Bab 3. Menerima Tawaran

1124 Words
“Ya, menjadi tunangan palsu. Apa kau bersedia?” tanya pria itu lagi. Aline sama sekali tidak bisa mempercayai ucapan dari pria di depannya. Menjadi tunangan palsu? Yang benar saja! Bagaimana mungkin seorang CEO yang tentunya sangat banyak digilai para wanita mencari tunangan palsu. Sangat tidak masuk akal! pikir Aline membatin. “Nona Aline Puspita?” panggil Joe lagi, karena gadis di depannya nampak sedang melamun atau tengah berpikir macam-macam. “Mengapa kau pikir aku mau melakukannya?” tantang Aline dengan berani. Mata gadis itu menyipit menatap pria di depannya. Pria itu sangat tampan, sungguh-sungguh tampan, dan dia sama sekali tidak pernah menduga, mengapa pria setampan dirinya masih harus mencari tunangan palsu. Joe sedikit berpikir. “Karena kau sudah berada di sini, jadi sekalian saja, kebetulan aku belum mendapatkan calon yang pas.” “Kau pikir aku yang kau cari, begitu?” tanya Aline lagi, masih dengan nada suara yang terdengar menantang. “Tidak juga, kau harus melalui tes dulu, untuk bisa lolos seleksi dan-” Aline menggoyang-goyangkan satu tangannya di depan Joe, tanda dia menolak tawaran pria itu. “Tidak, aku tidak akan mau melakukan itu,” tolaknya cepat. Joe dan Rega saling berpandangan, merasa heran dengan perempuan di depan mereka. “Meskipun dengan bayaran yang ... menggiurkan?” tanya Rega seraya mengangkat bahu. Dia yakin gadis di depannya itu akan berubah pikiran setelah mengetahui nominal uang yang akan diterimanya bila bersedia menjadi tunangan palsu bosnya. Aline nampak terdiam. Pikirannya berkecamuk. Keputusannya mencari tau tentang yang terjadi di sini ternyata di luar dugaannya. Tetapi, dia kembali penasaran dengan bayaran yang diucapkan pria itu. Di samping itu dia juga membutuhkan biaya untuk pengobatan ibunya dan membayar utang ayahnya kepada lintah darat. Joe dan Rega masih menunggu keputusan Aline yang sejak tadi masih terdiam, entah memikirkan apa. Sebenarnya Joe juga sudah kehabisan akal untuk mencari calon wanita yang sesuai keinginannya untuk dijadikan tunangan palsunya, tetapi setelah mengetahui ada pegawai kantor ini yang tau tentang seleksi itu, mau tak mau dia mencoba menawarkan kerja sama pada gadis itu. “Bagaimana, Nona Aline?” tanya Joe memecahkan lamunan gadis itu. “Oh ...” Aline nampak gelagapan setelah di tegur oleh Joe. Gadis itu menundukkan kepalanya. Berpikir. Joe menaikan alisnya meminta jawaban gadis itu. Joe membutuhkan wanita yang akan menjadi tunangan palsunya untuk makan malam di malam Sabtu nanti di kediaman orang tuanya. Dan, itu sekitar empat hari lagi dari hari ini. “Berapa bayaran yang akan aku dapatkan bila aku menerima tawaran itu?” tanya Aline seraya mengangkat wajahnya menatap dua pria di depannya. Joe dan Rega kembali saling berpandangan sebelum menjawab pertanyaan gadis itu. Kemudian Joe mengangguk pada Rega. “Tiga kali lipat dari penghasilan mu bekerja di sini. Bagaimana?” tawar Joe. “Hanya sebagai tunangan palsu?” Aline mencoba memastikan. Bisa saja kan, kalau pria itu meminta lebih seperti, ciuman, pelukan, atau bahkan tidur bersama. Aline sedikit bergidik membayangkan semua itu. Bila benar seperti itu dia harus menolak tawaran ini, tidak mungkin dia akan menyerahkan tubuhnya begitu saja. Hanya menjadi tunangan palsu. Tidak, Aline tidak akan mau. “Ya, hanya itu. Kita tidak akan melakukan apa-apa, bila itu yang kau khawatirkan,” balas Joe dengan tatapan yang sulit diartikan oleh gadis itu. “Dan, satu lagi ... kau harus bisa menjaga kesepakatan kita.” “Ya, tentu saja aku akan menjaga rahasia ini.” Joe bisa menilai wajah gadis itu lumayan cantik walau tanpa polesan make up. Bibirnya berwarna merah muda dengan lesung di kedua pipinya. Aline bernapas lega setelah mendengar penjelasan dari pria itu yang menyatakan kalau mereka tidak akan melakukan hal-hal yang sempat dipikirkannya tadi. “Berapa lama?” tanya Aline lagi. “Satu atau tiga bulan bisa saja kurang dari itu atau lebih. Aku tidak bisa memastikan, yang jelas aku akan membayarmu di muka.” Joe kembali menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya dengan kedua tangan yang bertautan di depan tubuhnya. ‘Benar kata si asisten itu, bayarannya sangat menggiurkan,’ batin Aline berkata. “Baiklah, aku akan menerima tawarannya,” ucap Aline setelah dia menimbang semua penjelasan dari pria itu. ‘Toh, hanya menjadi tunangan palsu. Tidak ada salahnya, kan?’ pikirnya lagi. Lagi pula dia memang membutuhkan uang tambahan. “Kau yakin?” tanya Joe memastikan seraya kembali memposisikan duduknya menjadi tegak. Aline mengangguk yakin. Menurutnya ini adalah sebuah pekerjaan sampingan yang lumayan, bagaimana mungkin dia harus menolak. Bisa saja hanya beberapa kali pertemuan dengan keluarga pria itu, tidak akan sesering mungkin. Apa lagi dia juga harus bekerja. “Oke. Dalam tiga hari aku harus melihat performa terbaikmu dari sudut wanita feminim seperti yang aku inginkan. Kau akan berbelanja pakaian modis, alat-alat make up, yang akan menunjang penampilanmu, dan ....” “Tunggu! Tunggu! Kau ingin aku berbelanja?” tanyanya menyela ucapan pria di depannya. “Tentu saja, karena aku ingin wanita pilihanku terlihat berkelas dan elegan.” “Kau pikir bos ku, ingin wanita yang berpenampilan biasa saja!” ejek Rega dengan wajah yang terlihat menyebalkan di mata Aline. Aline menatap sebal ke arah pria yang merupakan asisten dari CEO yang baru pertama kali dia ajak berbicara ini. “Masalahnya, aku tidak mempunyai banyak uang untuk berbelanja keperluan yang kau minta, Tuan CEO yang terhormat!” ucap Aline ketus. “Rega akan menemani mu berbelanja besok sepulang dari kantor,” sahut Joe sesantai mungkin, sembari menoleh ke Asistennya yang terlihat keberatan. “Bantu dia, Reg.” “Oke,” balas Rega ogah-ogahan. Pertemuan sore itu selesai dengan kesepakatan bersama. *** “Bagaimana, apa kau sudah memikirkan saran yang ku berikan?” tanya suara lembut yang memenuhi gendang telinga Joe melalui panggilan telepon. “Kita lihat Jumat malam nanti, ya, aku akan membawa wanita itu,” balas Joe seraya melepas ikatan dasinya dan melepaskan dari lehernya. “Kau sungguh-sungguh melakukan itu?” “Bukankah, itu yang kau inginkan, Babe?” tanya Joe berbalik, suaranya terdengar tegas. “Maafkan, aku. Aku hanya tidak ingin Dave mencurigai kita,” sahut wanita itu lemah. “Ya, aku tau. Kau tidak perlu khawatir, karena aku melakukan ini semua untuk mu, untuk kita.” Joe berdiri di balkon apartemennya menatap langit malam yang menggelap tanpa adanya sinar bulan atau benda langit lain. Berbeda dengan suasana lalu lintas di bawahnya yang nampak mengecil seperti semut dan terlihat kelap-kelip seperti kunang-kunang. “Aku mencintaimu, Joe.” “Me too.” Joe menutup ponselnya setelah wanita di seberang sana memutus sambungan teleponnya. Pria itu melempar ponselnya ke arah ranjang yang hanya berjarak sekitar dua meter dari posisinya berdiri di depan balkon. Pria itu menyurgar rambutnya menjadi acak-acakan. Sungguh kisah cinta yang sangat rumit. Andai saja dia bisa melepaskan dirinya dari jeratan cinta itu, mungkin dia tidak akan memusingkan hal ini. Hanya saja, Joe benar-benar mencintai wanita itu, dan berat baginya untuk menjauh dari wanita yang sudah dicintainya sejak lama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD