Bab 2. Kesepakatan?

1247 Words
“Apa, kau menolak ku juga?” tanya wanita itu sedikit kesal. Setelah keempat wanita lainnya ditolak dia pikir dia akan mendapat kesempatan terpilih, nyatanya sama saja dia tetap ditolak. “Ya, pergilah!” usir Joe dengan nada malas. Wanita itu menghentakkan kakinya yang dibalut high heels sepuluh Senti, dan memutar tubuhnya ke arah pintu dengan raut wajah kesal. Brak! Terdengar pintu dibanting oleh wanita yang mengamuk itu. Membuat Joe dan Rega terkejut. Joe mendengus kesal karena wanita yang dicarikan oleh Rega sama sekali tidak ada yang sesuai dengan kriteria yang dia inginkan. “Yang benar saja, Joe! Dari lima wanita terbaik tadi dan kau menolak semuanya!” Rega menggelengkan kepalanya seraya bertolak pinggang. “Entahlah, aku sama sekali tidak tertarik membayar mereka. Mereka terlihat seperti ... yeah, kau tau lah!” Sementara Aline yang masih berada di luar nampak bingung karena wanita terakhir yang dipanggil pun mendapat penolakan dari dalam. Bahkan, wanita itu memaki-maki tidak jelas seraya berjalan cepat ke arah lift seperti peserta sebelumnya. “Sebenarnya apa sih, event yang sedang berlangsung?” tanyanya pada dirinya sendiri. Karena wanita judes itu yang akhirnya mendapatkan hal yang sama seperti teman-temannya pun enggan memberitahu dia apa yang sedang terjadi di dalam. Akhirnya dengan kenekatan dan keberanian penuh, Aline mencoba mengetuk pintu ruangan CEO tersebut. “Ayo, Aline! Semoga keberuntungan datang padamu sore ini,” katanya menyemangati diri sendiri. Aline menarik napas panjang, lalu dia embuskan perlahan. Barulah setelah itu dia mengetuk pintu di depannya dengan keteguhan hati. Joe dan Rega menoleh pada pintu yang diketuk. Keduanya saling beradu pandang. “Siapa itu?” tanya Joe pada Rega yang berdiri di depan mejanya. Rega menggeleng. “Biar kulihat,” katanya seraya berjalan ke arah pintu mencari tau siapa yang mengetuknya. Apakah salah satu dari wanita tadi kembali lagi? pikir Rega. Rega menekan kenop pintu dan menariknya, sehingga pintu tersebut terbuka sedikit agak lebar. Rega mengernyitkan keningnya ketika menatap seorang perempuan yang sepertinya adalah pegawai di kantor ini. “Hai," sapa Aline canggung. “Ada apa?” tanya Rega dengan mata yang menyipit. Perempuan di depannya nampak canggung untuk mengeluarkan kata-katanya kembali. “Kalau tidak ada kepentingan sebaiknya kau pergi sana!” usirnya karena sejak tadi wanita itu hanya diam dan mengulas senyum bodoh. Rega hampir saja ingin menutup pintunya kembali, kemudian ditahan oleh tangan Aline. “Tunggu, aku ingin tau apa yang terjadi dengan para wanita tadi?” tanyanya memberanikan diri bertanya. Rega melirik ke arah Joe yang juga sedang menunggunya, lalu berbalik lagi ke arah wanita di depannya. “Maksudmu, para wanita yang mana?” tanya Rega seolah tidak mengerti dengan ucapan Aline. Aline mulai menjelaskan apa yang dia lihat di sini, hingga wanita terakhir yang di panggil dan mendapat penolakan juga seperti wanita-wanita sebelumnya. Rega tak percaya pada perempuan ini, dia pikir tidak ada yang mengetahui rencananya menyelundupkan para wanita itu ke kantor untuk menyeleksi program istri bayaran untuk bosnya. Ternyata dia kecolongan. “Sebentar, tunggu di sini dan jangan kemana-mana. Oke?!” Aline mengangguk kaku. Sementara Rega kembali menutup pintu dan menghampiri Joe yang sejak tadi menunggunya. “Gawat, Joe!” seru Rega berjalan cepat menghampiri bosnya. Saat ini Rega sudah berdiri tepat di samping atasannya itu dengan wajah kalut. “Ada apa?” tanya Joe terdengar santai, berbeda dengan Rega yang sudah seperti kedapatan mencuri makanan di mini market. “Ternyata ada penyusup,” katanya berbisik. “What?!” Joe terkejut menatap Rega. Rega mengangguk. “Di luar ada perempuan yang mengetahui kalau aku memasukan para wanita itu ke sini dan dia nekat ingin tau apa yang terjadi di sini,” ujar Rega menjelaskan keadaan darurat mereka. Joe mulai mengerti, tetapi dia tetap mencoba bersikap tenang. “Tenang, Rega. Kau terlalu tegang,” katanya mencoba membuat asistennya rileks. “Suruh dia masuk, dan kita akan tanya apa yang dia inginkan. Bagaimana?” Rega mengangguk ragu. Tapi mau tak mau dia pun menuruti saran dari Joe. “Oke. Kita lihat apa yang diinginkannya.” “Tepat sekali!” Rega kembali berjalan menuju pintu dan membukanya. Gadis berambut ikal coklat itu masih berdiri tepat di depan pintu, menunggu. Aline menatap pria yang belum dia kenal itu kembali membuka pintunya. Ya, selama tiga bulan bekerja di sini Aline belum begitu mengenal dengan orang-orang penting di kantor ini. Hanya baru beberapa itu pun terkadang dia lupa dengan nama-namanya. “Kau boleh masuk.” Rega membuka pintu itu agak lebar mempersilakan gadis itu masuk ke dalam. Aline menahan napasnya ketika tatapannya beradu dengan tatapan tajam pria yang tengah duduk di singgasananya. ‘Apakah dia si CEO itu?’ tanya gadis itu membatin. “Silakan duduk,” ucap Joe dengan suara baritonnya yang terdengar sangat seksi di telinga Aline. Gadis itu pun menarik salah satu kursi yang ada di sebelahnya dan duduk dengan gerakan yang sangat luwes. Rega kembali berdiri di sebelah kursi atasannya. Tatapannya lurus ke arah Aline yang duduk di depan meja Jonathan. “Apa yang membawamu bisa berada di depan ruangan ku, Nona?” tanya Joe tenang. “A-ku baru saja ke ruangan atasanku untuk menaruh file yang dia minta. Kemudian, tidak sengaja melihat ada beberapa wanita yang berdiri di luar ruangan ini,” jawab Aline gugup seraya memilin ujung roknya. “Siapa atasanmu?” tanya Joe lagi. Aline membuka mulutnya, lalu kembali mengatupkanya lagi. Sepertinya keputusan nekatnya mencari tau akan berakibat buruk pada pekerjaannya. Aline berencana akan menutup mulutnya dan melupakan kejadian hari ini. Dia tidak ingin kehilangan pekerjaan hanya karena masalah yang entah apa ini. Apa lagi dia tau kalau pria di depannya ini adalah seorang CEO yang pastinya sangat memiliki power di perusahaan ini. Aline harus menyelamatkan pekerjaannya! “Kenapa, kau tidak menjawab?” Joe kembali bertanya. Aline mengembuskan napas pelan. “Dengar, aku minta maaf karena sudah berani mengetuk pintu ruangan mu,” ucap Aline menyesal. “Bagaimana kalau, aku akan melupakan kejadian sore ini dan tidak akan membahasnya pada siapa pun. Jadi, biarkan aku pergi dari sini dan anggap saja kita tidak pernah membahasnya?” Aline mencoba membuat kesepakatan dengan pria di depannya. Joe tertawa mendengar kesepakatan yang ditawarkan oleh perempuan di depannya. Dia menilai kalau gadis itu terlalu sok tau dengan apa yang dilihatnya. “Kau pikir siapa dirimu berani menawarkan kesepakatan denganku?” ucap Joe dengan tatapan sinis pada gadis di depannya. “Maafkan atas sikap lancang yang telah aku lakukan, aku hanya tidak ingin berurusan dengan mu dan mempertaruhkan pekerjaanku. Aku membutuhkan pekerjaan ini, ku mohon biarkan aku pergi ...,” ucapnya memohon. Jantungnya sudah berdetak saking kencangnya. Dia terlalu bodoh karena tidak memikirkan resikonya. Joe menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. Dia menatap gadis di depannya yang ketakutan akan kehilangan pekerjaan. Joe memperhatikan gadis itu dengan seksama. Wajahnya lumayan cantik, tubuhnya kecil mungil. Dia memiliki ide cemerlang. Lalu, memanggil Rega untuk mendekat dan membisikkan sesuatu pada asistennya itu. “Kau yakin?” tanya Rega agak ragu dengan ide yang baru saja dikatakan oleh Joe. Joe mengangguk yakin. Kemudian pria itu kembali menatap Aline yang tengah menunggu keputusan pria itu. “Siapa namamu? Boleh, kan, aku tau namamu?” tanya Joe dengan intonasi suara rendah. “Aline. Aline Puspita.” “Oke, Aline,” kata Joe sembari menumpuk kedua tangan di atas meja. “Begini, aku ingin membuat kesepakatan denganmu.” “Kesepakatan?” tanyanya gugup. “Ya. Aku sedang mencari wanita yang bersedia menjadi tunangan palsuku selama satu bulan, karena para wanita tadi tidak ada yang memenuhi syarat. Jadi ... maukah kau menjadi tunangan palsuku untuk beberapa bulan ke depan?” “Menjadi tunangan palsu, Anda?” tanya Aline melongo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD