Alexander - Aku Bukan PK!

1314 Words
"Saya bukan penjahat kelamin pak, sumpah saya hanya ingin bicara dengan wanita ini ..." aku menunjuk ke arah Ramiana, sayangnya orang yang menjadi sumber masalah sudah kabur begitu saja meninggalkan aku di dalam kerumunan orang-orang yang geram dengan banyaknya kejahatan asusila di negara ini. Aku mundur beberapa langkah menghindari tatapan cemooh dari orang-orang yang mengelilingiku. Sungguh aku bukan penjahat kelamin, aku hanya ingin bicara dan berbincang dengan wanita yang  kembali menarik perhatianku semenjak pertemuan kami beberapa hari yang lalu. "Alah jangan banyak cakap, tampang lo memang seperti orang terpelajar tapi sikap lo kayak binatang, di tengah hari seperti ini masih bisa-bisanya berusaha memperkosa wanita... ini rasakan..." tanpa ba bi bu mereka langsung menghajarku. Bughh Bughh "Bang jangan pukul wajah gue. Perawatannya mahal bang, skincare mahalllll!" kataku dengan wajah mengiba dan memperingati orang-orang yang terlihat kalap dan ingin membunuhku. Sialan! awas saja mereka memukul wajahku, aset masa depan ini. Kalau lecet sedikit saja tunggu surat tuntutan bakalan datang ke rumah masing-masing. Keberingasan mereka terhenti ketika aku sudah terbaring tidak berdaya di jalanan. Aku merintih sambil memegang perutku yang sakitnya minta ampun. "Awas lo tunjukin wajah mesum lo di daerah ini lagi, gue jamin burung lo nggak akan pernah bisa hidup lagi," bangsat, gila kali ya mereka sampai mau nyunatin junior kebanggaan gue, salahnya apa coba. Semua ini gara-gara Ramiana! Dengan tertatih-tatih aku kembali menuju mobil kesayanganku. "Eva sayang, huh sakit banget nih perut aku," aku mengelus mobil kesayangan yang kuberi nama Eva, di antara semua wanita yang menjadi teman kencanku, Eva lah penghuni nomor 1 di hatiku sedangkan yang lain hanya tempat singgah dikala bosan melanda. **** Aku menatap wajahku melalui kaca spion, brengsek juga mereka padahal aku sudah memperingati jangan pernah sentuh wajahku, tapi masih saja mereka mengincar wajah gantengku ini, alamat seminggu ini aku terpaksa puasa kencan. Bisa jatuh pasaran kalau sampai wanita-wanita cantik di luar sana melihat wajah seorang Alexander Bratawijaya babak belur seperti ini, bisa-bisa mereka mengira aku habis nyolong celana dalam anak kos lagi. "Ramiana, lihat saja pembalasaku!" gerutuku geram, aku kemudian keluar dari mobil dan masuk ke dalam kantor dengan tangan sudah dipasangin Gip dan perban, baru saja aku melangkah masuk segerombolan wanita langsung menghampiriku. "Ya Tuhan, Alexander yang ganteng kok kamu jadi babak belur kayak telur dadar sih," nahkan benar seperti yang kuduga, pasti fans-fansku heboh melihat prince charming pujaan mereka babak belur kayak gini, mau cuti tapi kerjaan lagi numpuk. "Iya sayang, sakit nih," mereka sibuk meniup setiap luka yang ada di tubuhku, seneng sih diperhatikan seperti ini, lumayan membuat rasa sakit ini sedikit berkurang. Mereka rebutan bicara untuk menggodaku bahkan ada yang langsung mengeluarkan ponselnya agar aku berterima kasih lalu ujung-ujungnya aku mengajak dia kencan. "Kok bisa sih beb, ayo bilang  nanti aku minta tolong kakakku yang polisi nangkapin mereka," aku tertawa dan mengacak-acak rambut mereka satu persatu. "Ada yang iseng, teriak-teriak seakan mau gue perkosa. Tahu hasilnya gini mending gue perkosa beneran," aku sengaja mengeraskan suaraku agar Ramiana mendengarnya, ya dia melewatiku dan bersikap tanpa merasa bersalah.  Dengan gaya sok cuek dan jutek, dia melewatiku begitu saja, aku langsung mengeram kesal dan mendengus beberapa kali. "Huwaaaa pengen dong diperkosa kamu," etdah cewek-cewek gila, aku langsung illfeel dan memilih meninggalkan mereka menuju ruanganku.     Tok tok tok "Masuk" kataku pelan, aku berusaha melepaskan jas yang terpasang di badanku, aku meringis menahan sakit akibat tangan yang hampir patah akibat pengeroyokan tadi. "Waduh, lo kenapa bro?" aku melihat Ramiano alias Ramiano sedang berdiri di depan pintu ruanganku dengan gaya santainya. Asal lo tahu ya No, ini semua ulah adik lo tapi lebih baik aku tutup mulut bisa-bisa Ramiano menambah luka di tubuhku kalau dia tahu aku kembali mendekati adiknya. Mendekati bukan berarti suka ya camkan itu, aku hanya penasaran dan ingin tahu kenapa Ramiana bisa berubah sedrastis ini. Dia seakan menjelma menjadi gadis bar-bar yang tidak takut dengan apapun, sangat berbeda dengan Ramiana yang dulu aku pacari. "Ketangkap nyuri beha, puas lo! Lagian ngapain lo ke sini katanya cuti?" tanyaku heran, dia tertawa kemudian duduk di sofa yang ada di dalam ruanganku. "Itu, ada yang mau konsultasikan," balasnya singkat. Aku menatap curiga dengan alasannya menemuiku. Ramiano ini terkenal pintar dan sebisa mungkin dia tidak akan menggunakan jasaku kecuali dalam kondisi terdesak kecuali kalau masalah itu berhungan dengan perusahaan. "Masalah perusahaan?" tanyaku penasaran, dia menggeleng dan meminum teh yang disediakan sekretarisku. "Bukan, masalah perusahaan sudah gue serahkan ke tangan Ramiana. Ah iya lo pasti sudah bertemu dengan dia kan, ingat ya lo jangan macam-macam dengan dia atau lo akan berurusan dengan gue," nahkan betul, belum apa-apa dia sudah mengancamku. "Iya gue nggak akan gangguin adik lo, tenang saja." Untuk saat ini bro, ke depannya ya siapa yang tahu. Penolakan dan sikap angkuhnya sedikit mengusik ketenanganku. "Nah kalau bukan perusahaan masalah apa dong? Jangan bilang ... jangan bilang kalau lo itu buntingin anak gadis orang dan mereka berniat menuntut lo? Sorry bro ... kalau masalah itu gue angkat tangan, lo taukan gue lawyer perusahaan bukan lawyer masalah percintaan, lah percintaan gue aja masih suram," ujarku dengan sedikit bercanda, Ramiano langsung menatapku dengan tajam.   "Bangsat, lo kira gue elo apa yang suka nebar benih di mana-mana, lo itu yang PK alias penjahat kelamin!" makinya dengan suara tinggi. Ya elah kakak adik kenapa kompak satu hari ini ngatain gue PK, punya telepati mungkin ya mereka bisa sama gitu bicaranya, gumamku dalam hati. "Terus masalah apa dong" aku semakin penasaran tapi pembicaraan kami terhenti ketika pintu ruanganku terbuka, aku melihat wanita galak bin judes tadi berlari dengan cepat ke arah Ramiano dan memeluk Ramiano dengan erat. "Kakak, aku kangen," nah ini dia Ramiana yang dulu aku kenal, manja dan lembut bukan Ramiana yang galaknya ngalahin anjing herder milikku di rumah. Mereka masih berpelukan seperti teletabis. Pengen gantiin posisi Ramiano agar aku bisa memeluk Ramiana. Sejak putus kenapa Ramiana semakin terlihat cantik ya. "Kakak juga, kok kamu tahu kakak lagi di sini? Gimana perusahaan, kamu bisa menghandlekan?" tanya Ramiano, Ana mengerucutkan bibirnya. Aih ini cewek pake ngerucutin bibir segala, bikin panas dingin yang ada. "Kak ke ruanganku yuk, males banget satu ruangan dengan penjahat kelamin," balasnya dengan wajah seakan jijik melihatku. "Hahahahaha mimpi apa lo bro seharian ini dikatain  penjahat kelamin oleh gue dan Ramiana?" ledek Ramiano dengan bahagia. Sial! kakak adik sama-sama rese, untung aku pria tabah menghadapi setiap hinaan dan cacian, aku lebih memilih diam dan memperhatikan sikap Ramiana kepada Ramiano yang terlihat manja. Sepertinya aku lebih menyukai Ramiana seperti ini daripada Ramiana yang galak dan nyeremin seakan ada tanduk mau keluar dari kepalanya dan bersiap menandukku. "Ayo kak," Ramiana menarik tangan Ramiano untuk mengikutinya. "Bro, nanti kita lanjutkan lagi. Princess gue sedang manja-manjanya nih," ujar Ramiano pelan, aku langsung mengangkat tangan kiriku menyuruh mereka keluar dari ruanganku sebelum emosiku naik. ****   Nenek lampir bernama Ramiana sepertinya tidak puas mencari masalah denganku, setelah pagi tadi membuatku dikeroyok massa, siang ini kembali dia membuat ulah baru. Ya, apalagi kalau bukan mempermalukan aku di depan umum. Semua bermula dari susahnya aku mengambil dokumen yang jatuh, akibat tangan kananku di gips, dengan susah payah aku mencoba mengambil dokumen itu menggunakan tangan kiriku. Sangat susah memang berhubung aku bukan kidal. Ketika berusaha mengambil dokumen itu, aku melihat sebuah kaki keluar dari lift, aku berniat meminta tolong dia untuk membantuku mengambil dokumen. "Mbak tolong...." lidahku langsung kelu ketika tau ternyata wanita yang lewat tadi ternyata Ramiana, dengan gaya pongkahnya dia melewati begitu saja aku dan semakin membuatku kesal, dengan santainya dia menendang dokumen tadi ke arah meja resepsionis. Dokumen itu berhenti tepat di bawah kaki petugas resepsionis. "Ya ampun Ana, itu dokumen penting dan kamu menendangnya begitu saja," aku berusaha mengambil dokumen itu, aku lupa kalau dokumen itu tepat di bawah kaki petugas resepsionis dan kalau aku ambil mungkin aku harus melihat bagian dalam rok petugas itu, aduh mau letak di mana wajahku kalau ketahuan mengintip isi dalaman pegawai, kalau terlihat sih namanya rezeki tapi tidak kayak gini juga kali. "Maaf mbak," dengan cepat aku mengambil dokumen itu, dan tiba-tiba aku mendengar teriakan dari mulut pegawai itu. "Huwaaaaaaaaaa penjahat kelaminnnnnn!" teriaknya, sekali lagi semua mata memandangku, sedangkan nenek lampir tidak berhenti tertawa penuh kemenangan melihatku terpojok seperti ini. "Gue bukan penjahat kelamin!" teriakku kesal dan berlalu meninggalkan dokumen sialan yang menjadi malapetaka bagiku hari ini. Nenek lampir sialan! Tunggu pembalasanku! ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD