Pilihan Kedua

970 Words

“Ayah belum selesai bicara, Ayla,” ucapnya agak keras. Aku menarik napas panjang dan berhenti melangkah. Beberapa karyawan di lobby melirik kami, membuat suasana jadi canggung. “Ayah, gimana kalau kita lanjut ngobrol di tempat lain? Agak awkward di sini.” Ayah mengangguk. “Kamu mau makan siang? Ayah traktir.” “Ada cafe enak di seberang kantor,” kataku. Kami menyebrang dalam diam. Jakarta panas, kontras dengan sejuknya lobby kantor tadi. Di Nusantara Corner, tempat langgananku dan Nina, kami memilih meja yang agak tersembunyi. Aku memesan nasi goreng kambing. Ayah, seperti biasa, pesan sapo tahu seafood. “Masih ingat makanan kesukaan ayah,” katanya dengan senyum tipis. “Tentu saja ingat. Dulu kita sering makan bareng.” “Dulu—” gumamnya, pelan. Makanan datang, tapi kami makan dalam

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD