Cemas

1109 Words

Aku mengabaikan pesan dari Mahendra dan memasukkan ponsel ke dalam tas. Aku butuh waktu sendiri—bukan Mahendra, bukan ayah, bukan siapa pun. Hanya ketenangan. Alih-alih pulang, aku menyetir ke taman kota. Tempat sederhana yang selalu jadi pelarianku. Aku parkir dipinggir jalan, berjalan menuju area food court kecil yang dipenuhi pedagang kaki lima. Aroma pecel lele menguar dari sebuah gerobak. “Bu, pecel lele tanpa nasi, teh hangat juga,” kataku pada ibu penjual. “Dimakan di sini, Mbak?” “Iya.” Aku duduk di tikar plastik bersama pembeli lain— ada driver ojol, ibu-ibu, dan beberapa anak muda yang sepertinya mahasiswa. Saat makananku datang, aku hanya menatapnya. Pikiranku masih di pertemuan dengan ayah siang tadi. Lalu lalang kendaraan, klakson bersahutan, dan teriakan pedagang—anehny

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD