Suasana malam di rumah sakit tentu saja sudah lengang. Apalagi di lantai paling atas, bahkan hanya menyisakan Rhea saja. Biasanya dia ditemani asistennya. Hanya saja tadi Rhea menyuruhnya pulang dulu. Bisa kisruh urusannya kalau sampai kepergok Salma, Genta datang mencarinya. Tangan Rhea seperti ada lemnya. Sampai rasanya greget sendiri terus digandeng oleh Genta tanpa dikasih kesempatan lepas. Namun, saat hendak keluar dari lift di lantai khusus ruang rawat VIP dia menarik lepas tangannya. Tentu saja Genta langsung menoleh tidak senang.
“Jangan gila! Mereka semua kenal kita!” Rhea sengaja bersedekap menyembunyikan tangannya.
“Ck ….” Genta mendecak keras, lalu meraih topi dari balik punggungnya. Tak cuma pakai topi, dia juga mengenakan masker menutupi wajahnya.
Rhea mengulum senyum. Dasar otak kriminal! Bahkan, sudah kepikiran menyiapkan semua sejak awal. Kalau seperti itu jelas tidak ada yang akan mengenalinya. Genta memang tidak bekerja di sini. Tapi, karena pernah dimintai tolong untuk operasi darurat, dia sempat beberapa waktu berseliweran di Medical Centre.
“Sudah tidak kelihatan!” dengusnya menyambar lagi tangan Rhea, lalu digandeng keluar lift.
Suasana sudah senyap. Beberapa perawat dan dokter jaga tampak menyapa sopan, begitu melihat kedatangan anak pemilik rumah sakit. Rhea tahu, mereka pasti menatap penasaran ke pria yang sekarang menggandengnya.
“Bu Rhea mau jenguk siapa?” tanya Dokter Ares. Kalau tidak melihat jasnya, Rhea juga tidak tahu nama dokter muda tampan itu.
“Teman, yang hari ini masuk karena kecelakaan. Namanya Sofie Pramana,” jawabnya mendekat.
“Oh, yang di kamar 612 paling ujung. Sebelumnya kami minta maaf, Bu. Barusan jarum infusnya lepas saat ke toilet. Karena itu pasien ngamuk, karena harus pasang baru di tangan satunya lagi. Keluarganya juga barusan datang menjenguk,” ucap kepala perawat jaga. Sementara yang lain mencuri pandang ke Genta dengan mata penasaran.
Rhea mengangguk paham maksud mereka memberitahunya. Bukan mengadu, tapi karena tahu Sofie temannya mereka khawatir nanti dikira teledor, kalau sampai kejadian tadi diceritakan ke Rhea.
“Saya yang harusnya minta maaf untuk kelakuan kurang menyenangkan Sofie. Dia orangnya memang susah mengontrol emosi. Apalagi kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Kalau begitu kami ke sana dulu!” pamitnya mengikuti Genta yang masih bungkam, menggandengnya melangkah menuju ke ruang paling ujung.
“Mereka bilang ada keluarganya? Papanya, mungkin! Soalnya mama dia kan tinggalnya di Bali!” ucap Rhea terus terang sedikit was-was. Kalau nanti sampai ribut, pasti bakal sampai di telinga mamanya.
“Siapapun yang datang, memangnya apa peduliku! Kelakuan anak mereka yang bangsatt! Temanmu bisa searogan itu, karena merasa daddynya orang mentereng yang bisa mengimbangi keluargamu. Lucu! Baru aku sentil sedikit saja sudah kelojotan mau sekarat. Salah lawan! Beraninya mengusik ayangnya Bumi!” sahut Genta.
Di depan pintu paling ujung, mereka melihat ada seorang pria berbadan tegap berdiri berjaga. Genta dan Rhea tertawa pelan. Sepertinya mereka tahu, siapa tamu di dalam sampai depan pintu pun harus dijaga layaknya orang penting. Genta berhenti sebentar, lalu merogoh ponselnya.
“Kamu masih di luar?” tanya Genta entah ke siapa.
“Masih."
“Sialan! Kalau begitu kenapa tidak bilang si mokondo ke sini?!” omelnya.
“Matamu yang nggak lihat pesanku! Situ enak-enak pacaran, aku dijadikan umpan nyamuk di parkiran!”
Genta meringis setelah balik kena omel. Dia melihat pesan masuk yang temannya maksud.
“Iya ding! Terus gimana? Sudah kamu bereskan?" tanyanya.
“Memangnya kapan urusanmu tidak beres di tanganku?! Tengah malam minta dicarikan sepatu jinjit saja aku bela-belain gedor butik Cindy, sampai kena damprat. Teman bangsattt!”
Genta cengengesan menunduk menatap sepatu yang temannya maksud. Pas, cantik dipakai Rhea.
“Aku sudah kirim video si mokondo sama gundiknya ke istri sahnya. Sebentar lagi paling sampai! Tugasmu cuma menahan dia supaya tetap di situ, sebelum istrinya datang!” ucap temannya yang ternyata Genta minta berjaga di luar rumah sakit.
“Ok!” angguk Genta menyudahi sambungan.
Rhea mengernyit penasaran, tapi Genta malah tersenyum menggandengnya melanjutkan langkah. Di luar perhitungan, ternyata drama ini dimulai lebih cepat dari rencananya.
“Anda siapa? Pasien butuh istirahat. Tidak menerima kunjungan dan tidak ada yang boleh masuk, kecuali dokter yang berkepentingan!” Mereka dicegat oleh pengawal Ilyas Hanif di depan pintu luar.
“Aku, Rhea Pradipta! Teman Sofie saat kuliah di London, sekaligus anak pemilik rumah sakit ini. Boleh masuk?” tanya Rhea dengan tangan terkepal.
Moodnya sedang awut-awutan. Tidak punya cukup stok sabar menghadapi ulah ribet mereka. Sementara pria itu mulai menatap ragu.
“Sebentar, saya tanya dulu ke Nona Sofie!” ucap pria itu berbalik membuka pintu hendak masuk, tanya ke orangnya langsung soal tamunya. Namun, tubuhnya seketika menghantam pintu hingga tersungkur ke lantai setelah Genta menendangnya dari belakang.
Brugh
Orang-orang di dalam sana terperangah kaget. Terlebih Sofie dan Lucky yang menatap Rhea was-was. Ilyas Hanif sendiri celingukan pucat seperti maling takut ketahuan. Si pengawal langsung bangun menghadang Genta dan Rhea yang sudah masuk dan menutup pintu, supaya tidak mengganggu pasien lain.
“Hallo, Bestie! Bagaimana keadaanmu? Maaf, baru sekarang sempat ke sini menjenguk!” ucap Rhea mendekat, tanpa takut pria berbadan tegap tinggi besar itu beneran bakal menghajar. Bahkan, jika tanpa Genta pun dia yakin tetap sanggup menumbangkan pengawal mereka.
“Jangan biarkan dia mendekat! Seret perempuan sialan ini keluar!” seru Sofei gusar.
Mendengar perintah dari anak junjungannya, pria di depan mereka pun langsung menerjang maju. Genta tanpa melepas gandengan tangannya menghantamkan tinjunya menyambut jotosan lawan. Sempat melihat pria itu meringis terhuyung. Dengan cepat Genta kembali meninju perut, lalu kepalan tangannya menyasar ke ulu hati, dan satu lagi telak menghantam kepala. Tubuh kekar pengawal Ilyas meringkuk nyaris pingsan, setelah kena tendangan Genta hingga menghantam sofa tempat bossnya duduk kelicatan.
“Apa-apaan, kalian!” bentak Ilyas kelabakan.
