Cukup lama Vio terdiam di kamarnya setelah Ryota keluar untuk membuat makanan. Ucapan pria itu sebelum meninggalkan kamarnya tadi masih terus terngiang dalam kepala Vio. Apalagi tatapan sendu Ryota yang terlihat menahan sakit dalam, membuat Vio tidak bisa lupa. Bahkan setiap kali mengingat tatapan Ryota, Vio merasa sesak. Setelah hampir 15 menit, akhirnya Vio memutuskan untuk menemani Ryota di dapur. Ia berjalan pelan sambil mengamati punggung tegap Ryota yang tengah sibuk mengolah sesuatu. Jika diperhatikan baik-baik, sosok berpunggung tegap itu terlihat kesepian. Tiba-tiba saja Vio jadi ingin menangis. Bodoh! Apa yang salah dengan dirinya? Kenapa ia mendadak secengeng ini? Rupa-rupanya kehadiran Vio disadari oleh Ryota. “Kenapa sudah keluar? Saya belum selesai. Nanti kalau sudah saya a