Natalia tersenyum kecil, meski senyum itu lebih mirip guratan pahit di sudut bibirnya. Mendengar kata-kata suaminya, hatinya terasa diremas. Ternyata, Victor tidak jauh berbeda dengan orang lain—menganggap semua pertengkarannya dengan Adolf lahir dari sikapnya yang kasar. Ia terdiam, mencoba menelan kecewa yang mendesak di dadanya. Bukankah seharusnya Victor, sebagai suami, lebih mengenalnya daripada siapa pun? Lebih memahami luka-luka yang disembunyikan di balik wajah tegar, lebih mengerti alasan di balik setiap nada tinggi atau sikap keras kepala? Namun kenyataan berkata lain. Victor pun hanya melihat permukaan, menilai tanpa mencoba menyelami. Sungguh ironis, orang yang paling dekat justru terasa begitu jauh. Natalia pun bertanya dalam hati, apakah dirinya benar-benar pernah dipahami,