“Kalian yang apa-apaan! Berani melarang anak yang punya rumah sakit masuk ke tempatnya sendiri. Takut apa sampai pintu harus dijaga?!” Genta melepas topi dan maskernya. Lucky dan Sofie terperangah mendapati pria yang kemarin malam berciuman dengan Rhea di nightclub.
Mata Ilyas Hanif menyipit menatap ke Rhea yang mengangguk sopan. Tidak, itu hanya palsu. Lihat saja mata gadis itu sinis menoleh ke mama Sofie yang seketika panik. Pasti sudah tahu permasalahan anaknya dengan Rhea.
“Rhea ….”
“Malam, Tante Susan! Tumben mau ke Jakarta! Nggak takut, apa?! Di sini seram lho. Ada yang lebih menakutkan daripada kuntilanak. Istri sah daddy nya Sofie. Iya kan, Om Ilyas? Kursi pimpinan Damaya grup panas lho. Nggak takut terbakar, sudah main api dengan ndoro ratu di rumah?!” cibirnya pedas.
Jantung Ilyas berdegup menggila. Pun dengan Sofie dan mamanya, yang tidak menduga Rhea tahu identitas Ilyas Hanif. Padahal selama ini sudah mereka tutup rapat.
Rhea berdiri di samping ranjang pasien. Menatap mantan pacar dan bestienya yang mati kutu, karena lagi-lagi boroknya dia kuliti.
“Sekarang aku paham, kenapa benalu ini juga nemplok ke kamu!” Rhea menatap mengejek ke Lucky.
“Karena Lucky tahu siapa ladang uang yang kalian keruk selama ini. Dia juga ingin mencari kesempatan, ikut menikmati harta colongan dari keluarga Baswara. Kalian sekumpulan benalu yang menjijikkan!” cemooh Rhea menatap wajah-wajah marah mereka.
“Jaga mulutmu! Jangan asal bicara tanpa bukti! Lucu … hanya karena dilepeh Lucky yang lebih memilih Sofie, kamu lantas melampiaskan amarah dengan melontarkan fitnah ke kami! Jangan kira karena anak yang punya rumah sakit, lalu bisa lancang nyelonong dan bikin gaduh mengganggu pasien seenaknya!” bentak mama Sofie masih mencoba mengelak.
“Bukti?!” Genta tertawa geli melihat dua orang di hadapannya yang mati-matian berusaha tenang, tapi mukanya sepucat mayat.
Memeluk Rhea dari belakang, Genta seperti sengaja pamer mesra ke dua pengkhianat di depannya. Puas melihat luka di wajah Sofie yang pasti akan sulit pulih. Bisa, tapi butuh banyak uang untuk operasi plastik. Masalahnya, dari mana mereka dapat uang, kalau setelah ini bakal dimiskinkan oleh istri sah Ilyas Hanif?!
“Jangankan bukti, istri sah pria selingkuhanmu itu saja bisa aku datangkan ke sini kalau memang perlu. Mau coba?!” tantang Genta ke mama Sofie.
“Sebentar! Kamu sepertinya salah paham. Aku kesini menjenguk Sofie, karena sudah menganggapnya anak sendiri. Aku dan Susan berteman baik sejak lama. Jadi jangan asal menyimpulkan dengan menuduh selingkuh! Aku tidak segila itu sampai mengkhianati istriku!” sanggah Ilyas maju mendekat ke hadapan dua tamu tak diundangnya itu.
“Saking baiknya sampai kalian berteman di tempat tidur. Membelikan dia villa mewah di Bali dan membiayai kuliah Sofie di London. Waahhh … apakah istrimu juga sudah kamu kenalkan teman baikmu ini? Apa dia tahu suaminya keluyuran ke sini menjenguk anak sahabatnya yang sudah dia anggap anak sendiri ini? Aku penasaran bagaimana reaksi anakmu, kalau mendengar anak gundikmu memanggilmu daddy?!” lontar Rhea terlihat begitu menikmati muka ketakutan Ilyas dan mamanya Sofie.
“Brengseeekkkk ….” teriak Sofie tiba-tiba menyambar gelas di meja sebelahnya, lalu melempar ke Rhea.
Taarrr
Gelas pecah berhamburan di lantai, setelah ditepis oleh Genta sebelum mengenai muka Rhea. Sofie yang masih mengamuk melempar bantal dan apapun yang bisa dia raih.
“Sialan kamu, Rhea! Masih belum puas terus merebut apapun yang aku inginkan! Mati saja sana kamu!” Dia makin histeris. Sementara Rhea oleh Genta ditarik mundur ke belakang punggungnya.
“Sofie ,,,, Sofie! Anak gundik yang mengikuti ajaran ibumu, jadi tukang nyolong laki orang. Gayamu sok elit, tapi bisa kuliah ke London dan hidup bergaya hasil dari emakmu ngangkang ke suami orang. Mana yang laki juga benalu mokondo lagi! Pantas kamu tergila-gila ke Lucky. Cari yang seperti daddymu rupanya! Kalian cocok jadi keluarga. Para benalu tidak tahu diri dan tidak tahu malu!” hina Rhea muncul dari balik punggung Genta, lalu mendekat ke Sofie yang sudah mau meledak.
“Kamu bilang apa?!” desis Sofie gemetar.
“Aku bilang kamu sama murahannya dengan mamamu, yang jadi gundik simpanan suami orang. Miskin tapi banyak gaya. Ujung-ujungnya jadi maling harta orang! Lihat karmamu sekarang! Dengan mukamu yang mengerikan seperti ini, kamu pikir Lucky masih sudi bersamamu! Apalagi kalau setelah ini kalian jadi gembel. Kasihan kamu, Bestie!” ucap Rhea menyeringai.
“Arghhhh ….” Tak hanya menjerit histeris, Sofie juga berusaha menampar. Tapi, tangannya lebih dulu dicekal Rhea, lalu dihempas kasar dan dibalas tamparan keras wajahnya yang terbalut perban.
Plakkk
“Araghhhhh ….” lengkingnya menjerit kesakitan.
“Apa-apaan kamu!” bentak Lucky disusul tubuhnya terjungkal keras setelah dihantam jotosan Genta.
“Kurang ajar! Beraninya menyakiti anakku!” Susan mendekat hendak menolong anaknya yang merintih kesakitan dengan perban memerah.
“Memangnya apa yang harus aku takutkan dari para manusia busuk seperti kalian?!” sahut Rhea tanpa lagi sungkan ke perempuan yang kadang dia sapa saat Sofie video call dengan mamanya itu.
“Sekelas Medical Centre bisa-bisanya teledor dan memalukan begini! Aku tidak peduli kamu anak yang punya rumah sakit. Segera minta maaf dan enyah dari sini! Kalau tidak, aku pasti akan menuntut kalian dan rumah sakit ini atas tindakan tidak menyenangkan menyakiti Sofie!” ancam Ilyas menuding emosi ke Rhea dan Genta.
Namun, Genta justru menyambar tangan Ilyas yang menuding dan menekuknya sampai pria itu merintih kesakitan.
“Gertakanmu tidak mempan di aku, tua bangka! Urus saja nasibmu yang sebentar lagi jadi gelandangan! Kita lihat, apakah nanti kamu masih punya nyali selantang ini membela gundikmu dan anak bangsatnya itu!” ucap Genta melepas cekalannya.
Brakk
Pintu dibuka kasar dari luar. Mereka semua menoleh. Genta menyeringai merangkul Rhea begitu melihat siapa yang datang. Ilyas yang masih meringis seketika blingsatan panik. Demikian juga dengan Sofie dan mamanya yang pucat pasi.
“Seret sampah sialan itu, juga gundik dan anaknya ke hadapanku!” teriak istri Ilyas ke para bodyguard yang datang bersamanya.