Episode 6

1075 Words
Lilly siap menyambut harinya dengan penuh semangat. Setelah ia memutuskan kembali ke Jakarta beberapa waktu lalu, setelah ia mendapat tawaran pekerjaan di salah satu perusahaan ternama di Jakarta. Beruntunglah karena ia tidak perlu susah payah mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya, berkat bantuan Kakaknya, Ronald. Nama Ronald begitu terkenal dan lumayan berpengaruh di dunia bisnis, siapa yang tidak mengenal sosok Ronald, yang mendapat julukan manusia bertangan dingin. Proyek apapun yang dikerjakannya selalu berakhir sukses besar, membuat beberapa orang berlomba, ingin bekerja sama dengannya. Namun sayangnya untuk saat ini Ronald sedang berada di Spanyol untuk beberapa alasan, tapi itu tidak membuatnya kesulitan mendapatkan banyak informasi. Salah satunya, yaitu perusahaan milik John. Ronald sudah sejak lama mengenal John, mereka berdua berteman cukup baik beberapa tahun belakang. Sehingga Ronald menyarankan Lilly, bekerja padanya. Selain karena lebih mudah mengawasi Lilly, juga karena Ronald tahu kemampuan yang dimiliki adiknya itu. Lilly sangat mahir menjadi sekretaris, dan secara kebetulan John membutuhkan sekretaris, untuk mendampinginya. Hampir dua minggu Lilly bergabung menjadi sekretaris John dan sejauh ini pekerjaannya baik-baik saja, tidak ada kendala apapun. Hari ini seperti yang sudah pernah John katakan, mereka akan bertemu dengan salah satu rekan bisnis, di daerah Tangerang. Tentu saja Lilly sudah mempersiapkan diri dengan berbagai macam dokumen yang sudah disalinnya kedal Ipad miliknya, dan tidak lupa ia pun mempersiapkan diri dengan berpenampilan menarik, dengan mengenakan salah satu pakaian terbaiknya. Lilly menyukai warna pastel, dan untuk kali ini ia mengenakan warna kesukaannya itu. Rombongan Lilly dan John tiba lebih awal lima belas menit dari calon rekan bisnis mereka. Sementara menunggu orang tersebut sampai, Lilly terlebih dahulu mengisi perutnya dengan sepiring sushi. Kebetulan ia tidak sempat menyantap sarapan paginya terlebih dahulu, dan menjadi sebuah keuntungan untuknya karena ternyata orang yang akan mereka temui terlambat. Sebenarnya tujuan dari pertemuan antara dua perusahaan itu tidak terlalu formal, mengingat sebelumnya mereka sudah pernah melakukan kerja sama sejak lama, bahkan tempat yang mereka sepakati bukan tempat formal seperti biasanya, mereka justru memilih tempat makan Jepang semi privat. Jelas mereka tidak akan membahas sesuatu yang penting, itu lah yang bisa Lily tangkap untuk urusan bisnis kali ini. "Kenapa kamu makan terlebih dahulu?" Tanya Daniel heran. "Aku lapar," jawab Lilly dengan mulut dipenuhi sushi. "Bukankah kita datang kesini untuk makan siang, sekaligus berbisnis?" Lilly menelan susah payah potongan sushi dan menenggak ocha dingin, sebelum ia menjawab pertanyaan Daniel. "Memang. Tapi aku tidak mungkin leluasa makan seperti ini, jika dihadapanku ada orang asing." Lilly memiliki nafsu makan tinggi, ia bisa menghabiskan beberapa piring sushi dalam satu kali makan. "Malu?" Lilly kembali mengangguk, dan kembali memasukan satu suap sushi kedalam mulutnya. "Kenapa di hadapanku kamu tidak merasa malu?" "Untuk apa? Dan kenapa aku harus malu padamu? Kita kan teman." Daniel bersecak, menggelengkan kepalanya tidak percaya. Beruntunglah Lilly cantik, jika tidak Daniel akan menganggapnya alien aneh dan jelek. Untuk saat ini Daniel hanya memanggilnya alien rakus saja, tidak ada embel-embel Jelek. Karena Lilly memang cantik, namun ia memiliki selera makan yang sangat banyak. "Mungkin perutmu itu terbuat dari karet, makan sebanyak apapun kamu tidak pernah terlihat gemuk." Lanjut Daniel, sambil mengusap perutnya yang sedikit buncit. "Sebaiknya kamu segera mendaftarkan diri di tempat olahraga. Sebab wanita jaman sekarang lebih suka lelaki sixpack, daripada lelaki one pack seperti itu," Lilly menunjuk perut buncit Daniel dengan dagunya. Daniel menatap Lilly dengan sorot mata tajam. Selama ini tidak pernah ada satu orangpun yang berani berkata seperti itu padanya, dan baru kali ini ia menemukan rekan kerja seperti Lilly. "Memperbaiki penampilan itu penting, terlebih kalau sudah berusia lewat empat puluh tahun dan belum menikah." Mata Daniel membulat, ia tidak percaya Lilly akan membahas masalah status pribadinya di tempat terbuka seperti ini. Lilli baru saja bergabung dengannya di perusahaan milik John, tapi wanita itu sudah mengetahui status lajang yang masih di sandangnya hingga saat ini. Sungguh luar biasa sekali wanita blasteran di hadapannya ini. "Setidaknya aku masih perjaka!" Daniel membela diri. "Banyak diluar sana lelaki tampan, tapi sudah tidak perjaka. Percuma saja kan?" Lilly terbahak-bahak mendengar jawaban Daniel. "Tampang dan otakmu ternyata sama ya. Sama-sama kolot. Jaman sekarang perjaka atau tidak, itu tidak berpengaruh." Lilly benar-benar tidak habis pikir dengan cara pandang Daniel, di jaman seperti ini dia salah satu lelaki yang masih mengutamakan status perjaka dan perawan, sebagai patokan wajib mencari pasangan hidup. "Atau jangan-jangan kamu juga sudah tidak perawan lagi?" Selidik Daniel. "Benar bukan?" Kali ini Daniel tersenyum pongah, ketika Lilly tidak menjawab pertanyaannya. "Ya Tuhan, kasihan sekali calon suamimu nanti. Dia pasti kecewa karena istrinya sudah tidak gadis." Kali ini giliran Daniel tertawa. Sementara Lilly menatap Daniel jengah. "Sok tau!" Elak Lilly. "Kamu tidak mungkin diam saja ketika aku bertanya. Diamnya kamu, berarti iya." "Terserah kau saja!" Lilly menaruh sumpit dengan cukup keras. Seharusnya ia memang tidak menyinggung perihal keperjakaan Daniel, karena lelaki itu kini tau kelemahannya. Merasa kini ia memiliki senjata untuk menyerang balik setiap ucapan pedas Lilly, Daniel semakin merasa tertantang. Sesekali Daniel melirik Lilly dengan tatapan mengejek, membuat Lilly kesal. "Kalau begitu aku akan mencari suami duda, biar sama-sama pernah melakukan hal itu!" Tegas Lilly, yang semakin membuat Daniel tertawa terpingkal-pingkal. "Cari saja sana gadis tulen yang mau dijadikan istri oleh bapak-bapak paruh baya sepertimu. Karena sebentar lagi aku pasti akan segera menikah, dengan duda tampan dan kaya." "Aku doakan duda itu memiliki anak super menyebalkan, agar bisa menaklukan ibu tiri cerewet sepertimu." Mereka berdua tidak hentinya saling mengejek satu sama lain. Sementara itu John tidak terlalu memperhatikan perdebatan antara dua karyawannya, ia sibuk memainkan ponselnya, dengan sesekali menyesap minuman dingin yang dipesannya. "Mereka sudah dekat, sebaiknya hentikan perdebatan konyol kalian." Ucao John dengan nada suara tenang. Beruntunglah kali ini Lilly memiliki bos seperti John, yang tidak terlalu banyak menuntut. Bahkan John tidak pernah mempermasalahkan keributan antara dirinya dan Daniel. John hanya selalu mengingatkan agar Lilly bisa menjaga sikap di hadapan klien, agar sifat bar-barnya hanya diketahui rekan kerjanya saja. Lilly merapikan pakaian dan juga penampilannya, ia harus terlihat anggun dan tenang di hadapan orang lain. Terdengar langkah kaki kian mendekat, dan suara John menyapa seseorang. Begitu namanya mulai disebut hendak di kebalkan John. "Ini Daniel, dan ini asisten pribadi sekaligus sekretarisku Rose." Lilly mendongkak hendak menyalami orang tersebut. Senyum Lilly mengembang begitu ia mengenali salah satu sosok lelaki yang masih berdiri menjulang di hadapannya. Ternyata takdir memang berputar mengelilingi mereka berdua, kemanapun mereka pergi pada akhirnya mereka akan kembali bertemu. "Rose," Lilly mengulurkan tangannya. Sementara itu lelaki di hadapannya tampak ragu menerima uluran tangannya. "Darren," akhirnya uluran tangannya terbalas. Dalam hati, Lilly bersorak gembira. Akhirnya ia tahu nama lelaki yang sempat ditemuinya beberapa bulan lalu di Spanyol.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD