TUK TUK I'M IN LOVE - 04

1283 Words
TTIIL.04 - TRADISI PERNIKAHAN KEKAISARAN (1)         Aku duduk di tengah ruang wardrobe bersama beberapa pelayan yang selalu melayaniku. Aku duduk dengan mengenakan jubah mandi yang menutupi tubuh, sedangkan salah satu pelayan mengeringkan rambutku denga hairdryer, dan yang lainnya mempersiapkan beberapa hal yang aku butuhkan nanti. Mereka tidak mengizinkanku untuk melakukan apapun. Dan hal ini membuatku merasa sedikit bosan. Karena aku telah terbiasa melakukan apapun sendiri, setelah hidupku berubah dari nona besar keluarga Zeline menjadi gadis biasa.       Saat salah satu pelayan mengeringkan rambutku, Helen muncul dar balik pintu dengan sebuah nampan di tangannya. Nampan yang berisikan secangkir teh itu diletakkan Helen di atas meja yang ada di sampig sofa tempatku duduk, “Yang Mulia, minumlah teh chamomile ini selagi hangat.”          “Teh chamomile? Biasanya kamu membawakan teh hijau untukku, Helen.”       “Kali ini sedikit berbeda Yang Mulia. Yang Mulia Kaisar memintaku membawakan teh chamomile ini untuk Yang Mulia. Karena teh chamomile ini bermanfaat untuk menjadikan tubuh rileks. Kandungan glisin dan asam amino yang terkandung di dalamnya dapat menghilangkan ketegangan sel-sel saraf.” Helen menjelaskan dengan panjang lebar.       Aku tersenyum pada Helen sembari berkata, “Terima kasih, Helen. Sepertinya Yang Mulia sangat tahu bahwa aku saat ini sedang gugup. Ia benar-benar perhatian.”       “Karena Yang Mulia Kaisar sangat mencintai Yang Mulia. Beliau juga menikahi Yang Mulia karena cinta, bukan karena hubungan diplomatic. Jadi wajar jika Yang Mulia Kaisar sangat memperhatikan Yang Mulia.”       “Terima kasih Helen, karena kamu telah baik padaku yang bukan dari keluarga bangsawan ini.”       “Sudah seharusnya Yang Mulia.” Helen tersenyum padaku.       Tidak lama kemudian Countess Sophie memasuki ruang wardrobe dengan sebuah gaun putih yang sangat indah di tangannya. Ia berjalan sedikit lambat dan sangat hati-hati seolah gaun yang ia bawa adalah benda paling berharga dan juga berat. Begitu juga dengan Davina, ia berjalan di belakang Countess Sophie membawa sebuah kotak besar yang terlihat sulit untuk ia bawa.       “Yang Mulia, ini gaun pengantin yang harus Yang Mulia pakai untuk acara penikahan hari ini.” Countess Sophie berbicara sambil berjalan mendekatiku dengan gaun ditangannya.       Aku bangkit dari sofa dan tersenyum melihat gaun pengantin yang dibawakan oleh Countess Sophie ke hadapanku, “Indah sekali. Gaunnya terlihat indah dengan warna putih dan telihat sangat elegan dengan lace bertabur mutiara dan juga bunga-bunga putih 3 dimensi sebagai pelengkapnya. ”       “Sepertinya Yang Mulia sangat tahu tentang fashion.” Countess Sophie berbicara sambil membantuku memakai ballgown ke tubuhku.       “Hanya tahu sedikit, Countess Sophie. Karena sebelum kesini setiap harinya aku melihat pakaian wanita. Aku juga pernah bekerja di bridal boutique saat berada di Bangkok. Apa setiap mempelai wanita di kekaisaran ini harus memakai gaun pernikahan berwarna putih, Countess Sophie?”       “Ya, Yang Mulia. Karena ini sudah menjadi tradisi Kekaisaran Oeste turun temurun. Dan setiap gaun pernikahan akan dipilihkan oleh Permaisuri sebelumnya untuk calon permaisuri berikutnya.”       “Apa ini gaun yang dipilihkan Permaisuri Chalista untukku, Countess Sophie?”       Countess Sophie terdiam sejenak lalu menjawab pertanyaanku dengan hati-hati, “Ya, Yang Mulia. Ini adalah gaun pengantin yang telah di pilihkan oleh Permaisuri Chalista untuk Yang Mulia.       “Apa dulu ia juga memakai ballgown yang berat seperti ini di hari pernikahannya dengan mendiang Kaisar Samuel Cyrille?”       “Sebenarnya para pengantin wanita kekaisaran akan menggunakan gaun pengantin yang sangat simple dan tidak seribet ini Yang Mulia. Tapi tidak tahu kenapa Permasuri Chalista memilihkan ballgown  ini untuk Yang Mulia.”       Dengan segera Helen menanggapi ucapan Countess Sophie. “Itu karena Permaisuri Chalista tidak menyukai Yang Mulia Rhea. Ia pasti berniat untuk membuat Yang Mulia merasa kesulitan saat memakai gaun ini nanti.”       “Ssssst…. Helen, jaga ucapanmu. Bisa-bisa ada yang melaporkan ucapanmu pada Permaisuri Chalista.” Countess Sophie menegur Helen yang berbicara dengan lancang.       “Tidak apa-apa, Countess Sophie. Aku malah sangat menyukai ballgown ini. Karena dari dulu aku selalu bermimpi memakai ballgown indah di hari pernikahanku.”       Setelah Countess Sophie membantuku memakaikan ballgown yang lumayan rumit ini ke tubuhku, Davina yang dari tadi berdiri di belakangku segera melakukan tugasnya. Ia membantuku menata rambut dan memasangkan tiara di kepalaku sembari berkata, “Seperti halnya tiara ini. Tiara ini juga dipilihkan oleh Permaisuri Chalista untuk yang mulia.”       “Davina, berhenti sebentar! Jangan teruskan memakaikannya pada Yang Mulia.” Tiba-tiba Countess Sophie mencegah Davina memasangkan tiara di kepalaku. Ia berjalan mendekatiku sambil memeprhatikan tiara yang masih ada di tangan Davina. “Tiara ini tidak cocok untuk di pakai Yang Mulia dengan ballgown ini. Terlalu kecil dan sangat bertolak belakang.”       “Apa Permaisuri Chalista berusaha untuk mempermalukan Yang Mulia Rhea?” Helen kembali bersuara dengan wajah penasaran.       “Tunggu sebentar, aku akan keluar untuk mengambil tiara yang lainnya.” Countess Sophie berbicara sambil melangkah menjauhi kami menuju pintu kamar.       “Countess Sophie…tidak usah mencari yang lain. Aku pakai ini saja. Rasanya sangat tidak sopan jika aku tidak memakai tiara pemberian Yang Mulia Permaisuri.”       “Apa Yang Mulia yakin akan memakai tiara ini dengan ballgown itu? Tiara ini sangat kecil dan tidak cocok dengan ballgown itu.” Countess Sophie membalikkan tubuhnya kembali menghampiriku.       “Ya, tidak apa-apa. Aku menyukainya. Lagi pula tiara ini tidak akan terlalu diperhatikan orang-orang.”       “Yang Mulia, tiara itu sangat penting karena Yang Mulia adalah calon permaisuri Kekaisaran Oeste. Selain itu ini adalah hari pernikahan Yang Mulia.” Davina menyela pembicaraankun dengan Countess Sophie.       “Sungguh, tidak apa-apa Davina.” Aku tersenyum padanya.       Tidak lama kemudian seorang pelayang datang memasuki ruang wardrobe sembari berkata, “Maaf Yang Mulia. Di luar kamar ada Marquis Andrew ingin menghadap Yang Mulia.”       “Persilahkan ia masuk.”       “Baik, Yang Mulia.” Pelayan itu berjalan mundur meninggalan ruang wandrobe menuju pintu masuk kamar.       Beberapa saat kemudian Marquis Andrew memasuki ruanganku dengan sebuah kotak kaca berisikan tiara di tangannya. Aku yang baru saja keluar dari ruang wardrobe menyapanya dengan senyuman. “Marquis Andrew…. Ada apa kamu menemuiku?”       Marquis Andrew tidak menjawab pertanyaanku. Ia berdiri tertegun dengan wajah takjub menatapku yang berdiri di hadapannya tanpa mengedipkan matanya. Aku pun kembali menyapanya dengan wajah bingug, “Marquis Andrew?”       “Ah…Maaf Yang Mulia.” Marquis Andrew yang baru saja sadar dari lamunannya menundukan sedikit kepalanya mengadapku.       “Ada apa kamu menemuiku?”       “Yang Mulia Kaisar Baldwin memintaku untuk mengantarkan tiara ini kepada Yang Mulia.”  Marquis Andrew mengulurkan tangannya memberikan kotak kaca yang berisikan tiara itu ke hadapanku dan berkata, “Yang Mulia Kaisar meminta Yang Mulia untuk memakasi tiara ini di upacara pernikahan nanti.”       Countess Sophie yang berdiri di sampingku menerima kota kaca berisi tiara itu, lalu memberikanya pada Davina yang berdiri di belakanganya. Aku yang masih berdiri di hadapan Marquis Andrew pun berkata, “Terima kasih. Tapi kenapa Yang Mulia Kaisar memberikan tiara ini untukku? Aku telah memiliki tiara yang diberikan oleh Permaisuri Chalista.”       “Karena Yang Mulia Kaisar ingin Yang Mulia memakai tiara pemberiannya di upacara pernikahan nanti.”       “Tapi…bukankah sudah tradisinya pengantin wanita akan memakai tiara yang dipilihkan oleh Permaisuri di hari pernikahannya?”       “Maaf Yang Mulia. Aku hanya menjalankan perintah yang telah diberikan oleh Yang Mulia Kaisar. Dan Yang Mulia Kaisar meminta Yang Mulia untuk memakai tiara yang aku antar ini di upacara pernikahan nanti.”       “Baiklah kalau begitu.” Aku mengangguk.       “Kalau begitu, aku undur diri dulu Yang Mulia. Permisi.” Marquis Andrew menundukkan kepalanya sambil berajalan mundur meninggalkan ruanganku.       “Silahkan.”       Setelah kepergian Marquis Andrew, aku, Countess Sophie dan juga Davina kembali memasuki ruang wardrobe. Countess Sophie menyiapkan beberapa perhiasan dan juga accessories yang akan kau pakai sebagai pelengkap gaun pernikahan. Sedangkan Davina dengan keahliannya menata rambutku dan memasangkan tiara yang dibawakan oleh Marquis Andrew tadi di kepalaku. Tiara yang dibawakan oleh Marquis Andrew tadi memiliki ukuran yag lebih besar dari tiara yang diberikan oleh Permaisuri Chalista. Dari bentuk dan juga susunan permatanya juga jauh lebih indah dari pada yang diberikan Chalista. Tiara yang dikirimkan oleh Kaisar Baldwin ini benar-benar pas jika dipadukan dengan ballgown yang aku kenakan saat ini sebagai gaun penikahanku.       Aku menatap tiara yang telah terpasang di atas kepalaku dari cermin sembari berkata, “Davina, apa posisi pemakaian tiara memang seperti ini?”       “Ya, Yang Mulia. Sesuai dengan aturan Kekaisaran, pemakaian tiara memang seperti ini. Meski tiara yang dikenakan di atas kepala dengan posisi tepat mengarah keatas, namun tiara yang dikenakan oleh anggota kekaisaran harus mengarah ke belakang dengan sudut tepat 45 derajat. Dan hanya anggota keluarga kekasiaran yang akan atau telah menikahlah yang diperbolehkan memakai tiara, Yang Mulia. Karena makhkota melambangkan cinta dan pernikahan.”       “Ternyata Kekaisaran Oeste pun memiliki tradisi ketat pernikahan yang harus dipatuhi.”       “Benar, Yang Mulia.” Davina tersenyum menanggapi ucapanku.     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD