"Kayaknya kamu terlalu berlebihan deh dek, walau bagaimanapun Alexander partner perusahaan dan kakak harap kamu bisa memisahkan antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan pribadi," ujar kak Ramiano saat melihatku tertawa penuh kemenangan setelah berhasil membuat Alexander kesal seharian ini.
"Biarin, lagian bukan hanya dia lawyer di Indonesia, kakak jangan kuatir," balasku, kak Ramiano menggelengkan kepalanya.
"Walau Alexander playboy dan penjahat kelamin sekalipun tapi dia itu lawyer kelas atas di Indonesia, hasil kerjanya bisa kamu lihatkan? Perusahaan kita berhutang banyak atas bantuannya selama ini, jadi tolong bersikap dewasa ya," kak Ramiano mengacak rambutku.
Aku tidak bisa berkata-kata kalau kak Ramiano sudah bertitah. Baiklah, untuk saat ini aku akan berhenti mengganggu Alexander.
Iya sih walau Alexander menyebalkan tapi kerjanya patut aku acungin jempol, apapun kasus yang perusahaan beri pasti berakhir dengan kemenangan tapi tetap saja aku tak betah satu perusahaan dengannya.
"Iya iya tapi nggak janji ya, kakak tahukan gimana dia dulu mempermalukan aku, ini belum seberapa," balasku malas.
Ya ini belum seberapa dibanding malunya saat aku memergoki dia sedang berciuman dengan salah satu mahasiswa tercantik di kampusku kalau hanya aku yang memergoki mereka mungkin rasa sakit hatiku tidak sebesar ini tetapi masalahnya teman-teman kampusku pun ikut memergoki dan itu menjadi bahan ledekan mereka bahkan mereka kadung tidak percaya kalau kami pernah pacaran.
"Oke mungkin kakak nggak akan pulang dan bertemu kamu beberapa bulan ini, kakak takut Naura curiga kakak terlalu sering izin keluar," aku mengangguk dan memberi hormat kepadanya.
"Siap Mas Sugeng Karyadi, baik-baik di sana dan jangan sampai lupa dengan adik Mas yang cantik ini," kak Ramiano tertawa dan memelukku sekali lagi.
"Doain ya."
"Siap!" Balasku.
****
Aku memperhatikan Alexander menjelaskan sampai di mana kasus hukum antara Altamirano Group dengan Bigcoal, kak Ramiano benar kalau sudah berhubungan dengan pekerjaan, Alexander berubah menjadi pribadi lain, dia terlihat serius dan juga fokus bahkan aku sedikit segan membantah perkataannya.
"Walau bagaimanapun hubungan Bigcoal dengan Altamirano Group yang telah berjalan bertahun-tahun tidak boleh hancur karena kasus sepele seperti ini, Bigcoal memang telah lalai membiarkan pegawainya melakukan pembajakan tapi kita sebagai pihak yang merugi akan lebih baik menyelesaikan masalah ini dengan cara damai," ujarnya lantang, semua orang mengangguk.
Tapi entah kenapa mulut ini ingin membantahnya.
"Kalau dibiarkan dan kita tidak menyelesaikan secara hukum, bukannya akan menjadi preseden buruk bagi semua partner Altamirano Group, mereka akan berpikir 'Ah lihat aja Bigcoal, mereka membajak karya Altamirano Group tapi akhirnya berdamai', kalau sudah seperti itu nama perusahaan kita yang akan menjadi jelek," bantahku dengan nada sombong.
Alexander tertawa dan berdiri hendak mendekatiku.
"Bertahun-tahun keluarga anda membangun bisnis ini dan jangan lupakan bantuan Bigcoal, oke mereka melakukan kesalahan dan sudah mereka akui, bahkan mereka bersedia menarik semua produk yang telah mereka edarkan kepasaran, jadi buat apalagi membawa kasus ini kepengadilan?" katanya membantah perkataanku, aku mendengus kesal.
"Terserah!" Sepertinya aku masuk kedalam jebakan Alexander dan sialnya aku mengatakan kata-kata itu tepat di depan para karyawan, aduh bisa jatuh nilaiku sebagai pimpinan.
Kak Ramiano benar sepertinya aku sudah terlalu jauh membawa masalah pribadi keranah pekerjaan. Aku mencoba menenangkan kepalaku yang panas, aku langsung tersenyum manis. Alexander seperti heran dengan perubahan moodku yang tiba-tiba.
"Maksud saya, terserah pak Alexander menyelesaikan kasus ini seperti apa, yang terpenting masalah ini tidak akan pernah terjadi lagi" kataku dengan lembut. Alexander memberi tanda OKE dan menutup pertemuan kali ini.
Aku sengaja membiarkan semua pegawai meninggalkan ruang rapat dan rencananya aku hendak menyelesaikan pekerjaan yang tersisa sebelum pulang.
"Makan siang yuk," aku mendengar suara Alexander menyapaku, aku mendiamkannya dan memilih membaca dokumen yang diberikan Weno tadi.
"Ayolah Ana, nggak bosan apa seharian di ruangan sempit ini, andai kamu tahu ya melihat kamu menantang aku selama rapat tadi, arghhh jadi pengen lepasin dasi terus ngikat kamu," aduh Alexander GILA, jangan bilang dia pecinta b**m kayak Mr. Grey gitu dan dia menganggap aku ini Anna.
Hiiiii nyeremin.
"Gila!" Aku mengambil semua barangku dan meninggalkan Alexander yang tidak berhenti tertawa setelah melihat wajah ngeriku.
"Anna," teriaknya memanggilku, aku semakin melangkah cepat meninggalkan Mr. Grey palsu yang masih tertawa meledekku.
****
"Wajah lo butek amat Na," Ciara menatapku panjang, Ciara ini teman dekatku semenjak SMA. Dulu dia sempat menyukai Kak Ramiano tapi semenjak tahu Kak Ramiano hanya menyukai Naura dengan ikhlas dia merelakan kak Ramiano.
"Lagi bete," balasku cepat, Ciara menyesap jus orangenya dengan cepat, dia terlihat kepo dan ingin tahu kenapa aku bisa bete.
"Kenapa?" tanyanya.
Nahkan benar, aku terlalu tahu Ciara. Dia nggak akan diam sebelum aku cerita.
"Lo ingat Alexander nggak?" Tanyaku, Ciara seperti berpikir mengingat Alexander.
"Ah iya, gue ingat Alexander mantan lo dulu pas lo di Amerika?" Tebaknya dengan yakin, aku mengangguk.
"Kenapa lagi? Jangan bilang kalian bertemu dan benih-benih cinta kembali muncul?" tanyanya asal, perutku langsung mules mendengar perkataan Ciara.
"Asal lo tahu, Alexander akan menjadi daftar terbawah cowok yang bakal gue jadikan cinta terakhir gue, camkan itu!" balasku dengan yakin, Ciara tertawa mengejek seakan aku berbohong.
"Oh bagus dong, terus kenapa lo bete? Tahu nggak kalau wajah lo sekarang kayak cewek sedang patah hati, suram banget," aih maksud ngajak Ciara bertemu agar dia bisa kasih masukan, yang ada bikin bete sama seperti Alexander.
"Au ah, rese lo!" aku mengambil tas Channel ku dan berniat meninggalkan Ciara saking betenya.
"Hahaha iya iya sorry, gue nggak ngeledekin lo lagi deh. Oh iya gimana kakak ganteng lo, masih sibuk mengejar Naura?" Tanyanya, aku kembali duduk dan mengangguk.
"Oooo bagus deh, mudah-mudahan dia berhasil ya, gue bahagia kalau diapun bahagia tapi tetap ya gue penasaran Naura itu seperti apa? kok bisa Ramiano tergila-gila seperti ini," aku hanya tertawa sambil menaikkan bahuku.
"Mungkin lo sedang bernasib baik, noh orangnya," tanpa sengaja aku melihat Naura sedang berada tidak jauh dari tempatku dan Ciara duduk.
"Cantik juga, kalah gue ... tapi siapa tuh di belakangnya kok ngikutin kayak perangko?" tanya Ciara.
"Sugeng," balasku.
"Hah Sugeng? Jadul amat namanya tapi imut banget" wajah Ciara berbinar menatap Sugeng Karyadi alias kak Ramiano, ya iyalah imut lah mereka orang yang sama.
"Udah, Sugeng bukan mainan lo... mending sekarang kita cuci mata... gue traktir deh," kataku mengalihkan pandangan Ciara dari Sugeng, bahaya kalau dia tau Sugeng itu kak Ramiano, bisa-bisa rencana kak Ramiano gagal.
"Bener ya lo traktir gue?" Aku mengangguk.
"Wohoooo gue pengen lisptik merah menyala deh kayak yang lo pakai, mereknya apa sih hot banget," aku hendak menjawab pertanyaan Ciara ketika tiba-tiba Alexander menghampiri kami.
"Wah kayaknya kita berjodoh deh."
Itu maumu, bambang! Ogah berjodoh sama penjahat kelamin seperti situ.
"Ngapain lo ngikutin kami, lo kok jadi stalker gini sih," balasku kesal.
Alexander masih berdiri menatapku dengan senyum culasnya.Masih ada pertanyaan besar di hatiku, kenapa ya dulu aku bisa masuk ke dalam perangkapnya?
"Na, kenalin dong siapa sih cowok ganteng ini," ah iya Ciara hanya tahu Alexander melalui cerita dan mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
"Ngapain lo pake minta dikenalin segala sih, asal lo tahu dia musuh gue dan lo sebagai sahabat pantang bersikap baik dengannya."
Alexander tertawa dan menjulurkan tangannya ke arah Ciara, dan semakin membuatku kesal Ciara membalas salamannya.
"Alexander, panggil saja Alex," ujarnya mengenalkan diri.
"Oooo Alexander toh... hai aku Ciara, sahabat Ana," balas Ciara.
"Udah jangan basa basi, bye" aku menarik tangan Ciara yang tak berhenti memandang Alexander.
"Gila! Benar-benar gila... ya ampun ternyata ada cowok yang lebih tampan dari Ramiano..."
"Ciara! Gue ingatkan kalau lo masih mau perawan sampai lo nikah, jangan pernah dekati playboy cap kampak itu," gerutuku dengan keras, Ciara tertawa terbahak-bahak.
"Separah itu?" Tanyanya, aku mengangguk.
"Noh lihat, setelah menyapa kita... lihat dia bawa cewek lain... lo mau dapat penyakit raja singa?" Hahahha jahat amat ya aku, tapi biar deh demi keamanan Ciara.
Ciara langsung menggeleng dan aku menepuk bahu Ciara dengan senang.
"Good girl, tenang nanti gue akan carikan cowok kece buat lo" kataku menenangkannya.
"Gaya lo, cari dulu buat diri sendiri baru cariin buat gue... hmmm kalau Sugeng boleh nggak... cakep juga nggak kalah dari Ramiano dan Alexander," balasnya asal.
****