“Harry” Cicit Shailine dengan suara yang sangat kecil, seperti berbisik.
Sementara Harry yang tadinya memandang Alessia, memalingkan wajahnya dan menatap Shailine dengan tajam. Wajahnya semakin mengerut ketika melihat penampilannya Shailine yang berantakan serta bau alkohol yang masih dapat tercium di indera penciumannya.
Mendapat tatapan tajam dari Harry, membuat Shailine semakin menundukkan kepalanya. Belum pernah ia mendapat tatapan seperti itu dari sepupunya itu. Dan ini adalah kesalahan pertama yang ia lakukan di hadapan Harry. Walau ini bukan pertama kalinya ia mabuk di kantor Harry.
Sementara Alessia yang tak ingin ikut campur memutuskan untuk segera keluar dari ruangan tersebut. Ia tak mau pekerjaannya terhambat hanya karena melihat pertengkaran antara dua manusia yang tak perlu ia lihat.
Alessia meneruskan langkahnya keluar sembari mendorong trolinya kemudian menutup pintu kembali. Apapun yang terjadi di dalam sana ia tak tahu lagi, dan ia tak mau tahu hal itu karena itu bukan urusannya.
“Apa yang kau lakukan Shailine?” Tanya Harry sedikit menahan amarahnya.
Shailine semakin merasa takut. Karena jika Harry telah memanggil nama lengkapnya, itu artinya ia benar-benar marah.
Selama ini Shailine memang suka semena-mena dan melakukan apapun yang ia mau, sekalipun itu hal yang paling Harry benci. Tapi, pria itu masih bisa menahannya dan membiarkan Shailine melakukan yang ia mau. Namun, apa yang Shailine lakukan kali ini benar-benar salah.
“Apa yang kau lakukan Shailine?!” Bentak Harry membuat Shailine tersentak.
“Maafkan aku, Harry” Cicit Shailine masih berdiri di tempatnya sembari menunduk.
“Alkohol, huh?!” Bentak Harry lagi. “Selama ini aku membiarkanmu melakukan apa yang kau mau. Bahkan aku menuruti semua keinginamu. Tapi ini sudah diluar batas Shailine. Yang kau lakukan ini salah. Sejak kapan aku mengajarkanmu meminum minuman sialan itu?! Sejak kapan orang tuamu mengajarkanmu hal itu?!”
“Maafkan aku, Harry. Maafkan aku”
“Aku tidak butuh maafmu Shailine. Sekarang jawab pertanyaanku, sejak kapan kau menyentuh barang sialan itu?!”
Shailine tak menjawab pertanyaan Harry. Ia hanya diam mematung di tempatnya sembari menunduk dengan air mata yang terus mengalir ke pipinya. Ia tak berani memandang wajah Harry apalagi mengatakan yang sebenarnya.
Ia mengakui bahwa ini memang salahnya. Dan betapa bodohnya dia, hanya karena tak ada yang mengetahui kebiasaan buruknya itu maka ia melakukannya lagi dan lagi.
“Jawab pertanyaanku Shailine!” Bentak Harry sembari melempar tasnya ke lantai.
“H, H, Harry...”
“Jawab pertanyaanku atau kamu akan menyesal!”
Shailine sangat terkejut dengan apa yang ia dengar. Ia semakin takut pada pria di hadapannya ini. Di sisi lain, ia tak mengerti mengapa hal ini sangat fatal bagi Harry padahal hal seperti ini sudah biasa di New York. Bahkan Harry juga memiliki bisnis di dunia malam, tapi kenapa ia sampai semarah ini padanya?
“Katakan!” Bentak Harry mulai kehilangan kesabarannya.
“Aku bertengkar dengan pacarku” Ucap Shailine spontan.
“Siapa dia?!”
“D, d, dia...”
“Siapa Shailine?!”
“Zee! Zee, Harry. Zee!”
Hening.
Tak ada suara baik dari Harry maupun Shailine. Harry tak percaya dengan apa yang ia dengar, ucapan Shailine bagaikan petir di siang hari yang menyambar dirinya. Zee adalah manajer Shailine dan ia adalah seorang perempuan. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa mereka berdua...
Shailine semakin takut dengan apa yang akan Harry lakukan. Ia hanya dapat menunggu reaksi dari Harry. Saat ini Shailine tak dapat menebak ekspresi wajah Harry. Ekspresi wajah yang belum pernah ia lihat selama ini.
Shailine mundur perlahan saat melihat Harry melangkah mendekatinya. Wanita itu semakin ketakutan.
“Are you serious about what you say?” Tanya Harry yang dibalas anggukan oleh Shailine seakan siap menerima apapun yang akan Harry lakukan padanya.
Namun, tanpa diduga, Harry malah memeluk Shailine. Pelukan hangat layaknya seorang kakak pada adiknya. Pelukan yang membuat Shailine sangat terkejut.
“Aku tidak tahu kejadian apa yang menimpamu Lily. Tapi ingatlah, semua masalah ada solusinya. Kau tak harus memikul semuanya hingga membuat kehilangan kendali dirimu sendiri. Lily yang kukenal adalah seorang wanita yang keras kepala, ceria, dan... dan... selalu memakai pria sebagai pelampiasannya, bukan seorang wanita. Jika kau ada masalah, kau selalu memilikiku Lily. Bukankah aku selalu menuruti permintaanmu?” Ucap Harry lembut masih memeluk Shailine.
Sementara Shailine hanya terdiam. Air matanya mulai menetes ketika Harry selesai berbicara. Ia tak tahu bahwa Harry memiliki sisi hangat seperti ini. Sisi yang baru pertama kali ia lihat dari seorang Harry Wallace. Dan itu membuatnya benar-benar merasakan sosok seorang kakak yang mampu membimbing dan membantunya dalam segala hal.
Isak tangis Shailine mulai terdengar dari bibirnya, ia pun membalas pelukan Harry dengan erat tanpa mau melepasnya sedikit pun. Sedangkan Harry hanya mampu mengelus kepala dan punggung Shailine dengan lembut dan pelan.
-------
Alessia keluar dari ruangan Harry tanpa mau menoleh ke belakang ataupun mencari tahu apa yang terjadi. Ia melewati meja Laura begitu saja lalu turun ke lantai dasar.
“Eh, Ale!” Panggil Luna ketika melihat Alessia melintas di hadapannya.
Alessia berhenti tepat di depan meja resepsionis dan menoleh ke arah Luna.
“Kurir itu datang lagi dan memberimu ini” Ucap Luna sembari mengambil bunga serta surat dari mejanya dan memperlihatkannya pada Alessia.
Awalnya Alessia enggan untuk mengambilnya. Namun entah dorongan dari mana, ia berjalan mendekati Luna dan mengambil surat yang berada di samping bunga tersebut.
“Kurir itu hanya mengatakan bahwa surat dan bunga itu untuk Alessia Wilson. Dia juga tidak memberikan identitas si pengirim” Ujar Luna kembali.
Sejenak Alessia melihat surat tersebut tanpa membukanya. Namun sesaat kemudian, ia memasukkan surat tersebut ke dalam saku celananya. Ia akan membacanya saat istirahat.
“Kenapa kamu tidak membacanya?” Tanya Luna penasaran.
“Aku sedang bekerja” Jawab Alessia asal.
“Apa menurutmu pengirimnya sama dengan yang pertama?” Tanya Luna.
“Tidak tahu” Jawab Alessia kemudian pergi meninggalkan Luna dan melanjutkan pekerjaannya.
“Huh! Padahal aku sangat penasaran dengan isi suratnya kali ini. Aku tak tahu kalau Alessia ternyata punya pengagum rahasia. Tapi kalau dilihat-lihat, Alessia memang pantas untuk dikagumi. Wajahnya sangat cantik dan bisa kupastikan dibalik pakaian besarnya itu, tubuhnya indah bak model. Dia juga tinggi. Hah... Andai saja aku jadi Alessia, aku tak akan menyia-nyiakan tubuhku dengan hanya bekerja sebagai cleaning service. Aku akan bekerja sebagai model dan hidup mewah” Gumam Luna.
“Hah? Siapa yang jadi model?” Tanya Clara, resepsionis lain yang baru saja datang, membuat Luna terkejut.
“Ya ampun, Cla. Kamu membuatku terkejut”
“Maaf. Tapi siapa yang akan jadi model?” Tanya Clara kembali.
“Tidak ada. Eh, tapi bukannya hari ini kamu shift malam ya?” Tanya Luna.
“Aku menukarnya dengan Claudia karena nanti malam aku ada acara lain” Jawab Clara.
“Acara atau party di club?”
“Acara biasa, Lun”
-------
Saat jam makan siang. Seperti biasa, Alessia akan menghabiskan waktunya di cafe depan perusahaan. Saat menyesap Ice Americano-nya, ia teringat akan surat yang diberikan Luna tadi pagi. Ia lalu mengeluarkan surat tersebut dari saku celananya.
Seperti sebelumnya, amplop surat tersebut berwarna merah muda dan terdapat tulisan ‘To : Alessia Wilson’ di depannya. Tak lupa tanda love di bawahnya. Ia memperhatikan sejenak surat tersebut. Ia sedikit enggan membukanya karena surat yang terakhir kali ia baca berisikan kalimat menjijikan.
Tapi, ia juga sedikit penasaran dengan isinya kali ini. Dan dengan rasa enggan bercampur penasaran, Alessia mengeluarkan kertas yang juga berwarna merah muda dari amplop tersebut.
Saat membaca isi dari surat tersebut, kening Alessia mengerut.
-------
Hayo loh, ada yang penasaran juga nggak sama suratnya kali ini? >_<
Love you guys~