utama. Kilau ketampanan Mas Dokternya melebihi kilau lampu stadion sepak bola. Ya ampuunnn tega sekali mereka yang menuduh Mas Dokternya sebagai cowok hombreng. Falisha bahkan sudah merasa tangannya gatal ingin menyentuh permukaan kulit berbulu pria itu.
"Mas Dokter!" Panggilnya dengan lantang. Tangannya melambai di udara dengan antusias. Tindakannya yang spontan tanpa ia sadari membuat orang-orang yang bertitel dokter menoleh ke arahnya.
"Fali!" Tegur Gilang.
"Uups." Falisha menurunkan tangannya dan balik menutup mulutnya. Falisha tersenyum malu. "Maaf." Gumamnya. Falisha terus mengikuti jalan dan meletakkan barang bawaannya di atas meja. "Hai, Mas Dokter." sapanya dengan genit ketika mereka sudah berhadapan.
"Maaf, lama." Ucap Gilang tulus, hang Falisha tahu ditujukan pada wanita paruh baya di hadapannya. "Falisha, ini Harumi temen kuliahnya Abang Uncle dulu." Ucap Gilang memperkenalkan Falisha pada wanita cantik yang duduk di samping Gibran.
"Abang Uncle?" Tanya wanita itu dengan nada heran. Matanya menatap Gilang dan Falisha bergantian.
"Dia keponakan sekaligus sepupu aku." Tutur Gilang. "Nantilah ceritanya." Jawab Gilang lagi, tampak sekali enggan menjelaskan. Sementara itu Falisha mencium punggung tangan wanita itu.
"Falisha, Tante." Jawab Falisha sopan.
"Cantik ya, kamu. Tapi dia bukan anaknya Caliana kan?" Tanya Harumi lagi. Mata jernihnya tampak meneliti garis wajah Falisha.
"Bukan, Mbak. Falisha ini anak pamannya Qilla. Dan mamanya teman sekolah Mas Gilang dulu." Tutur Syaquilla singkat. Harumi hanya ber 'O' ria. Tapi matanya masih terus memperhatikan Falisha dan cara Falisha memperhatikan Gibran.
Mereka tidak memperhatikan satu sosok gadis lain tampak menganga memandang Falisha. Shock akan fakta yang baru saja diketahuinya. Gadis itu tak lain adalah Amira.
"Kamu gak mau gitu salam sama Uncle?" Pertanyaan itu muncul dari sosok pria yang tadi duduk memunggungi mereka sehingga tidak Falisha dan Syaquilla sadari keberadaannya. Ia tidak lain dan tidak bukan adalah teman lama Gilang yang sudah cukup lama mereka kenal. Siapa lagi kalau bukan Dokter Aathaf.
Bukannya menyapa ramah, Falisha malah menatap pria itu dengan wajah cemberut. "Loh, kok mukanya gitu sih?" Tanya Dokter Aathaf dengan mimik tersinggung yang dibuat-buat.
"Please deh, Uncle. Fali tuh udah bosan tahu ketemu sama Uncle. Mana makin hari keriputnya makin nambah pula. Bukannya tambah ganteng." Ucap Falisha lagi dengan nada mencemooh. Bukannya marah, Aathaf malah tertawa dan merangkul bahu Falisha dengan ramah. Malah tanpa malu pria itu mencubit pipi Falisha dan menciumi puncak kepala gadis itu dengan gemas.
Syaquilla sudah membuka semua makanan yang tadi dia bungkus. Menghidangkannya di atas meja. Aroma ikan asin dan sambal kembali membuat perut Falisha berbunyi.
"Dasar cacing tak peka." Falisha menunduk dan memukul perutnya. "Jaga image dikit kenapa. Gak malu apa dilihat sama calon suami?" Desisnya. Namun meskipun begitu suaranya bisa didengar orang yang berada dekat dengannya.
"Calon suami? Siapa? Yang mana?" Aathaf bertanya pada Falisha lalu melihat dua bujangan di hadapannya.
"Hah, apa?" Falisha mendongak dan memandang Aathaf bingung.
"Kamu bilang calon suami? Siapa? Yang mana? Kamu pacaran sama siapa? Lucas tahu?" Cerca Aathaf dengan sikap kepo nya.
Falisha mendelik. Uncle Aathaf itu kalau sudah bicara memang kadang seperti kereta ekspres. Susah di rem. Tapi kemudian senyum merekah di wajah Falisha. "Ada Uncle. Tapi ini rahasia ya." Bisiknya pelan. "Calon suaminya Fali itu," Falisha menunjuk pada pria berkemeja marun. "Dokter Gibran." Falisha tersenyum dan melirik pada Gibran. Gibran terbelalak. Begitu juga dengan semua orang lainnya yang ada disana.
"Fali.." tegur Syaquilla lembut.
"Iya Kak Qilla." Desah Falisha menatap kakaknya dengan mimik bersalah. "Kan Fali bilang juga rahasia."
"Rahasia tapi kok di ucapin keras-keras sih, Onty?" Suara Afham terdengar.
"Iya, kalau rahasia yang diucapin pelan itu namanya 'rahasia antara kita berdua', Ham. Tapi kalau rahasia yang di ucapin keras kayak barusan, itu namanya 'rahasia umum'. Begitu." Jelas Falisha lagi. "Kamu ngerti?" Tanyanya dengan wajah serius. Afham menggeleng dengan wajah tak kalah serius. "Sudahlah, kamu masih dibawah umur. Percuma Onty jelasin juga. Lagian kan Mas Dokternya juga belum ngelamar Onty." Falisha duduk, sengaja memilih kursi yang tepat berhadapan dengan Gibran. Matanya menatap Gibran lurus. "Tapi Onty pastikan nanti juga bakal ngelamar Onty. Iya kan, Mas Dokter?" Falisha mengerjap-ngerjapkan matanya dengan genit. Gibran malah balas melotot ke arahnya. Semetara pria dan wanita yang duduk di samping kiri dan kanannya terkekeh geli.
"Eh, Mas Mantri ini siapa? Fali baru lihat wajahnya." Falisha menatap pria yang mengenakan seragam perawat itu.
"Alif." Ucapnya pelan. "Saya asistennya Mas Dokter." Mata Alif mengerling ke arah Gibran. Sementara mata Falisha berbinar bahagia ke arahnya.
"Wah, Mas Mantri. Nanti jangan bosan lihat wajah Fali ya. Karena Fali pastikan Fali bakal sering-sering berkunjung kesini." Ucapnya masih dengan sikap cerianya. Gilang mengacak rambut adik sepupu sekaligus keponakannya itu dengan gemas seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tolong maklumin ya." Pintanya, lebih pada Harumi. Harumi hanya mengangguk, namun senyuman tak luntur dari wajahnya. Akan jadi seperti apa nanti Gibran jika terus menerus direcoki Falisha. Pastinya kehidupannya akan menyenangkan.