2 | Alur yang Berbeda

1366 Words
DD atau Diamond Dreams, sebuah perusahaan desain perhiasan yang menjadi tempat Ava mengadu nasib. Bosnya ramah, gajinya sesuai, beban kerja pun masih dalam kapasitas yang wajar, hanya saja lingkungannya mengharuskan Ava lebih banyak bersabar. Hierarkinya sangat kental. Karena masa kerja Ava kalah lama dengan Gita, tak ada yang peduli pada Ava yang dijadikan anjing pesuruh. Aturannya, kan, junior harus patuh kepada senior. Mereka menerapkan itu. Ava yang dulu begitu lemah sehingga sedikit pun tak tebersit pikiran untuk resign dan mencari pekerjaan lain. Sudah takut duluan sekadar membayangkan kalau-kalau dia mengundurkan diri. Mencari pekerjaan juga, kan, tidak mudah di zaman ini. Dan lagi, Ava merasa masih bisa menghandel perundungan di tempat kerjanya itu. Toh, di rumah tidak beda. Lagi pula Ava hanya perlu patuh. Dulu .... Sekarang Ava juga tidak ada pikiran untuk meninggalkan Diamond Dreams. Karena Gita di sini. Ya, tidak. Sebelum Ava membalaskan semua rasa sakitnya. "Apa kamu bilang?" Gita agak tercengang. "Beli sendiri?" Kini Ava tak lagi patuh buta. "Iya, Kak. Soalnya kerjaanku lagi banyak." Banyak atau tidak, jika dahulu, Ava pasti langsung pergi memenuhi titah Gita. Sesibuk apa pun dirinya, hingga saat pekerjaan Ava terbengkalai, tak tuntas karena waktunya terpotong-potong oleh perintah Gita, lalu kena amuk bos—biar dikata ramah juga kalau pekerjaan Ava tak tuntas, ya, murka. Dari amukan itu, penjelasan Ava soal apa-apa saja yang membuatnya lambat dalam bekerja, jelas tidak bisa diterima. Dan Ava yang dulu hanya menunduk, meminta maaf, juga bilang akan menyelesaikan pekerjaannya walau harus lembur tanpa gaji. Ava menelan sendiri konsekuensi, tanpa berani menolak Gita yang terus-menerus menitah itu-ini. "Bukannya nggak mau, Kak. Tapi nggak bisa. Pekerjaan lebih penting. Atau Kakak minta tolong OB aja? Oh, ya, ini desain yang kapan lalu Kakak minta bantuan aku buat finishing, kayaknya aku juga nggak bisa bantu. Setelah aku cek ulang, kerjaanku banyak banget yang belum kelar. Kak Gita kerjain sendiri aja, ya, finishing-nya?" What?! Tatapan Gita seolah melisankan keterkejutannya. Sikap Ava yang tidak biasa membuat Gita bingung dan ... jelas! Marah. Tak hanya Gita, karyawan lain yang menyaksikan itu sama kagetnya. Sama bingungnya. Seorang Ava Aradhana untuk pertama kali berani menolak titah Gita. Ngomong-ngomong, mereka juga geram sebenarnya terkait Gita. Tapi berkat kehadiran Ava di Diamond Dreams, kebanyakan senior yang suka merundung juniornya itu beralih ke Ava. Gita yang membuatnya begitu. Sehingga mereka tak punya daya. "Suruh Ava aja." "Ke Ava." "Ava bisa kayaknya." "Coba minta Ava kerjain." Dan begitu tidak sesuai, Ava yang kena amuk. Sampai terpikir, sepertinya besok Ava tidak akan hadir lagi di kantor. Tapi siapa sangka? Ava bahkan bertahan selama ini. "Lo—!" Gita menggeram. Merasa tersinggung oleh penolakan Ava. Dientaknya kaki, Gita berbalik dan duduk kembali di bangkunya. Ava memasang tampang lugu. Saat itu. Pintu ruangan lalu terbuka. "Guys! Ada berita besar! Kalian udah pada denger, belum? Di ruang sebelah udah pada heboh bahas ini." "Apa?" Mengalihkan fokus Gita, tetapi tidak dengan Ava. Memilih tetap fokus di pekerjaannya. "Perusahaan dibeli bos baru dari luar negeri!" "Hah?" "Serius?" Gerak tangan Ava seketika berhenti. Tidak mengalihkan pandangan, masih stay di layar, tetapi telinga Ava menarik fokus pikirannya ke berita besar itu. Ini berbeda. Tidak sama dari alur hidup sebelumnya. Kening Ava sampai agak mengernyit. Mengingat-ingat. Di kehidupan yang lalu, kabar perusahaan Diamond Dreams dibeli sama sekali tak teraba ingatan Ava. Namun, Ava tidak terlalu mengambil pusing. Dia kembalikan fokus pada apa yang dikerjakannya. Sebuah desain perhiasan yang begitu selesai ... Ava tinggalkan. Tepat di saat jam istirahat tiba, orang-orang sudah keluar duluan. Entah berburu makanan atau gosip soal bos baru. *** Sepatu pantofel mencium marmer dengan tegas. Tiap langkahnya menimbulkan bunyi ketukan di keheningan. Tundukan kepala orang-orang berseragam pelayan dalam rumah mewah ala bangsawan Eropa menandakan sang Tuan telah tiba. Tatapan tajam dan membekukan itu menyisir ruangan, membuat suasana menjadi semakin tegang. Dia Kalingga Elang Danuarta. Sebagai putra tunggal sekaligus pewaris Luxora, perusahaan desain perhiasan terkemuka yang semakin kuat posisinya di pasar barang mewah global, Elang begitu disegani. Kini dia kembali ke Tanah Air setelah lama mengurus bisnisnya di luar negeri. Elang melangkah masuk ke kamar. Seseorang mengekori. Dia memberikan sebuah berkas yang Elang minta. "Beres?" Bariton tegas Elang menuai anggukan di kepala asistennya. "Sesuai yang Bapak minta." "Bagus." Sambil Elang lihat-lihat isi berkas itu. Dia lalu tersenyum. Sebuah sunggingan yang sangat tipis. "Silakan keluar." Sang asisten pun undur diri. Elang tak sabar dengan hari esok. Sementara, di lain tempat .... "Siang, Bu. Ini Ava." "Ava?" "Ava Aradhana, anaknya almarhumah Ibu Selin." "Oh ... ya ampun. Ava!" Ava tersenyum mendengarnya. Yang di seberang telepon sana tampak semringah. Well, ini Ava dapatkan nomor telepon teman ibu dari buku diary. Ibu meninggalkan buku tersebut dengan isi nomor-nomor telepon para kawannya. Dulu Ava pikir itu hanya sebuah kegiatan kuno dari alhmarhumah, tetapi di kehidupan kali ini Ava menemukan kegunaannya. Saat menyadari dirinya 'hidup kembali', sepulang dari kantor Ava langsung mencari boks berisi barang-barang ibu yang tidak dilenyapkan. Barang yang Ava simpan. Syukurnya di kehidupan ini barang itu juga ada, tersimpan apik di lemari apartemen Ava. Ava teringat pada sebuah diary yang berisi banyak nomor ponsel itu. Dia sudah memikirkan cara untuk balas dendam, salah satunya ini. Menghubungi teman almarhumah. "Bu, boleh Ava minta tolong?" Suaranya sebisa-bisa Ava pelankan. "Iya, Nak, gimana?" Mata Ava memancarkan dendam kebencian. "Bantu Ava menyelidiki kematian almarhumah ibu. Ini mencurigakan. Ava yakin ibu Ava meninggal karena dibunuh." *** Selama ini Gita pada saat membuat desain perhiasan, dia bikin mentahannya dulu, kemudian meminta Ava untuk menyempurnakannya. Dan si sialan itu malah me-notice soal finishing, yang mestinya menjadi rahasia berdua. Gita tahu, sih, toh tak akan ada yang melaporkannya. Karyawan di sini lebih memilih tidak ikut campur karena mereka sendiri cari aman. Di samping itu, Gita selalu menyelamatkan tim desain di ruangan ini. Berkat ide mentahan walaupun lalu disalurkan ke Ava yang memolesnya hingga di-acc pusat, tetapi tim desain Gita jadi tim yang paling unggul. Kecipratan bonus juga mereka saat ada proyek, meski kemudian nama Gita yang jadi tersohor paling menonjol. Gita berdecak. Masuk ke ruangan, membawa kopi kemasan di tangan. Masih sepi, jam istirahat memang masih berlangsung. Dan yang katanya mau ke toilet itu sampai detik ini belum kembali. Di sini Gita melihat sebuah kertas di atas meja Ava, sontak dia mendekat. Mata Gita agak berbinar. Itu desain cincin yang sudah digambar sempurna, hingga Gita dapat membayangkan bagaimana bentukan cincin wujud aslinya. Gita melirik sekitar. Dipotretnya desain tersebut. Ava menggambarnya dengan sangat detail, hanya tinggal diaplikasikan ke desain digital. Wah .... Pas sekali akan ada pergantian bos. Gita akan memikat bos barunya dengan hasil desain yang memukau, bahkan sepertinya ... Gita tersenyum sebelah bibir. Menatap hasil potret tadi, lalu membandingkan dengan hasil desainnya yang tinggal di-finishing, bagaimana bila dia mengganti desain perhiasan yang akan dikirim ke pameran barang mewah elite global pekan depan? Mengingat ini projek besar pertama yang diikuti Diamond Dreams, lalu bila desain Gita jadi salah satu desain terpilih dengan harga lelang yang tinggi dari perusahaan perhiasan ... wah! Gita gemas membayangkan namanya akan semakin harum di sini, bahkan mungkin bisa-bisa dilirik oleh perusahaan desain perhiasan yang lebih besar. Seperti Luxora, misalnya? Kyaaa! Gita hampir jingkrak-jingkrak. Oke, oke. Mari kita hapus jejaknya dulu di CCTV, Gita akan membuat jalannya menuju ke sana jadi semulus mungkin. Dan Ava, dia pasti gigit jari. Koar-koar desainnya dicuri pun tak akan ada yang percaya. Apalagi bosnya juga baru, akan Gita buat Ava jadi terkesan cari muka. Ya ampun! Sekali mendayung dua pulau terlampaui. Tak berselang lama, orang-orang kembali ke ruangan satu demi satu. Gita duduk di tempatnya, Ava pun sudah di sini. Kertas desain tadi diselipkan ke buku sketsanya, lalu disimpan di laci. Semuanya berjalan normal hingga jam pulang tiba. Ava membawa buku sketsa dan kertas desainnya. Di pelataran Diamond Dreams, Ava melihat seorang pria melambaikan tangan sambil tersenyum manis kepadanya. Iya ... itu Arsenino. Kekasih Ava. Yang berselingkuh dengan saudari tirinya, Gita. Ava dilewati, Gita menubruk bahunya dari belakang. Sontak Ava agak tersentak maju, tampak Arsen gesit menghampiri. "Kamu nggak pa-pa?" Terlihat khawatir memandang Ava, tangannya juga merangkul. Lalu menoleh kepada Gita. "Dia masih suka gangguin kamu, Va?" Hell .... Aktingnya mulus sekali, wahai Arsenino. Dia layak mendapat piala oscar. Padahal aslinya ... Arsen dan Gita hari ini, bukankah mereka sudah saling bertukar kehangatan? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD