Tatapan Nadine kosong, menerawang dalam kegelapan yang nyaris sempurna. Hanya seberkas cahaya redup dari ventilasi atap yang menyinari ruang pengap itu. Tubuhnya lemas, bahkan ujung jari kakinya sudah mati rasa, tidak mampu lagi merasakan dingin yang menggigit. “Bu Kinar ... Nadine takut,” rintihnya dengan mata terpejam, seolah berhalusinasi. “Tolong minta Arga jemput Nadine, Bu ....” Suaranya parau dan terputus-putus. Nadine meringkuk semakin kencang, memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil tak terkendali. Bibirnya bergetar membentuk kata-kata yang nyaris tak terdengar: “Di sini ... terlalu dingin ... dan gelap.” Liam menyaksikan adegan itu melalui layar, wajahnya tetap dingin tapi alisnya berkerut halus. Nadine terbaring lemah di atas matras tipis, gaun putihnya yang kusut tampak sep

