Sebelah Hati

2041 Words
Barisan Puisi ini bagai rangkaian kata rindu yang bertahun-tahun terasa. Tampak indah namun menyimpan luka.. ~~¤¤~~ Arsen berjalan menyusuri koridor sekolah. Ketiga sahabatnya tampaknya belum ada yang datang. Hari ini ia memang datang lebih awal. Entah kenapa sejak semalam Arsen tidak kuasa untuk memejamkan mata, pikirannya terus berputar ke masa kecilnya dulu. Pada Nina, gadis dari masa kecilnya yang sampai saat ini masih di carinya itu menghantui pikirannya semalaman. Di tambah wajah Hanin yang juga menyelusup masuk ke pikiran Arsen dan membuat dirinya semakin galau. Pagi ini Arsen berjalan menuju gudang belakang sekolah. Sebelum jam masuk sekolah Arsen ingin melepaskan penatnya di tempat favoritnya itu. Arsen mengeluarkan sebatang rokok dari dalam saku bajunya dan menyelipkan di sela bibirnya. Arsen menyesap rokoknya dalam-dalam. Ia kadang bingung harus berbuat apa, ia seolah terjebak antara masa lalunya dengan masanya saat ini. Saat sedang asik menikmati kepulan asap rokoknya, panggilan alam tiba-tiba Arsen rasakan. Dengan cepat Arsen membuang puntung rokoknya dan berjalan menuju toilet yang berjarak tidak jauh dari gudang belakang sekolah. Di lain tempat Hanin tengah membawa tumpukan buku dari ruangan guru menuju perpustakaan. Hukuman dari Bu Susi bahkan masih berlanjut sampai hari ini. Bu Susi meminta Hanin untuk merapihkan tumpukan buku-buku ke Perpustakaan. Saat melewati toilet siswa tiba-tiba ada seseorang yang baru saja selesai dengan urusannya di dalam toilet dan berjalan keluar, di saat bersamaan Hanin dengan tumpukan buku-bukunya sedang berjalan santai. Akhirnya tanpa basa basi, Bruukkk.. Semua buku-buku yang di bawa Hanin pun berserakan di lantai. Di lihat Hanin sudah tersungkur sambil menepuk telapak tangannya yang berdebu dan seketika melotot melihat siapa yang baru saja menabraknya. Ya tidak salah lagi, tanpa bergeming tubuh Arsen menjulang berdiri di hadapan Hanin tanpa ada niat membantunya sama sekali. "Heh.. Orang gila.. Selain otak lu yang udah gesrek ternyata mata lu sekarang juga ikutan buta ya! Orang segede gini lo maen tabrak aja, lo pikir gw manusia bayangan!" bentak Hanin sambil bangkit dan berdiri menghadap ke arah Arsen. "Oh, ada orang ya!" ucap Arsen santai dan lalu berlalu begitu saja dari hadapan Hanin. Melihat Arsen yang malah meninggalkannya membuat Hanin makin meradang. "Hehhh! " teriak Hanin namun di abaikan Arsen yang tetap meneruskan langkahnya menuju gudang belakang sekolah. "Brengsek," gerutu Hanin sambil menghentakan kakinya dan mengambil kembali buku-bukunya yang berserakan. Arsen Pov Ga tau kenapa tiap ketemu hanin dada gw deg-degan. Sorot matanya saat natap ke dalam retina mata gw seakan bagai pedang yang menghunus. Gw gak boleh biarin perasaan gw ada buat itu cewek. Gw harus slalu inget, nina pasti menunggu gw, gw harus terus berusaha mencari nina. Gw keluarin lagi sebatang rokok, dan menyulut ujungnya dengan korek api. Kepulan asap rokok langsung menyeruak. Semoga perasaan gak jelas yang sekarang gw rasain ibarat asap rokok ini. Jelas ada tapi hanya sesaat. Author Pov Dengan perasaan kesal Hanin melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan sambil membawa tumpukan buku. "Tuh bocah tumben banget gak banyak ngomong," ucap Hanin, "bodo amat, ngapain juga ngurusin tuh cunguk!" sabung Hanin sambil berbelok masuk ke dalam ruang perpustakaan. Siang ini kelas Hanin tampak riuh, Pak Hadi guru Kimia mereka hari ini berhalangan hadir, sehingga jam kosong pun tak bisa di elakan. Guru piket sudah memberikan beberapa soal untuk murid-murid yang ada di kelas Hanin. Namun sepertinya tugas itu bagai angin lalu, dan angin kebebasan tampak lebih mengasikan bagi mereka. Beberapa anak mulai duduk berkelompok, ada yang asik main game, ada juga yang asik ngegosip, ada juga yang asik bercanda tertawa. Sedangkan Hanin dan ketiga sahabatnya lebih memilih untuk keluar dari dalam kelas. Kini mereka sedang menikmati angin sepoi-sepoi di taman belakang sekolah yang sepi. "Eh gin, lo beliin gw hotang gak? " tanya Hanin saat melihat Gina yang baru saja datang sehabis membeli cemilan di kantin. "Udahh, ni.." jawab Gina sambil memberikan paperbag berisi hotang hangat ke Hanin. Sedangkan meta dan lulu berebut mengambil happyt*s dan minuman cola dari dalam plastik kresek. "Gw denger-denger katanya kita bakalan ada tur ya ke jawa,?" tanya Meta "Denger-denger sih gitu," ucap Lulu "Kemana sih?" tanya Gina. "Ke mana ya, kalo ga salah sih daerah jawa timur," jawab Meta. "Ihhh, seru bangettt tuh pasti," ucap Lulu antusias. "Gw kok mager ya, males gitu," ucap Hanin tiba-tiba bersuara. "Emang kenapa sih Nin," tanya Gina. " gw tau, ga jauh penyebabnya pasti gara-gara Arsen." sambungnya. "Salah satunya itu," jawab Hanin. "Penyebab lainnya sih bokap gw juga belum tentu kasih ijin." sambungnya lagi. "Bokap lo sekarang kenapa sih nin, perasaan dulu gak pernah ngelarang-ngelarang lo kayak gitu." tanya meta. "Iya belakangan ini bokap sering marah-marah gak jelas, ama Nyokap aja sekarang ini kedengerannya sering berantem," ucap hanin sambil menenggak minuman kalengnya. "Bokap lo lagi ada masalah kali," "Gak tau, bodo ahh," "Aaaahhh.... pokoknya gak mau tau lo wajib kudu harus ngikut. titik!" seru Gina. "Diihhh... Kalo lo ga ikut gw mau demo ke rumah lo nemuin Om Pras," "Apaan dah," Hanin memutar bola matanya. "Ya udah lagian kita itu satu, ibarat badan kalo sebelah tangan gak ada gimana? sengkleh kan." ucap Gina. "Iye.Iye..," ucap Hanin sambil mengulum senyum mendengar kata-kata sahabatnya. Hanin, Gina, Lulu, dan meta bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMP, bersama Arsen, Rega, Vito, dan Adnan. Sejak dulu mereka kerap bertengkar. Ada-ada saja keributan yang mereka lakukan satu sama lain. Hingga saat ini mereka masih seperti musuh bebuyutan. ~~~000~~~ Siang itu Arsen dan kawan-kawan sedang menikmati kopi di warung kopi Pok Emul di depan sekolah mereka. jam pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu. "Ga, lo beneran ga tau kemana si Nina pindah?" tanya Arsen sambil menyesap rokoknya dalam. "Gak, gw gak tau." jawab Rega singkat dengan tatapan yang masih tertuju ke layar ponselnya. "Ilang di telen bumi kali bro," saut vito. "Metong dong..hahahahaha" sambung Adnan yang akhirnya mendapat pelototan tajam dari Arsen. "Gw bingung mesti nyari dia kemana lagi," ucap Arsen lemas. "Udah sih Sen, masih banyak cewek di luar sana. Si Hanin juga ada, cakepnya bukan maen," seru adnan yang membuat Rega yang tadinya fokus menatap hape langsung menolehkan kepala dan menatap tajam ke arah Adnan. "Ihh, ogah, cewek bar bar kayak gitu pantesnya punya pacar preman.. Gw kan cowok baik-baik.. Eaaa... Hahahaha," ucap Arsen sambil tertawa yang di ikuti adnan dan vito. Sedangkan Rega setelah mendengar ucapan adnan langsung terlihat lega dan kembali menatap ke arah ponselnya. Di lain tempat Hanin dan teman-teman baru saja keluar dari dalam sekolah. Mengendarai mobil mini cooper milik Hanin, dengan kap atas yang di biarkan terbuka keempatnya terlihat tertawa. Arsen, Vito, Adnan, dan juga Rega terpana melihat tawa lepas keempat cewek cantik yang melesat di depan mereka. Bahkan mata Rega dan Arsen tampak di tujukan ke satu orang yang sama. "Para bidadari turun dari surga," ucap Adnan sambil mendapat keplakan dari Arsen yang akhirnya menepis pandangan matanya dari mobil Hanin yang semakin jauh. "Ihh lu sen, jahat bad dah ah," ucap Adnan sambil mengusap kepalanya. "Ati-ati mata lu copot entar." ucap Arsen. "Gw gak ngerti lagi sen, lo kenapa sih segitu gedegnya ama geng nya si Hanin," tanya vito. "kata siapa gw gedeg, ngga sih, biasa aja!" jawab Arsen santai sambil menyeruput kopinya. "Apaan, tiap ada si Hanin dari dulu lo selalu kayak kucing sama anjing," "Demen aja godain dia, dia itu cewek yang gak ada manis-manisnya sama sekali, bar-bar, gw rasa gak akan ada cowok yang mau jadi pacar dia," gumam Arsen yang akhirnya menarik Rega untuk berbicara. "Gak juga, gw mau!" ucap Rega yang langsung mendapat tatapan tajam dari Arsen. Tak ada satupun dari Arsen, Vito, dan Adnan yang bicara setelah mendengar pernyataan dari Rega. Mereka saling melempar tatapan ke satu tujuan, yaitu Rega. Sedangkan Rega yang bicara santai tanpa ekspresi menatap ke arah Arsen. Tiba-tiba ponsel milik Arsen yang ada di meja berbunyi. Di layarnya menampakan nama Bapak negara yang artinya itu panggilan dari ayahnya. Arsen pun menepiskan pandangan tajamnya sambil menarik ponselnya dan beranjak dari hadapan Rega, vito, dan Adnan. "hallo," "Sen, udah pulang?" "Belom, lagi kumpul sama temen-temen," "Oh!" "Kenapa!" "Nanti pulang sekolah bisa ke kantor?" "Ngapain?" "Ada yang mau ayah obrolin," "Emang gak bisa di rumah aja yah?" "Hari ini ayah pulang malem," "Ya udah," Kaku, itulah sikap Reyvano Alvaro wijaya, Ayah Arsen. Keduanya memiliki sifat yang tidak jauh berbeda, hanya saja Arsen lebih supel ketimbang Reyvano di masa mudanya dulu. Meski begitu, Reyvano adalah sosok ayah dan suami yang begitu baik bagi Arsen dan Azalea wijaya istrinya. "gw balik dulu," ucap Arsen tanpa menoleh lagi langsung menarik jaket dan kunci mobilnya dari atas meja. Sedangkan Vito dan Adnan hanya tercenung menatap kepergian Arsen. "Ga, lo tadi berani amat ngomong begitu depan si Arsen!" "kenapa!" "lo kan tau banget dari kita ga ada yang boleh demen ama salah satu geng an si Hanin," ucap Adnan. "Iya ga, gw yang naksir si Meta aja gak berani ngedeketin," sambung Vito. "Bagi gw itu urusan pribadi, gak ada yang bisa ngelarang. itu hak gw," kini menyusul Rega yang beranjak dari hadapan Vito dan Adnan. Sesampainya Arsen di Kantor ayahnya semua karyawan tampak menundukan kepalanya saat Arsen lewat. Sedangkan sang penerus kerajaan wijaya enterprise tampak santai melenggangkan kaki masuk ke dalam ruangan ayahnya. "Ada apa yah?" Reyvano yang sedang serius menatap ke arah laptopnya langsung menoleh seketika ke arah putra semata wayangnya itu. "dah dateng?" Tanpa menjawab pertanyaan ayahnya Arsen langsung menghempaskan pantatnya ke bangku di depan meja kebesaran ayahnya. "Tumben ayah manggil Arsen ke kantor," "Masalah kuliah kamu sen!" ucap Rey sambil meminimize layar komputernya dan kembali menatap putranya itu. "Tahun ini kamu lulus sekolah, kantor cabang ayah di melbourne selama ini hanya orang kepercayaan ayah yang pegang, apa kamu bersedia gantiin posisi ayah untuk jadi CEO di sana?" tanya Reyvano sambil menatap lekat ke arah Arsen. Hati Arsen langsung ciut, Ia merasa malu berhadapan dengan ayahnya saat ini, Ia bahkan baru sadar kalau tahun ini adalah tahun terakhirnya di sekolah. Ia terlalu lalai dan menyia-nyiakan waktunya untuk seseorang di masa lalunya yang bahkan sampai saat ini blm ia ketahui keberadaannya. "Maafin Arsen yah," "Kenapa, kamu gak mau?" tanya Rey, "Ayah gak akan maksa kamu buat nurutin kemauan ayah, semua terserah kamu," "Ngga gitu, Arsen cuma masih belom tau rencana untuk masa depan Arsen sendiri, Arsen masih bingung," "Ayah tau kamu masih cari temen kamu waktu kecil itu kan?" Arsen diam sesaat, lalu mengangguk pelan. "Inget.., jodoh itu gak akan kemana, kalau emang dia jodoh kamu, cepat atau lambat kamu pasti bisa di pertemukan lagi sama dia," ucap Rey. "Iya yah.., aku coba pikirin dulu, aku juga masih butuh beberapa bulan lagi sampai kelulusan," Saat mereka berdua sedang asik berbincang ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan Rey. Tok-tok-tok.. Dari balik pintu muncul seorang pria berjas abu-abu yang tampak rapih. Dia adalah direktur bagian keuangan yang juga sahabat Rey, Bastian. "Eh ada kamu,Sen!" sapa Bastian sambil merangkul pundak Arsen yang masih posisi duduk di hadapan ayahnya. "Iya om, apa kabar om," "Baik-baik sen, kamu sendiri gimana?" "Baik juga," jawab Arsen sopan. Arsen bangkit dari duduknya lalu kembali menatap ke arah ayahnya, "Aku pulang yah, udah sore, takut bunda cari," sambung Arsen sambil menyampirkan tas di pundak kanannya. "oke," jawab Reyvano singkat. "Aku duluan om," ucap Arsen pada Bastian. "Iya sen, ngomong-ngomong sekarang kamu tinggi banget ya, kalah om sama kamu," gurau Bastian yang hanya di balas senyuman duo anak dan ayah itu. Di lain tempat, Hanin kini sedang berada di dalam kamarnya. Entah sudah keberapa kalinya ia mendengar pertengakaran kedua orangtuanya dari dalam kamar. Ayahnya kini sedang mengalami goncangan di perusahaannya. Semua aset di perusahaannya hampir di sita oleh bank. Keuangan keluarga Hanin sepertinya sedang dalam keadaan sulit. Saat Hanin pulang dari sekolah tadi Prastihadi, ayah Hanin memanggil Hanin. Pras mengatakan kondisi perusahaannya saat ini di tahap kehancuran. Ia meminta ijin pada Hanin untuk menjual mobil yang selama ini dipakainya. Sedangkan Hanna, ibu Hanin tidak setuju dengan rencana ayahnya tersebut. Hal itulah yang jadi pemicu pertengkaran kedua orangtua Hanin saat ini. Hanin meringkuk di sudut kasurnya dengan airmata yang membasahi pipi. Sudah beberapa bulan ini Hanin kerap mendengar pertengkaran demi pertengkaran dari kedua orang tuanya. Kebahagiaan keluarga Hanin mulai hancur sejak Pras bermain hati dengan wanita lain. Saat itu Hanin masih duduk di bangku SD. Hanin kecil langsung di boyong Hanna untuk tinggal bersama neneknya di bandung. Rumah yang Hanin tempati dulu di jual oleh Pras. Namun saat Hanin duduk di bangku SMP, Pras datang kembali menjemput Hanna dan Hanin. Pras memohon kepada Hanna untuk memaafkannya dan ia pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya tersebut. Mungkin karna cinta dan juga demi kebaikan Hanin, Hanna akhirnya mau memaafkan Pras, dan keduanya pun kembali pindah ke jakarta dan tinggal bersama. Namun semenjak kejadian itu, keluarga Hanin tidak sebahagia dulu. Apalagi belakangan ini Perusahaan Pras mengalami kolaps, keuangan perusahaannya berantakan karna terlilit hutang. Harta yang Pras dan Hanna miliki hanya rumah dan juga 2 mobil yang kini di pakai dirinya dan juga Hanin. Pras terlilit hutang bank dan kini memaksa dirinya untuk menjual salah satu harta yang tersisa yang masih di milikinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD