bc

Alexander dan Ramiana

book_age16+
578
FOLLOW
3.3K
READ
drama
comedy
like
intro-logo
Blurb

Putus cinta itu biasa tapi berbeda dengan Ramiana dan Alexander, hubungan percintaan mereka putus dan sejak itu mereka selalu bertikai.

Hingga suatu kejadian membuat mereka terpaksa bersatu, siapkah mereka kembali merajut cinta?

chap-preview
Free preview
Ramiana - Alexander Menyebalkan
Aku menegadahkan wajahku ke arah langit menatap gedung berlantai 30 yang berdiri gagah di hadapanku, gedung yang dulu sempat aku masukkan ke daftar gedung yang harus aku hindari. Bukan karena aku tidak menyukai desain gedungnya tapi aku tidak suka keberadaanku di gedung ini membuka kembali kenangan masa lalu yang sempay membuatku terluka. Tapi mulai hari ini dan selama 3 bulan ke depan, dengan terpaksa aku harus datangi bahkan aku harus bekerja di sini. Semua ini demi kak Ramiano, ya seharusnya dia yang mengurus perusahaan setelah ayah dan bunda memilih untuk pensiun dan pindah ke kota lain di hari tua mereka, mereka memberikan tanggung jawab kepada kak Ramiano tapi kini akulah yang harus menjalankan perusahaan selama kak Ramiano melakukan misi mengejar cintanya, ah entah kenapa semua keluarga Altamirano kalau sudah mencintai satu orang, seumur hidup pasti akan mencintai orang tersebut. Kecuali aku, aku berbeda dengan mereka karena orang yang mereka cintai pantas untuk dicintai, tapi tidak dengan cinta pertamaku. Dia sangat sangat tidak pantas mendapat cinta tulus dari seorang Ramiana Altamirano. Bagiku cinta pertama hanya masa lalu yang menyakitkan, dan dia tidak pantas untuk dicintai. Lamunanku terhenti ketika melihat mobil sedan sport hitam berhenti tepat di depanku, aku melihat seorang pria turun dengan sombongnya, tak lama seorang wanita seksi bergaun merah menyala juga turun dari mobil tersebut. "Baby, tunggu aku," ujar wanita itu dengan nada sengaja mendesah dan terdengar cabul, dia mengejar pria tadi dan melingkarkan tangannya di tangan pria itu. Huek perutku langsung mual melihat tingkah menjijikkan mereka, mereka lupa kalau ini kantor bukan hotel. Aku berjalan masuk ke dalam gedung, semua pegawai kantor menyapaku, ya mereka tahu kalau  aku yang akan menggantikan kak Ramiano selama kak Ramiano cuti. "Pagi Ibu," sapa Weno Bagaskara, sekretaris kak Ramiano yang mulai hari ini akan menjadi sekretarisku. "Pagi juga Weno, jadwal saya hari ini apa saja ya?" tanyaku ketika kami berjalan menuju lift, Weno menyerahkan agenda yang harus aku lakukan hari ini. Langkahku terhenti saat membaca agenda itu dan menemukan kalau ternyata hari ini aku harus berkonsultasi dengan pria sombong dan genit tadi untuk membicarakan perlawanan hukum terhadap perusahaan saingan yang mencuri ide perusahaan kami. "Bagian ini bisa di batalkan?" Tunjukku kepada Weno, Weno mengerutkan keningnya. "Tapi pak Ramiano sudah memerintahkan hari ini kasus tersebut harus selesai, jadi sepertinya pertemuan Ibu dengan pak Alexanderander tidak bisa ditunda lagi," balas Weno sedikit gugup melihat perubahan wajahku. Aku menghela nafas kesal. Setelah tiga tahun menghindar, mungkin ini saatnya aku harus bertemu lagi dengan dia. Bertemu Alexander Bratawijaya, pengacara perusahaan ini yang juga mantan pacarku sewaktu aku masih kuliah di luar negeri. Kami lumayan lama berpacaran, kira-kira delapan bulanan, ya lama karena dia satu-satunya pria yang pernah memacariku. Ramiana yang dulu sangat berbeda dengan Ramiana yang sekarang, dulu aku terlalu polos, lugu dan bodoh. Terlalu mudah jatuh ke dalam rayuan pria bangsat seperti Alexanderander. Sifatnya sangat bertolak belakang dengan omongannya, di mulutnya dia berkata mencintaiku tapi di belakang entah berapa wanita telah dipermainkannya. Aku menghapus bayangan masa laluku dengannya, "Ya sudah atur saja pertemuan saya dengan dia," kataku pasrah. Weno mengangguk dan menekan tombol lift untukku, tak lama lift terbuka dan ketika aku mau masuk aku menggelengkan kepala melihat dua sejoli cabul tadi sedang asyik berciuman. "Weno," aku melihat ke arah Weno tanpa sekalipun melihat ke arah dua sejoli cabul tadi yang masih asyik dengan perbuatan mereka. Tidakkah mereka malu melakukan itu di tempat umum? "Ya Ibu," Weno sedikit malu tapi takut mengucapkan sepatah kata untuk memberitahu pasangan cabul itu tentang keberadaanku. "Tolong ambilkan garam," ujarku tanpa ekspresi. "Buat apa ya bu, saya rasa di sini tidak menyediakan garam?" tanyanya heran dengan kening berkerut. "Buat ngusir ular betina. Kantor ini terlalu banyak ular dan serigala jadi-jadian," jawabku asal, kedua sejoli tadi menghentikan ciumannya setelah mendengar perkataanku. Sang pria menatapku dengan wajah tanpa malu, dia menyandarkan tubuhnya di dinding lift dan memandangku dari ujung rambut ke ujung kaki  sedangkan yang wanita sibuk merapikan lipstiknya yang berantakkan. "Hai Ana, long time no see," sapanya kepadaku tapi aku memilih diam dan membelakanginya. "Kamu kenal wanita ini baby?" Tanya wanita tadi. Baby baby! Babi yang ada!. "Kenal dong, diakan..." sebelum semua orang tahu kami pernah punya hubungan, dengan cepat aku berusaha mengalihkan perhatian mereka. "Weno, mulai sekarang tolong tegaskan kalau di kantor tidak boleh ada wanita berpakaian minim, ini kantor bukan diskotik," sindirku tajam. Kemudian aku mendengar tawa dari pria kurang ajar tadi, begitupun wanita tadi, seolah sedang menertawaiku. "Baik Ibu, saya akan buat dan umumkan perintah Ibu, tapi alangkah baiknya kalau semua dimulai dari Ibu," aku melirik Weno yang sedang berusaha menahan tawanya. Astaga! Akukan juga pakai rok minim. Aih pantasan mereka menertawakanku. Aku berusaha menarik turun rokku. "Iya, saya pun akan memakai pakaian sopan mulai besok, soalnya banyak lelaki hidung belang," Weno masih berusaha menahan tawanya. Masa bodoh! Pokoknya mulai besok aku akan mengeluarkan peraturan kalau karyawan wanita tidak boleh lagi memakai pakaian minim selama aku bekerja di perusahaan ini, aku kasihan kalau karyawab wabita di perusahaab ini jatuh dalam perangkap yang disebar Alexander. **** "Masuk," kataku setelah mendengar pintu ruanganku diketuk. Aku melihat Alexanderander masuk dengan sebuah map di tangannya, aku membuang muka dan malas menatapnya. "Ramiano ke mana, kenapa kamu ada di sini?" tanyanya sok akrab, aku hanya diam dan menyerahkan kertas berisi apa saja yang harus dilakukan untuk menuntut perusahaan Bigcoal. "Kamu tidak berubah sedikitpun Ana, hmmm sudah berapa tahun ya kita tidak bertemu, kamu masih terlihat cantik dan juga seksi meski sedikit jutek dan juga pemarah," ujarnya lagi dengan siulan khasnya. "Maaf ya pak Alexander, di sini kantor dan saya tidak suka kalau kita membicarakan masalah pribadi, tolong bersikaplah profesional," balasku dengan wajah tegas, risih juga dia menatapku tanpa kedip seakan ingin menyantapku saat ini juga, dia menepuk tangannya seakan meledekku. "Wah bravoooo, ternyata Ramiana bisa bersikap dewasa juga ya. Ternyata putus  bisa membuat kamu menjadi wanita yang seperti aku inginkan. Dewasa, mandiri dan juga angkuh, tidak seperti Ana yang dulu aku kenal yang terkenal manja, cengeng dan polos. Tahu tidak, hari ini kamu sangat seksi sekali dengan lipstik merah kamu..." Alexander menatapku dengan tatapan mesumnya, bisa-bisanya dia menggodaku setelah mencium wanita tadi dan sekarang dia sibuk mengeluarkan rayuan gombalnya. "Lebih baik anda keluar dari ruangan saya atau jangan salahkan saat sepatu saya melayang ke kepala anda," aku menanggalkan heel Gucci yang diberi kak Ramiano sebagai oleh-oleh sepulangnya dari Italia, Alexander semakin cengar cengir melihat amarahku, aku heran sama kak Ramiano bisa-bisanya dia memberikan kepercayaan besar untuk mengurus bagian legal kepada pria menyebalkan ini. "Oke oke, pokoknya aku bahagia bisa melihat kamu lagi, lumayan untuk hiburan dikala stress melanda, nanti kita lanjutkan lagi,bye," dia mengambil kertas tadi dan keluar dari ruanganku. Fiuhhhh akhirnya dia pergi, tiga bulan ini akan sangat sangat sangat berat bagiku. Aku mengambil ponselku dan menghubungi kak Ramiano. "SUGENG KARYADI POKOKNYA KAKAK HARUS TANGGUNG JAWAB!" "Nanti kita bicara lagi .... Mas Sugeng tolong bikinkan aku jus dong," terdengar suara Naura, huh sepertinya usaha kak Ramiano mulai berjalan lancar. Aku pun memutuskan hubungan telepon tadi, sepertinya masalah ini hanya aku yang bisa selesaikan, bukan kak Ramiano atau orang lain, tapi aku. Demi menegakkan disiplin bagi semua karyawan wanita, mau tidak mau aku pun wajib ikut serta dalam peraturan yang aku buat dan kini semua rok pendek dan kemeja ketat sudah aku singkirkan dari dalam lemari, berganti dengan celana panjang dan kemeja yang cukup lapang. "Non, sarapannya sudah siap," teriak mbok Yatni, pembantu yang mengurus segala hal yang ada di rumah ini, semenjak ayah dan bunda memutuskan pensiun dan memilih menetap di kampung halaman, rumah sebesar ini hanya dihuni aku, kak Ramiano dan Mbok Yatni, tapi berhubung kak Ramiano untuk sementara tinggal di rumah Naura, rumah ini semakin sepi karena yang menempati hanya aku dan mbok Yatni, sepi sih tapi apa daya kebahagiaan kak Ramiano lebih penting dari apapun. "Iya mbok, sebentar lagi aku turun. Oh iya tolong bilangin mang ujang, hari ini aku nyetir sendiri" balasku. "Baik Non." Aku kembali sibuk merapikan rambut ikalku, aku mengaturnya sedemikian rupa, biasanya aku selalu menggulung ke atas, tapi kali ini biarlah aku geraikan saja. Aku mematut diriku kembali di kaca besar, baju yang aku kenakan memang tidak menunjukkan lekuk tubuh seperti baju yang biasa aku kenakan. Aku berharap dengan menggunakan baju ini Alexander tidak ada niat untuk menggodaku lagi. Setelah yakin semua sudah sempurna, aku mengambil tas Channel kesayanganku, tidak lupa aku memasukkan beberapa alat makeup dan juga dompet ke dalamnya. Rencananya sepulang dari kantor aku berencana jalan-jalan di mall sekalian cuci mata, setelah beberapa hari ini mataku lelah membaca berkas-berkas ditambah melihat si brengsek Alexander yang tidak berhenti mengangguku dengan rayuannya. Aku kemudian turun dan langsung menuju meja makan, aku menatap kursi kosong yang biasanya ditempati kak Ramiano saat kami sarapan, fiuh ternyata baru dua hari berpisah dengan kak Sugeng eh kak Ramiano membuat rasa rinduku tidak tertahankan, bagaimana ya usahanya menaklukkan Naura. "Ini Non, susu putih hangat dan juga nasi goreng spesial pake kornet," aku melihat Mbok Yatni meletakkan segelas susu dan juga sepiring nasi goreng, wanginya saja sudah menggugah seleraku, tanpa basa basi aku langsung memakannya, mbok Yatni tertawa melihat kerakusanku. "Makan yang banyak Non, den Ramiano nitip pesan agar mbok jagain Non dan jangan sampai adiknya ini kurus pas dia pulang," ujar Mbok Yatni, aku mengangguk dan melanjutkan sarapanku. "Oh iya Non, aduh Mbok sampai lupa deh. Itu diluar ada yang nyariin, sudah mbok suruh masuk orangnya nggak mau dan nitip pesan kalau Non sudah selesai sarapan tolong hampiri dia," ada yang nyari? Pagi-pagi gini? Kurang kerjaan banget. Aku meminum susuku dan meletakkan kedua sendok di atas nasi goreng yang masih tersisa. "Loh kok nggak habis Non?" tanya Mbok Yatni heran, aku berdiri dan mengambil tas Channel ku. "Kenyang Mbok, jaga rumah ya ... kalau ada apa-apa hubungi saja aku," aku keluar dari rumah dan melihat mobil sedan sport sedang terparkir tepat di belakang mobilku. Aku mendekati mobil itu dan mengetuk jendelanya. "Tolong mundur saya mau keluar," kataku, jendela itu terbuka dan aku melihat Alexander dengan senyum menyebalkan menatapku panjang. "Hey honey, ayo masuk ... aku antar ke kantor, sekalian ada urusan yang perlu kita bicarakan ..." sebelum dia selesai bicara aku memutuskan pergi dengan berjalan kaki, karena aku tahu percuma memintanya supaya minggir yang ada aku juga yang akan naik darah. "Aduh sombong bener neng," teriaknya, au ah lebih baik naik taksi daripada satu mobil dengan bajingan seperti dia, aku yakin kalau aku meladeninya aku nggak akan sampai ke kantor dalam keadaan utuh. "Anaaaa, aduh pake kabur segala," teriaknya lagi, aku semakin melangkahkan kakiku dengan lebar, males banget pagi-pagi berurusan dengan Alexander. "Ayo ikut aku, ngapain pake taksi segala," dia mencengkram tanganku, aku memelotinya tajam. "Lepas nggak atau aku teriak kalau kamu penjahat kelamin," ancamku, dia kembali cengengesan dan sepertinya menganggap perkataanku hanya angin lalu. "Silakan teriak, aku akan semakin mengganggu kamu. Mau?" kali ini dia menantangku dengan sengaja. Kamu pikir aku akan takut hah! Aku menghalau tangannya lalu melihat ke arah kiri dan kanan. "Tolongggggg ... tolongggggg ada penjahat kelamin, dia mau memperkosa saya, tolongggggg," teriakku sekeras mungkin, setelah itu aku tersenyum penuh kemenangan ketika wajahnya menunjukkan kepanikan setelah beberapa orang datang menggerubungi kami. Selamat tinggal Alexander, mudah-mudahan kamu bisa pulang dengan selamat. Aku langsung menyetop taksi dan meninggalkan Alexander yang masih sibuk memberikan penjelasan kepada orang-orang yang mengerubunginya. ****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.8K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
200.1K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.2K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.0K
bc

T E A R S

read
312.7K
bc

See Me!!

read
87.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook