Penyelidikan

1776 Words
            Ketika aku dan Ario tiba di tempat kejadian perkara, kami segera menemui Ervin yang tengah menungguku di depan sebuah toko material dekat dengan lokasi TKP.             “Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan rekaman CCTV itu?” Tanyaku langsung pada Ervin begitu aku melihatnya.             “Iya, ini, saya juga menemukan sesuatu di TKP, sebuah pin bergambar Jim Morison.” Ujarnya sembari menyerahkan rekaman CCTV dalam bentuk flashdisk dan barang bukti berupa pin yang ditemukan. Aku langsung kedua barang tersebut dari tangan polisi yang pernah menjadi mantan pacarku itu. aku meminta Ario untuk mengambil laptopku di dalam mobil.             “Dia siapa?” Tanya Ervin begitu Ario pergi menuju mobil.             “Dia partner kerjaku, dalam menangani kasus ini,”             “Bukankah, kasus ini sangat sepele, kenapa harus memiliki partner segala?” Aku mendengar nada kecemburuan di dalam perkataannya, namun aku tidak mengindahkan hal itu.             “Belum, aku masih harus mencari keluarga korban tabrak lari dan menelusuri latar belakangnya.”                “Apa atasanmu, Bagas yang memilihkan partner kerja untukmu?”             “Iya, kenapa memangnya?”             “Tidak, aku sedikit tidak suka padanya,”             “Kenapa kau tidak suka? Dia tidak melakukan kesalahan apapun di sini,”             “Aku tidak suka kau berurusan dengan laki-laki,”             “Haha, kau aneh, kau tahu rekan kerjaku kebanyakan adalah laki-laki, lagipula untuk apa kau cemburu? Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa,” kami menghentikan percakapan setelah Ario datang sambil membawa laptopku. Aku segera membuka laptop dan memasukan flash disk. Di sana terlihat rekaman kejadian tabrak lari yang terjadi saat malam hari ketika hujan. Sekilas aku melihat seorang wanita berbaju kuning berjalan sambil menenteng keresek putih dan  membawa payung, di menit kelima, seorang laki-laki berjaket hoodie menghampiri wanita itu, mereka seperti terlihat sedang bertengkar, di menit kesepuluh si wanita terlihat berjalan meninggalkan si laki-laki berjaket hoodie tersebut dan tiba-tiba mobil melaju cepat menghantam tubuh wanita itu. Meskipun agak kurang jelas, namun plat nomor mobil itu masih terlihat. Menit kelimabelas, mobil itu sempat berhenti agak lama, si pengendara mobil tak nampak untuk turun dan melihat, dirinya langsung menancapkan gas dan melarikan diri. Sedangkan laki-laki berjaket hoodie hanya mematung tanpa melakukan apapun, tiba-tiba dia berlari meninggalkan si wanita yang tergeletak di jalan.             “Apa kamu sudah menyelidiki mobil itu?” Tanyaku pada Ervin.             “Itu sudah diserahkan ke kantor polisi pusat,” jawab Ervin agak dingin. Aku hanya menghela nafas panjang, aku tahu ada sedikit kekecewaan padanya, mungkin dia masih marah dengan kandasnya hubunganku dengannya tanpa alasan. Hubunganku dengan Ervin terbilang sangat singkat hanya dua minggu, aku menganggap Ervin hanyalah rekan kerjaku yang sangat baik padaku, dia menyatakan cintanya padaku ketika aku sedang terpuruk karena gagal mengungkap pelaku pembunuhan yang telah menghabisi seorang wanita tak bersalah, karena keteledoranku itu, pelaku yang tidak bisa kutangkap itu malah membunuh orang lagi, saat itu aku hampir dipindahtugaskan ke daerah lain, namun berkat Bagas aku tidak jadi dipindahtugaskan. Saat itu aku tidak memiliki satu orangpun yang bisa menghiburku atau sekedar memahami kondisiku, dan Ervin datang dengan membawa perhatian yang kubutuhkan, sehingga begitu dia menyatakan cintanya, aku pun menerimanya. Seharusnya aku tidak memilih menjadi polisi, jika mentalku selemah itu. Aku baru menyadari kekeliruanku setelah beberapa hari berikutnya. Dan dua minggu kemudian aku langsung memutuskan hubunganku dengan Ervin. Meskipun demikian, Ervin tetap membantuku ketika aku membutuhkan bantuan informasi untuk kasusku, seperti sekarang ini. Ketika aku menghubunginya utnuk meminta bantuannya, dia dengan sigap membantuku, tanpa protes atau bahkan benci padaku. Aku merasa sangat bersalah padanya, kenapa oarng sebaik Ervin menyukai wanita dingin dan tidak tahu diri sepertiku? Dia bisa mendapatkan wanita manapun yang jauh lebih baik dibanding aku, tapi jika hal itu terjadi, pasti aku akan sangat kehilangan sosoknya. Aku seperti tidak memiliki prinsip, disayang tidak mau, diambil orang juga tidak mau. Apakah semua wanita juga mengalami apa yang kurasakan saat ini? Pantas saja laki-laki begitu sulit memahami wanita, toh kebanyakan wanita juga tidak bisa memahami apa maunya sendiri.             “Lalu, apa kamu sudah menyelidiki siapa laki-laki berjaket hoodie ini?”             “Belum, itu urusan para detektif,”             “Ehm, apa saja yang ada di dalam kantong keresek itu?”             “Dilihat dari struknya wanita itu hanya membeli satu pak roti tawar, satu botol air mineral ukuran jumbo dan juga beberapa snack, tidak ada yang aneh. Dan semua makanan itu rusak, tak ada yang tersisa,”             “Oke, kalau begitu aku akan menyerahkan rekaman CCTV ini pada atasanku. ehm, terimakasih atas bantuannya. Saya permisi.” Ujarku pada Ervin, kulihat dia hanya menganggukkan kepalanya, aku segera berlalu menuju mobil disusul oleh Ario yang membawa laptopku. **             Setibanya di kantor polisi pusat, aku segera menemui Bagas dan menyerahkan flash disk berisi rekaman CCTV dan juga tas korban. Flash disk yang berisi rekaman CCTV diambil oleh Bagas, dan dia selidiki dengan bagian IT, sedangkan tas korban dia serahkan padaku untuk ditelusuri.             “Pelaku akan segera ditangkap dalam waktu kurang dari 24 jam ini, saya akan mengerahkan segala cara untuk menangkap si pelaku itu, biarkan si pelaku menjadi urusanku. Dan kau fokus saja mencari keluarga korban, pihak rumah sakit menelponku tadi, bahwa kondisi korban semakin melemah, jadi kau harus segera menemukan keluarga korban.” Ujar Bagas dengan gayanya yang selalu ngebossy. Aku tidak mengatakan apapun dan berlalu pergi sambil mengambil kembali tas milik Maya tanpa keluhan lagi seperti tadi pagi.             Aku duduk di meja kerjaku sejenak, sambil mencatat alamat rumah yang tertera dalam kartu donor organ milik Maya.             “Ayo kita pergi ke daerah X, di sana tempat tinggal Maya!” Perintahku pada Ario yang sedang memakan mie ayam di meja kerjanya. Mendengar perintahku, Ario buru-buru mengambil air minum dan langsung mengejarku, tak dilihat lagi mie ayam yang masih tersisa banyak di mangkuknya.             Aku dan Ario tiba di suatu tempat kost kumuh, aku bertanya pada beberapa orang tentang letak rumah induk semang pemilik tempat kost kumuh itu. Setelah berhasil mendapatkan alamat rumah pemilik tempat kost, aku dan Ario segera menuju ke sana.             “Saya tidak begitu kenal dengan Maya, soalnya dia selalu mengurung diri di kamarnya, tapi dia tidak pernah sekalipun telat membayar uang kost.” Kata induk semang Maya ketika aku bertanya tentang Maya padanya.             “Jadi Maya itu sama sekali tidak bekerja dan hanya diam di kamar kostnya begitu? Apakah ibu pernah melihat Maya bersama teman-temannya?” Tanyaku.             “Tidak, saya tidak pernah melihatnya bersama teman-temannya, semenjak dia menyewa kamar kost, saya jarang melihat Maya keluar kamarnya, kecuali jika dia pergi belanja kebutuhan sehari-harinya, saya juga tidak tahu dia bekerja apa, tapi dia sering terlihat sering berbelanja baik offline maupun online. Beberapa kali saya melihat kurir berulang kali mencarinya.”             “Bisa, saya meminjam kunci kamar kostnya?” Pintaku, induk semang itu menganggukkan kepalanya dan mengambil kunci yang kumaksud.             “Maaf sebelumnya, apa Maya terlibat kejahatan sehingga polisi mencarinya?” Tanya induk semang itu sambil takut-takut.             “Tidak, justru Maya saat ini sedang mengalami koma di rumah sakit akibat mengalami tabrak lari dan saya bertugas untuk mencari keluarganya.”             “Ya Alloh, kasihan sekali dia, dia memang tidak pernah berinteraksi dengan orang-orang di daerah sini, dan saya merasa bersalah tidak pernah mau mengetahui identitas orang-orang yang menyewa kamar kost saya. Saya benar-benar menyesal.”             “Iya, mungkin kedepannya ibu harus mengkroscek dulu atau sekedar melihat KTP orang-orang yang ingin menyewa kamar kost ibu, agar tidak ada hal seperti ini lagi, ibu tidak pernah tahukan, bisa saja ada penyewa kamar kost ibu yang terlibat kejahatan. Maka dari itu perlu ada konfirmasi identitas,” ujarku panjang lebar, induk semang itu hanya mengangguk bersalah, dia lalu menyerahkan kunci kamar kost yang ditempati oleh Maya kepadaku.             Aku dan Ario memasuki kamar kost berukuran 3x3, meskipun kecil tapi kamar kostnya terlihat rapi dan bersih, dinding wallpaper bercorak bintang menghiasi kamar kost Maya. Ada beberapa poster bergambar planet yang tertempel di dinding. Tempat tidur lipat yang digulung rapi di sudut kamar, meja kayu pendek berbentuk persegi tergeletak di tengah-tengah ruangan dan juga lemari kayu tua yang disediakan oleh induk semangnya. Aku mengintruksikan pada Ario untuk mencari sesuatu yang dianggap penting seperti foto atau kartu identitas lainnya. Di dalam laci lemari aku menemukan sebuah kotak kecil yang terbuat dari kardus, namun di dalamnya hanya ada beberapa perhiasan perak berupa kalung berbentuk sebelah hati dan cincin berinisial R. Namun aku tidak menemukan apapun di perhiasan tersebut. Aku berharap menemukan sebuah kunci yang menggembok buku catatan Maya, tapi aku tak menemukannya.             “Alya, aku menemukan beberapa barang berharga milik korban!” Seru Ario senang, dia menghampiriku sambil membawa barang temuannya itu. Aku melihat sebuah tas jinjing agak besar dan membuka isinya, sebuah buku tabungan yang memiliki saldo aktif berjumlah dua juta rupiah, sebuah album foto berukuran mini dan juga satu unit laptop. Aku tersenyum pada partner kerjaku seperti mendapatkan harta karun, aku yakin dalam laptopnya pasti ada beberapa folder penting yang bisa memberikan kami petunjuk. Namun sayangnya aku tetap tidak menemukan kunci yang kumaksud, meskipun aku sudah mencarinya ke dalam sela-sela tas bahkan sudah mengubek-ubek seluruh tempat di kamar tersebut. Karena waktu sudah hampir malam, aku memutuskan untuk pergi sambil membawa beberapa barang-barang yang dirasa berguna untuk penyelidikan nanti. Kami segera kembali ke mobil setelah sebelumnya menyerahkan kunci kamar kepada induk semang Maya.             “Apa kita akan pergi ke kantor?” Tanya Ario ketika kami sudah berada dalam mobil.             “Antarkan saja aku pulang,” jawabku, aku benar-benar letih, apalagi sudah beberapa hari ini aku selalu tidur sangat larut, semakin hari insomniaku semakin parah saja.             “Lalu barang-barangnya?” Tanya Ario lagi sambil melirik dua tas milik Maya.             “Barang-barang itu biar di tempatku saja, aku akan mencoba untuk menyelidikinya nanti di rumah. Oia, apa kamu bisa membuka kunci gembok?”             “Kunci gembok? Ehm, mungkin bisa kucoba, memangnya apa yang ingin kau buka?”             “Buku catatan milik korban, aku tidak menemukan kuncinya, jadi lebih baik aku membukanya paksa tanpa merusaknya.”             “Baik,”             Setibanya di rumahku, Ario mencoba membuka kunci gembok buku catatan milik Maya menggunakan jepit rambut millikku, aku tidak tahu apa itu berhasil atau tidak, tapi teknik itu bisa saja berhasil. Sambil menunggu Ario membuka kunci, aku membersihkan diriku di kamar mandi, karena tadi pagi ketika berangkat ke kantor aku sama sekali tidak sempat untuk mandi. Begitu selesai, terlihat buku catatan itu sudah berhasil terbuka sedangkan Ario sudah bersiap-siap hendak pergi begitu melihatku.             “Kau berhasil rupanya, terimakasih.” Kataku senang, Ario tersipu dipuji olehku.             “Hanya segini saja kok, bukan hal yang besar.” Jawabnya sambil menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. “Ya sudah, hari sudah malam, kau bisa pergi.” Ucapku dingin, Ario mengangguk dan segera berpamitan. Begitu Ario pergi, aku langsung membaca buku catatan milik Maya, tulisannya yang tidak terlalu rapi namun masih tetap terbaca. Aku mulai membaca sebuah kisah orang lain yang sama sekali tidak kukenal, sebuah awal yang membuatku merubah pola pikirku selama ini. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD