TUK TUK I'M IN LOVE - 05

1268 Words
TTIL.05 - ATURAN PERNIKAHAN KEKAISARAN (2)         Setelah Davina selesai merias wajah dan menata rambutku, kami berbincang-bincang bersama di sofa yang ada di dalam ruang wardrobe. Countess Sophie pun juga ikut berbincang-bincang sambil memasangkan beberapa perhiasan padaku. Ia memasangkan perhiasan yang indah itu dengan sangat hati-hati dan juga teliti.       “Selesai. Yang Mulai benar-benar terlihat sangat cocok dengan perhiasan ini.” Countess Sophie berbicara sambil tersenyum padaku.       Aku membalas senyumannya itu dan berkata, “Terima kasih Countess Sophie.”       “Selera Yang Mulia Kaisar benar-benar bagus. Selain pintar memilih berbagai barang yang bagus, Yang Mulia Kaisar juga sangat pintar memilih calon permaisuri yang sangat cantik ini.”       “Kamu sangat berlebihan Countess Sophie. Jujur, sebenarnya hingga saat ini aku sangat gugup. Aku masih tidak percaya jika Yang Mulia Kaisar akan menikahiku wanita biasa ini.”       Di tengah-tengah perbincangan kami di ruang wardrobe, Helen datang dari luar kamar dengan sebuket bunga berwarna putih di tangannya. Buket bunga itu terdiri dari beberapa bunga yang tidak aku ketahui. Aku yang baru pertama kali melihat buket bunga seperti itu bertanya pada Helen, “Helen, buket bunganya indah sekali. Itu buket bunga apa?”       “Buket bunga ini terdiri dari beberapa bunga, Yang Mulia. Bunganya terdiri dari Lily of the Valley, Stephanotis pips, baby blue thistles, white spray rose, trilling ivy dan juga myrtle.” Helen berbicara sambil tersenyum dan memberikan buket bunga tersebut padaku.       “Indah sekali.” Aku menerima buket bunga itu dengan wajah kagum.       “Iya, Yang Mulia. Buket bunga ini sangat indah. Dan sesuai tradisi Kekaisaran Oeste yang turun temurun, setiap anggota kekaisaran yang akan menikah diwajibkan memakai bunga myrtle pada buket bunga yang akan ia pakai. Karena bunga myrtle adalah lambang cinta, pernikahan dan kesuburan. Bunga myrtle atau bunga murad adaah sejenis tanaman hias liar dengan bentuk bunga kecil dan biasanya  berwarna putih. Dan meski bunga myrtle adalah bunga liar, tapi bunga ini sangat indah.”       Aku, Countess Sophie, Davina dan juga Helen mengobrol di ruang wardrobe sambil menunggu panggilan untuk keluar kamar. Kami mengobrol bersama membahas berbagai topic pembicaraan sembari menikmati teh chamomile dan juga beberapa kudapan yang telah di bawakan oleh Helen tadi. Meski sebenarnya saat ini aku merasa sangat gugup, kehadiran mereka bertiga menemaniku membuatku sedikit relaks.       “Permisi Yang Mulia. Sekarang kita sudah siap untuk upacara pernikahan. Sudah waktunya kita ke The Imperial Palace.” Terdengar suara Master Tristan dari balik pintu ruang wardrobe memanggilku.       “Baik, sebentar lagi kami akan keluar.” Countess Sophie yang duduk di hadapanku menjawab ucapan Master Tristan yang baru saja terdengar. Ia bangkit dari sofa dan berjalan kearaha sudut ruangan mengambil sesuatu.       Davina dan Helen yang sudah berdiri membantuku bangkit dari sofa. Kemudian mereka merapikan gaun pernikahanku dan juga membawakan beberapa barang keperluanku. Sedangkan Countess Sophie yang kini telah berdiri di sampingku memberikan buket bunga untukku pegang, lalu mendampingiku keluar kamar yang juga diikuti oleh Helen dan Davina dari belakang.       Aku berjalan bersama beberapa orang pendampingku di koridor istana melewati pilar-pilar yang berjejer begitu banyak dan rapi. Istana Kekaisaran Oeste dimana aku berada sekarang ini memiliki banyak pilar besar dan kokoh yang menyanggah di hampir setiap bagian bangunan istana. Pilar-pilar yang berdiri kokoh ini menambah kemegahan istana Kekaisaran Oeste yang kental dengan gaya aristrokat dengan berbagai detil yang hampir ada di setiap permukaan bangunan. Pilar-pilar dan juga setiap sudut ruangan yang aku lewati dihiasi sedemikian rupa hingga terlihat begitu indah. Dan saat ini aku merasa seperti berada di negeri dongeng.       “Apa yang mulai merasa gugup?” Tiba-tiba Countess Sophie bertanya padaku yang berjalan di sampingnya.       Aku menganggukan kepalaku dan berkata dengan gugup, “Ya, aku sangat gugup Countess Sophie. Saat ini aku sangat gugup, bahkan lebih gugup dari pada saat kita masih berada di dalam kamar tadi.”       Countess Sophie menepuk penggung tanganku dengan lembut sembari menolah dan tersenyum padaku. “Ya, aku pernah mengalami hal seperti ini di hari pernikahanku dengan Count Willeem. Hari itu terasa sangat menegangkan. Saking gugupnya sampai-sampai tubuhku mengeluarkan keringat dingin. Bahkan saat itu aku sempat berpikir untuk lari dari upacara penikahan.”       Aku tertawa kecil mendengar cerita Countess Sophie yang menceritakan pengalaman di hari pernikahanya. Dengan sedikit ragu, aku pun bertanya pada Countess Sophie. “Countess Sophie, apa saat ini aku terlihat sangat gugup? Apa saat ini telapak tanganku mengeluarkan keringat dingin?”       “Ya, saat ini tangan Yang Mulia sedingin es. Tapi itu sangat wajar bagis eorang calon pengengin yang akan melakuakan prosesi pernikahan. Jangan gugup, Yang Mulia Kaisar akan selalu berada disamping Yang Mulia nanti. Jadi Yang Mulia tidak usah gugup.”       “Tapi…yang aku gugupkan bukan prosesi pernikahannya, Countess Sophie. Yang aku gugupkan saat ini adalah saat bertemu dengan orang-orang dari kalangan bangsawan dan juga para rakyat Kekaisaran Oeste. Ini untuk pertama kalinya aku akan tampil di depan khalayak ramai sebagai seorang istri dari Kaisar Baldwin.”       “Yang Mulia Kaisar akan lebih banyak membantu Yang Mulia nantinya saat berhadapan dengan hal-hal yang belum pernah Yang Mulia lalui. Tenanglah, semua akan baik-baik saja Yang Mulia.” Countess Sophie berusaha menenangkanku dengan tersenyum dan kembali menepuk punggung tanganku yang ada di lengannya dengan lembut.       “Countes Sophie, apa ayahku sudah datang?” Tiba-tiba aku teringat pada ayahku yang sudah beberapa bulan terkahir tidak ku lihat.       Selama berada di Kekaisaran Oeste aku belum pernah bertemu dengan ayahku sekalipun. Terakhir kali aku bertemu dengan beliau adalah ketika aku mengunjungi beliau di sel tahanan beberapa bulan lalu sebelum kembali ke Bangkok untuk bekerja. Dan beberapa hari sebelum hari pernikahanku ini, Kaisar Baldwin telah berjanji padaku bahwa ia akan mengeluarkan ayahku dari penjara dan menghadirkan ayahku di hari pernikahan kami. Ia adalah pria yang benar-benar menepati janjinya.       “Ayah Yang Mulia dan juga beberapa orang terdekat telah datang sehari yang lalu ke istana ini Yang Mulia. Marquis Andrew telah mengatur semuanya sesuai dengan perintah Yang Mulia Kaisar.” Countess Sophie menjawab pertanyaanku.       Saat aku dan beberapa orang pelayanku, serta Master Tristan yang merupakan pengawal pribadiku melewati koridor istana yang sangat panjang menuju The Imperial Palace, tiba-tiba aku mendengar deruan knalpot yang terdengar sangat familier. Deruan knalpot yang sangat ramai itu membuatku memikirkan apa yang sedangku dengar. Dengan wajah peanasaran aku pun bertanya, “Suara apa itu?”       “Itu suara knalpot Tuk Tuk yang sedang berjalan menuju halaman The Imperial Palace, Yang Mulia.” Master Tristan menjawab pertanyaanku.       “Tuk tuk? Apa di Kekaisaran Oeste juga ada Tuktuk?”       “Tidak Yang Mulia. Di Kekaisaran Oeste tidak ada Tuktuk.” Helen yang berajalan di belakangku bersama Davina menjawab pertanyaanku.       “Lalu bagaimana bisa ada Tuktuk di Kekaisrana Oeste.”       “Itu karena cinta Yang Mulia Kaisar Baldwin terhadap Yang Mulia.” Helen tertawa kecil menjawab pertanyaanku lalu berkata, “Sesuai dengan tradisi yang ada di Kekaisaran Oeste, setiap pengantin baru dari keluarga kekaisaran harus menaiki coach milik kekaisaran menuju istana kediamannya. Tapi kali ini Yang Mulia Kaisar Baldwin telah merubah tradisi itu menjadi lebih modern. Yang Mulia Baldwin telah memesan seratus unit Tuktuk sebagai pengganti coach dan juga untuk mengiring pengantin nati.”       Aku hanya bisa diam tersenyum malu mendengarkan penjelasan mereka. Aku tidak menyangka Kaisar Baldwin akan melakukan semua ini untukku di acara pernikahan kami. Ternyata ia masih mengingat kenangan manis kami bersama saat ia masih menjadi seorang pengendara Tuktuk, dan bukan seorang pangeran. Semua kenangan itu terasa sangat manis, ucapku membatin.       Ditengah-tengah perjalanan kami menuju The Imperial Palace, tiba-tiba Marquis Andrew hadir di hadapan kami. Ia yang baru saja muncul dari balik pilar yang ada di hadapanku kini pun berkata dengan kepala sedikit menunduk, “Maaf Yang Mulia. Bolehkah aku meminta waktu Yang Mulia sebentar?”       “Boleh. Apa ada yang ingin kamu katakan Marquis Andrew?”       “Ada, Yang Mulia.”       “Katakanlah!”       Dengan wajah sedikit canggung, Marquis Andrew kembali berkata, “Maaf Yang Mulia, bukan aku bermaksud lancang. Apa kita boleh bicara hanya berdua saja?”       “Apa kamu tidak bisa mengatakannya disini saja Marquis Andrew?” Countess Sophie bertanya dengan wajah bingung.       Aku terdiam sejenak sebelum mengiyakannya. Aku memperhatikan gelagat Marquis Andrew yang sedikit berbeda dari biasanya. Dan aku merasa memang ada hal penting yang harus ia katakana padaku tanpa diketahui orang lain. “Baiklah.”       “Kalau begitu mari ikut aku, Yang Mulia.” Marquis Andrew mengulurkan tangannya mempersilahkanku untuk berjalan duluan.       “Kalian tunggu aku disini sebentar.” Aku berbicara pada pelayanku dan berlalu pergi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD