Bab 6 | Uang Muka Perjanjian

1586 Words
Ayuna menelan ludahnya gugup dengan jantung yang berdegup keras begitu tiba di depan ruangan pria itu. Firman. Sekertarisnya langsung mengangguk tanpa senyum. “Sudah ditunggu di dalam, Bu Ayuna.” Firman yang mengetuk pintu, lalu membukanya begitu dipersilahkan. Ayuna melangkah masuk, memeluk map laporan dan tablet di tangannya. Dia melihat Elan duduk di kursi kebesarannya, tidak ada lagi jas dan dasi yang melekat di tubuh atletisnya, yang tersisa hanya kemeja putihnya yang digulung hingga siku. Penampilannya seolah menunjukkan jika pria itu telah melalui hari yang panjang hari ini hingga penampilannya mulai tidak rapi, namun justru terkesan seksi dan dominan. Sial! Pikiran Ayuna makin ke mana-mana jadinya. Ini pertama kali pria itu terlihat sedikit tidak rapi, biasanya jas dan dasi selalu melekat sempurna hingga jam pulang. Tanpa sadar Ayuna menelan ludahnya kelat, membayangkan jika dia benar-benar menikah dan mengandung benih pria itu. Hatinya diam-diam menggigil, namun jika tidak melakukan itu, Ayuna merasa sekarat setiap hari menjalani hidupnya saat melihat mereka berbahagia tanpa penyesalan karena telah menghancurkan hidupnya. Jadi, lebih baik dia berjudi dengan pria itu, kan? Setidaknya jika pun dia berakhir hancur, Ayuna telah selesai dengan misinya menghancurkan mereka. Itu lebih menguntungkan untuknya, setidaknya dia tidak hancur sendirian. Sore ini Ayuna memang memiliki meeting untuk melaporkan project yang sedang berjalan. Seperti biasa, Ayuna berdiri empat langkah di depan meja pria itu. Firman berada di sisi yang tidak jauh darinya, ikut mendengarkan untuk membuat summary. “Target kuartal ini sudah mencapai 82%, dengan tiga milestone utama, Pak. Pengembangan sistem backend, integrasi AI security, dan uji stabilitas hardware, semuanya on track, Pak.” Elan menatapnya dengan satu alis yang terangkat. “Lalu, kenapa saya mendengar dari finance jika vendor keamanan belum menyerahkan laporan audit mereka?” Ayuna menahan napas sejenak. “Vendor belum menandatangani MoU revisi, karena klausul hak cipta kode masih perlu persetujuan Anda, Pak.” “Dan kamu hanya menunggu saya tanpa memiliki inisiatif, Ayuna?” Ayuna merasa tenggorokannya kering padahal dia hanya bicara beberapa patah kata. Pria itu kembali bertingkah tidak biasa. Sejak kapan seorang Elan Devanaka memanggil nama karyawannya di akhir kalimat? “Bukan seperti itu, Pak. Saya menyiapkan tiga opsi draft perubahan pasal, termasuk satu versi yang mempertahankan hak distribusi internal, tanpa melanggar hak vendor. Saya membawa salinannya hari ini.” Ayuna lalu mengangsurkannya pada Firman, dan Firman meneruskannya pada Elan. Seperti itulah meeting mereka selama ini, selalu ada jarak, dan semua karyawan tidak diizinkan mendekat. Sehingga kejadian di rumah sakit kemarin membuat Ayuna merasa gila! “Oke. Boleh keluar.” Elan menutup laporan itu dan menatap tanpa ekspresi pada Ayuna. “P-pak … Saya …” Ayuna menahan napasnya, dengan telapak tangan yang berkeringat dingin. Sedangkan Elan menyungging senyum tipis yang nyaris tidak terlihat. “Firman, bawakan saya dokumennya.” “Baik, Pak.” Firman lalu keluar dari sana sambil menutup pintunya, meninggalkan Ayuna yang harus kembali satu ruangan dengan pria itu. “Sudah memikirkannya, Ayuna?” Ayuna langsung mengangguk kaku. “Saya menerima tawaran Bapak.” Detik itu Ayuna tau kata-katanya tidak bisa ditarik lagi. Wangi pria itu bahkan langsung menusuk ke hidungnya, sebab pria itu kini berdiri tepat di depannya. “Banyak syarat yang harus kamu penuhi sebelum saya membantu kamu membalas dendam.” Kini pria itu bahkan berbisik di telinga Ayuna hingga membuat Ayuna memejamkan matanya. “Saya orang yang penuh perhitungan dan tidak menyukai kerugian sepeser pun, kamu sudah tau, kan? Sehingga sedikit kerugian untuk saya dalam perjanjian ini, saya akan menghancurkan kamu, bukan hanya mereka.” Ayuna mengangguk dengan jantung yang semakin berdetak brutal dan tanpa sadar menggigit pipi bagian dalamnya. Dia benar-benar seperti sedang membuat perjanjian dengan iblis. “Sa-ya, tidak akan … mengecewakan, Pak.” “Buktikan.” Elan lalu menuju ke sofa dan Ayuna langsung mengekorinya tanpa diminta. “Duduk.” Tatapan pria itu kini bukan lagi seperti laser, namun tombak es yang mengoyak ke jantung hingga membuat Ayuna menggigil oleh rasa sakit dan dingin. Firman datang tidak lama kemudian, menyerahkan dokumen lalu kembali keluar. Tidak lagi menunggu untuk mencatat summary. Ayuna yang menyadari itu kembali menahan napas. Ini benar-benar hanya antara dirinya dan sang taipan yang ditakuti semua orang. Elan lalu menyodorkan surat perjanjiannya dengan wajah congkak. Ayuna menatapnya dengan lidah kelu, pria itu sudah mempersiapkannya seolah memang yakin jika Ayuna akan menerima tawarannya, kan? “Sa-ya, punya pertanyaan.” “Katakan.” Elan menyandarkan tubuh sambil bersedekap. “Kenapa Bapak memilih saya? Alasan yang Bapak ucapkan malam itu kurang masuk akal. Jika hanya mencari wanita yang cerdas, saya yakin lingkungan anda memiliki banyak stock wanita yang cerdas dan lebih dari saya.” “Tapi mereka berisik, manja, penuh tuntutan, dan haus kasih sayang, dengan pencitraan setinggi langit. Saya tidak bisa memenuhinya. Saya hanya butuh keturunan, dan kamu bisa memenuhi itu tanpa mengusik hidup saya.” Oh, rasanya sekarang Ayuna mulai terbiasa mendengar pria itu berbicara dengan kalimat panjang tanpa ada urat yang menyertainya. Dan jawaban pria itu membuat Ayuna mulai paham. Pria itu benar-benar hanya butuh keturunan, dan sudah menemukan mesin pencetak anak yang sesuai dengan keinginannya. Elan menatap penuh penilaian pada wanita di depannya, yang sudah dia perhatikan sejak beberapa waktu ini. Ayuna adalah definisi wanita karir dengan profesionalisme yang tenang dan tajam. Wanita itu selalu menonjol dengan hasil kinerjanya yang memuaskan. Sejak Elan mulai me-notice wanita itu dalam rapat-rapat mereka, Elan memiliki penilaian yang sempurna pada Ayuna sebagai wanita dengan kemampuan luar biasa, pribadi yang tenang, dan cerdas secara intelektual juga emosional. Dari Firman yang diminta Elan mencari tau tentang Ayuna pada bawahan wanita itu, mereka mengatakan jika dalam setiap rapat internal wanita itu dengan para stafnya, pendapatnya sering menjadi penentu akhir karena logis dan presisi, jika Ayuna sudah mengambil keputusan, maka itu sudah dipertimbangkan dari semua sisi. Dan wanita seperti itu yang Elan butuhkan untuk melahirkan keturunannya, wanita itu memiliki nilai yang tinggi, sehingga gen unggulan miliknya tetap bisa terjaga karena berkolaborasi dengan gen wanita yang ber-value dan cerdas seperti Ayuna. Elan hanya butuh keturunan! Membawa istri pada mamanya dan memastikan anak-anaknya lahir dengan selamat. Setelahnya, dia tidak peduli bagaimana dengan kelanjutan hidup Ayuna. Mereka terikat perjanjian, dan wanita itu seharusnya paham konsekuensi, sehingga Elan tidak akan mengambil pusing karena mereka sama-sama menyetujui. “Perjanjian ini akan berakhir setelah kamu melahirkan minimal tiga anak untuk saya.” Suara Elan kembali mengalun, terdengar rendah dan berat, membuat Ayuna yang sedang membaca poin-poin dalam perjanjian itu tanpa sadar mencengkeram kuat kertas tersebut. “Lamanya masa perjanjian tergantung kesanggupan kamu. Jika kamu sanggup hamil setiap tahun, maka perjanjian ini akan cepat selesai.” Entah kenapa Ayuna langsung mendengus mendengar ucapan itu. Dia menatap Elan dengan lebih berani. Dia benar-benar hanya akan menjadi mesin pencetak anak pria itu, ya? Hamil setiap tahun? Dia kira Ayuna kucing yang bisa melahirkan berkali-kali dalam waktu dekat dengan siklus, kawin-hamil-melahirkan? Sialannn! Ayuna ingin mengumpat, namun dia sadar posisi. “Pernikahan kita akan dipublikasi, atau menjadi rahasia?” Sebab Ayuna tidak melihatnya di poin perjanjian. “Publikasi. Anak saya tetap butuh status siapa ibunya.” “Akan menjadi anak saya juga, Pak!” Ayuna kembali menekan kalimatnya sambil menahan geraman. “Tidak. Kamu tidak memiliki hak apalagi sampai merasa memilikinya. Kamu hanya bertugas hamil dan melahirkan, namun mereka hanya akan menjadi anak saya. Keturunan saya.” Ayuna langsung mendengus dan menganga, entah bagaimana kini dia bisa lebih berani menunjukkan ekspresi pada atasannya yang terkenal mengerikan itu. “Jika pernikahan kita dipublikasikan, maka saya juga memiliki syarat demi menjaga citra saya sebagai istri yang bahagia.” Elan kembali menyungging seringai tipis. “Katakan. Firman akan menambahkannya di poin perjanjian.” “Dilarang keras berselingkuh selama status kita masih suami istri. Jika saya melihat Bapak berselingkuh di saat saya masih menjadi istri dan menjalankan tugas melahirkan anak Bapak, maka saya berhak meminta kompensasi apa pun itu, bentuk kompensasi itu akan saya katakan secara langsung saat perjanjian dilanggar, dan Anda harus menyanggupinya tanpa alasan apa pun.” Kali ini Elan menegakkan duduknya, wanita itu memang cerdas, dan sedikit licik. “Deal.” “Saya ingin uang muka.” Kali ini kening Elan yang mengernyit, wanita ini memang penuh perhitungan, dan Elan merasa sedikit kecolongan. Dia pikir Ayuna sudah di posisi terdesak dan langsung menandatangani perjanjian, namun sekali lagi dia salah. Sekali pun dalam keadaan hancur, wanita itu masih memiliki strategi yang matang. “Katakan.” Elan kembali bersedekap dengan tatapan penuh perhitungan pada Ayuna. “Saya ingin opening pertama untuk membalas mereka.” “Easy. Katakan apa yang kamu inginkan.” Ayuna pun menyeringai penuh kepuasan, sadar sepenuhnya keputusan ini penuh resiko, namun dia tidak akan menyesalinya sama sekali. Dan diam-diam, Elan memindai ekspresi itu di kepalanya, ekspresi yang belum pernah Elan liat dari Ayuna yang selama ini terlihat tenang dan tidak banyak bicara jika sudah bekerja. Dari sekian banyak wanita yang menemuinya untuk urusan pekerjaan, baik itu karyawannya sendiri atau client maupun investor, Elan sudah tidak bisa menghitung berapa banyak wanita yang dengan sengaja menggodanya. Melakukan flirting tipis atau hanya sekedar menarik perhatiannya, sampai Elan di tahap bisa langsung menilai melalui gerak tatap mata mereka. Dan puluhan kali Ayuna selalu menghadapnya, wanita itu benar-benar tidak memiliki indikasi sedikit pun memiliki ketertarikan apalagi ingin menggodanya. Dan dari sana, Elan seolah menemukan harta karun yang akan menyempurnakan misi besarnya. “Waktunya saat hari pernikahan mereka. Mudah bagi bapak melakukan sabotase, kan?” “Sure.” Ayuna lalu menjelaskan singkat apa yang dia inginkan dan apa yang harus Elan lakukan sebagai transaksi awal perjanjian mereka. Elan kembali menyungging senyum tipis sambil mengusap rahangnya. “Saya juga ingin meminta uang muka. Kita akan menikah besok. Lalu mulai fokus program anak setelahnya.” “A-pa?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD