Bab 7 | Langkah Selanjutnya

1446 Words
Ayuna langsung beringsut mundur dari duduknya saat mendengar pria itu meminta uang muka perjanjian yang tidak masuk akal. Bukankah meminta pernikahan terasa berlebihan untuk sebuah uang muka? Namun, Ayuna tidak mengutarakan kegelisahannya, memilih mencari cara lain. Pria di depannya ini benar-benar selalu tidak pernah bisa diprediksi! “Bu-kankah, sebaiknya kita cek kesehatan dulu, Pak? Maksud saya, siapa tau rhesus kita tidak cocok. Atau mungkin saya punya penyakit yang akan mengganggu proses reproduksi keturunan Anda.” Meski pun dia setuju menikah dengan Elan Devanaka, namun tetap saja, bukan langsung besok! Jika mereka menikah besok, apakah malamnya mereka sudah harus gencar memproduksi benih sampai jadi anak? Membayangkannya saja Ayuna langsung bergidig ngeri. Ya Tuhan, hidupnya penuh kejutan sekali, sih! “Terakhir kamu MCU bulan lalu, kan?” Ayuna langsung menggigit bibir saat bosnya itu kembali membuka suara. Benar sekali! Dia baru MCU bulan lalu. Sialannn! Artinya tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengulur waktu. “Kamu jelas tau, semua karyawan Alastair Group mendapatkan fasilitas MCU terlengkap dan terbaik, dari ujung kaki ke ujung rambut untuk semua karyawan setiap enam bulan sekali, termasuk dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi. Data kamu tidak ada masalah jika dicocokkan dengan data kesehatan saya.” Ayuna langsung melengoskan pandangan, napasnya memburu namun coba dia tahan. “Harus besok, Pak?” Nada suara Ayuna mencicit tidak berdaya. “Itu … artinya bukan uang muka, karena … setelahnya Bapak pasti akan lanjut pada proyek utama, kan? Ini artinya uang muka kita tidak setara!” Ayuna kini menatapnya dengan tatapan yang lebih berani, dan sekali lagi dia melihat ekspresi berbeda dari seorang Elan Alastair yang dikenal tidak memiliki ekspresi. Ternyata pria itu masih manusia normal! “Keluar!” “Pak?” Ayuna langsung mengernyitkan keningnya bingung. Pembicaraan mereka belum menemui titik terang namun pria itu lagi-lagi menyudahi seenak jidat. “Saya ada meeting penting, dan kamu terlalu banyak memakan gaji buta sebagai karyawan. Saya hanya memberi toleransi lima menit. Lain-lain yang ingin dibicarakan, jam tujuh malam akan ada yang menjemput kamu di apartemen kamu.” Ayuna kembali menahan napas, pria itu seperti sudah mengetahui tentangnya sampai ke tulang-tulang. Elan langsung beranjak berdiri sambil menyaut surat kontrak di antara mereka lalu menuju meja kerjanya, mengambil jas yang tersampir di kursi kebesarannya dan beranjak menuju ke pintu keluar, bertepatan dengan Firman yang mengetuk pintu dan langsung masuk. Sang seketraris seolah paham dan sangat presisi perhitungannya dalam mengikuti setiap langkah sang atasan. Ayuna pun akhirnya ikut kembali beranjak keluar dari ruangan calon suaminya itu. Sekali lagi menatap horor pada sofa di mana obrolan serupa perjanjian dengan pria berbahaya itu baru saja terjadi dan benar-benar nyata. Baru saja Ayuna duduk di kursinya, sebuah pesan masuk ke ponsel pribadinya yang baru, sebab yang lama masih Ayuna perbaiki karena insiden menjijikan kemarin. -Meeting nanti malam, saya ingin kamu sudah memiliki poin-poin apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu butuhkan. Saya tidak ingin membuang waktu untuk wanita yang tidak memiliki arah dan tujuan.- Ayuna sedikit takjub, seharusnya dia bangga, kan? Sebab dia yakin dia adalah satu-satunya wanita yang memiliki nomor pribadi pemimpin mereka. Selama ini, segala bentuk komunikasi pada pria itu selalu disampaikan melalui Firman. Belum juga sempat Ayuna menjawab, pesan selanjutnya kembali muncul. -Siapkan semua identitas kamu. Kita benar-benar akan menikah besok. Yang terpenting sah dan tercatat negara dulu.- Ayuna meraba dadanya yang langsung berdebar kencang. Sungguh dia akan melepas masa lajang esok hari? Benar-benar besok?! Ini gila! Setelah membatalkan pernikahan bersama kekasih empat tahunnya, arah hidupnya langsung berubah haluan tiga ratus enam puluh derajat. Untung yang mengajaknya bekerja sama adalah pria selevel Elan Devanaka Alastair. Setidaknya Ayuna tidak akan dirugikan jika harus bersaing perihal pasangan. Mantannya itu bukanlah apa-apa, dan saat hubungan mereka akhirnya dipublikasi, Ayuna akan mendongakkan kepalanya dengan ekspresi pongah, menatap pada Arseno dan keluarganya yang akan berada di bawah kakinya dan menangis darah memohon pengampunan. Ya Tuhan. Kenapa banyak sekali plot twist dalam hidupnya di waktu yang sangat singkat ini? Ayuna menenggak kopi di mejanya, namun ponselnya terus berdering, dan kini kesan Ayuna yang berpikir pria itu irit bicara benar-benar berubah total. Pria itu berisik! -Ingat, Ayuna. Saya bukan orang yang suka membuang waktu. Saya lebih senang jika kamu sudah memiliki list apa saja yang kamu inginkan dalam perjanjian kita, dan saya bisa langsung mengeksekusinya agar saya bisa segera memiliki keturunan.- Ayuna langsung tersedak es americanonya mendengar pesan terakhir itu. Pria itu benar-benar! Memang hanya memandang Ayuna sebagai mesin pembuat anak, kan?! Sialannn! Tapi Ayuna membutuhkan! -Baik, Pak.- Ayuna menjawabnya singkat dan memilih untuk mengembalikan fokusnya pada pekerjaan meski sulit, pikirannya justru terbagi untuk memikirkan pembalasan paling menyakitkan untuk mereka-mereka itu. *** Tepat jam tujuh malam, pintu apartemennya diketuk, Ayuna langsung bergegas membukanya, itu pasti orang suruhan Pak Elan untuk menjemputnya sesuai yang mereka bicarakan tadi di kantor. Ayuna sekali lagi mematut penampilannya, namun ketukan pintu itu terdengar tidak sabar, dan Ayuna menggerutu memberikan umpatan pada sururhan pria yang akan menjadi calon suaminya itu. Sepertinya orang-orang Pak Elan juga memiliki karakter sebelas dua belas seperti bos mereka. Sama-sama menyebalkan! “P-Pak Elan?” Ayuna refleks memundurkan langkah dengan keterkejutan luar biasa saat melihat pria itu ada di depannya. Kenapa pria itu ada di apartemennya? Bukankah seharusnya bawahan pria itu yang menjemputnya? “Ayo meeting masa depan kamu dan calon penerus saya,” ujar pria itu dengan santai. Dengan tingkah congkaknya Pak Elan langsung melenggang masuk sebelum disuruh, bahkan mendorong pelan bahu Ayuna karena menghalangi langkahnya. Ayuna menganga dengan rahang yang mengeras, wanita itu mengembuskan napas kesal dan pada akhirnya menutup pintu lalu mengikuti pria itu yang kini sudah duduk nyaman di sofa. “Kenapa …” Ucapan Ayuna terpotong begitu saja, padahal dia ingin menanyakan kenapa pria itu yang datang. “Mana proposal kamu? Balas dendam seperti apa yang kamu inginkan dan poin apa saja yang menjadi titik utama kamu untuk menyerang mereka?” Ayuna membatin lagi dengan berbagai penilaiannya untuk si taipan sialann tampan di depannya. “Identitas kamu mana? Saya bawa supaya besok bisa langsung ke kantor urusan agama, kita akad dulu di sana. Resepsinya sekitar tiga empat bulan lagi. Saya ingin menuntaskan misi kamu terlebih dahulu, agar saat kamu mengandung anak saya, kamu dalam keadaan emosi yang stabil, sehingga anak saya juga bisa tumbuh baik di rahim kamu.” Ayuna menarik napasnya dalam-dalam mendengar kalimat panjang yang memiliki arah sangat jelas itu. Sungguh! Semakin sering berinteraksi dengan pria itu, kini Ayuna memiliki pandangan yang berbeda tentang sifatnya, kecuali aura dominan dan mengintimidasinya yang tetap sama. Dua sifat itu seolah memang sudah melekat kuat dalam diri Pak Elan. Apa-apaan itu tadi, stabilitas mental? Pria itu benar-benar totalitas mempersiapkan keturunannya! Bahkan lingkungan dan kondisi sosial calon yang akan mengandung benihnya. Ayuna geleng-geleng kepala tidak habis pikir bisa bertemu dengan pria out of the box seperti bosnya yang dikenal monster berdarah dingin ini. “Ayuna!” Bentakan itu membuat Ayuna langsung terkesiap. Elan menatapnya nyalang dan membuat Ayuna langsung gelagapan. “Saya datang ke sini bukan untuk mempersilahkan kamu menikmati wajah tampan saya!” What the?! Ayuna kembali menggigit pipi bagian dalamnya mendengar ucapan yang terdengar menyebalkan itu! “Sebentar, Pak. Saya ambil di kamar.” Ayuna langsung bergegas ke kamar sambil mengusap-usap dadanyaa. Beruntung tadi dia dengan sengaja sudah membuat draft proposal kasar, sebab tau pria itu selalu meminta bentuk dokumen, sebagai bukti konkrit. Wanita itu kembali membawa dokumen identitas diri, lalu mengangsurkan sebuah flashdisk pada pria itu. “Melanjutkan uang muka yang saya maksud, saya ingin apa yang ada di sini ditampilkan dalam pesta pernikahan mereka …” Ayuna menelan ludahnya kelat. “Yang seharusnya menjadi milik saya …” bisiknya lirih. “Deal. Dokumen kamu saya bawa. Besok kita bertemu di sana jam sepuluh pagi. Cuti kamu sudah diurus. Pikirkan dengan matang strategi balas dendam apa yang kamu inginkan sampai akhir.” “Ya, Pak.” Ayuna mengangguk tanpa ekspresi, detik itu dia justru melihat Elan menautkan kedua alisnya dengan tatapan memicing. “Besok malam kamu sudah pindah ke penthouse saya. Selama resepsi belum dilakukan kita akan tinggal di penthouse, baru akan pindah ke rumah utama setelah kamu mengandung keturunan saya." “Apa?!” “Berhenti terkejut dengan nada memekik seperti itu, Ayuna! Itu menyebalkan.” Ayuna langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. ‘Refleks, Pak! Anda selalu membuat saya jantungan.’ Namun itu enggan Ayuna lisankan, ada yang lebih penting yang kini menggerogoti pikirannya dan membuat tubuhnya diam-diam menggigil. “A-pakah … A-pakah … kita akan langsung … mulai ber-co-cok … tanam di … ran-jang, Pak?” “Bahasa menjijikan dari mana itu, Ayuna?! Kamu menyamakan proses pembuatan keturunan saya dengan bahasa tidak pantas seperti itu?! Sialannn!” Teriakan Elan dengan wajahnya yang murka langsung membuat Ayuna memeluk dirinya sendiri dengan mata yang terpejam. Sungguh, dia tidak tau bagaimana nasibnya setelah besok malam?! Ya Tuhan, Ayuna takut!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD