Bab 4 | Jebakan Predator

1304 Words
Wanita yang terbaring di ranjang pesakitan itu terlihat mulai mengerjap pelan, bibirnya yang pucat refleks mengerang kesakitan saat merasa kepalanya pusing luar biasa. Matanya yang perlahan terbuka membuatnya tanpa sadar menahan napas, tangannya yang masih lemah terulur untuk menyentuh kepalanya yang kini terbalut perban. Ayuna menarik napasnya dalam dengan sesak di d**a yang menyertai, dia menatap langit-langit tempatnya berbaring kini, sudah jelas ini rumah sakit. Dia kembali mengingat kejadian terakhir, rintihannya memohon kehidupan pada Tuhan dengan segala rasa sakit yang menyertai. “Kupikir sudah mati,” lirihnya sambil terkekeh miris. “Sayangnya belum.” Ayuna langsung terkesiap begitu mendengar suara yang asing, saat dia menoleh ke sumber suara, dia langsung membelalak dengan tatapan bingung namun penuh waspada. “P-Pak … Elan … Ke … napa …” Ayuna merasa bisu detik itu, lidahnya kelu, tenggorokannya tercekat saat melihat pria itu mendekat. Kenapa pria itu ada di sini? Menemaninya di ruang rawat seolah mereka memiliki hubungan dekat. Dia Elan Devanaka Alastair. Penerus Alastair Tech Holdings tempatnya bekerja. Pria itu dikenal mengerikan, dan setiap Ayuna memiliki meeting dengannya, dia selalu gugup sebab aura mengintimidasi Pak Elan sangat kuat. Semua orang di kantor diam-diam menjuluki beliau monster, pemimpin berdarah dingin, robot Alastair, sebab pria itu tidak pernah menunjukkan ekspresi sebagaimana ekspresi manusia pada umumnya. Elan Devanaka hanya memiliki satu ekspresi, wajah yang tidak ada ekspresi itu juga bagian dari ekspresi, kan? Itulah Elan. Pria itu dominan dan selalu membuat orang terintimidasi jika berada di dekatnya, tatapan matanya seolah sinar laser yang bisa melubangi mata lawan bicaranya. Ayuna langsung menunduk, berusah bernapas dengan normal, namun yang ada dia merasa tercekik. “Sa… ya … Ha …rus pulang, Pak.” Ayuna buru-buru turun dari ranjang, tidak peduli tubuhnya yang masih lemah, tangan yang diinfus dan kepala yang berdenyut hebat dalam keadaan di perban. Berada satu ruangan dengan Elan Alastair adalah pilihan paling buruk yang tidak akan dipilih oleh siapa pun, termasuk Ayuna. Namun pria itu langsung mendorong bahunya dengan mudah hingga membuat Ayuna kembali terbaring di brankar. Degup jantung Ayuna semakin tidak karuan, baru saja pria mengerikan itu menyentuhnya?! Melakukan skinship dengannya?! Astaga! Ayuna ketakutan setengah mati sekarang. “Kamu sudah menabrak mobil saya dan mengganggu perjalanan pulang saya.” Ayuna kembali membelalak, pria itu berbicara satu kalimat panjang dengan nada yang tenang? Sebab Pak Elan dikenal irit bicara. Pria itu hanya akan mengatakan 'lanjutkan' jika karyawannya melakukan kerja bagus, tanpa ada apresiasi atau pujian, dan akan mengamuk dengan nada tinggi jika pekerjaan karyawannya tidak becus. Tidak pernah ada karyawan yang mendengarnya bicara dengan nada normal saat dia mengeluarkan kalimat panjang seperti tadi. Apakah ini sebab bukan berurusan dengan pekerjaan hingga dia mendengar nada normal pria itu? Jantung Ayuna semakin berdetak brutal rasanya. Meski dia belum pernah mendapat bentakan sebab selama ini kinerjanya selalu memuaskan, namun tetap saja merasa was-was di keadaannya yang sekarang. Tapi kenapa pria itu mengatakan hal konyol? Ayuna yang menabrak mobilnya katanya? Sejak kapan manusia menabrakkan diri ke mobil? “Sa … saya … harus bagaimana, Pak?” Ayuna kembali menelan ludahnya kelat. “Bukankah tadi kamu sengaja karena ingin bunuh diri? Kamu berjalan seperti orang mabuk ke tengah jalan.” Meski bukan nada tinggi, tetap saja Ayuna merasa menggigil, takut sewaktu-waktu pria itu mengamuk. “A-apa? Ti-dak, Pak. Ta-di …” Kini tatapan Elan justru seperti sedang memindai pada Ayuna sebelum mengatakan sesuatu. “Kamu ingin bunuh diri karena tau calon suami kamu selingkuh dengan kembaran kamu, kan? Lalu orang tua kamu pun turut menghakimi.” Pak Elan kembali mengatakan kalimat panjang dengan nada yang datar, dan bukan hanya itu, apa yang dikatakan oleh Pak Elan membuat Ayuna langsung beringsut mundur dengan tatapan yang gelisah. Bagaimana bisa seorang penerus perusahaan raksasa di negeri ini, yang masuk dalam jajaran konglomerat Indonesia, mengetahui kehidupan Ayuna yang hanya menjadi satu dari puluhan ribu karyawan pria itu? Ayuna kini merasa seperti berhadapan dengan predator yang telah mengetahui titik lemahnya dan siap memangsanya kapan saja. “Mak-sud bapak, apa? Sa-ya, tidak mengerti. Sa-ya anggap tidak mendengar apa pun. Saya harus pulang sekarang, Pak.” Ayuna kembali mencoba turun dari ranjang, rasanya dia akan benar-benar mengalami serangan jantung jika terus berbicara dengan bosnya yang terkenal dominan dan kejam itu. Namun lagi-lagi tubuh Ayuna seperti tersengat listrik saat pergelangan tanganya dicekal, pun pria itu menatapnya dengan tatapan laser itu. “P-pak.” Ayuna merintih ketakutan, mulai frustasi. “Saya memiliki penawaran bagus.” Ayuna refleks menggelengkan kepala, langsung menolak di saat dia belum tau apa penawaran yang akan diajukan sebagai arti dia tidak ingin membuat perjanjian apa pun dengan pria yang tak tersentuh itu. "Sa ... ya ... Tidak ... tertarik." Susah payah Ayuna mengeluarkan kalimat itu, hingga dia kembali mendengar kekehan kecil yang entah kenapa terdengar penuh ancaman. Ayuna memberanikan diri untuk mendongak, dan saat tatapan mereka bertemu, Ayuna kembali menggigil, dia melihat pria itu menyeringai tipis, sebuah ekspresi langka yang Ayuna yakin tidak pernah dilihat oleh siapa pun di kantor. Dan pria itu menyeringai tipis tepat di depannya, dengan posisi duduk di tepi ranjang dan begitu dekat dengan Ayuna. Padahal saat Ayuna menghadap ke ruangan pria itu, dia selalu berdiri dengan membuat jarak sekitar tiga empat langkah dari meja pria itu. Itu aturan tak tertulis yang sudah menjadi rahasia umum di antara para karyawan. “Sa-ya … harus pulang, Pak.” Ayuna mencicit kecil, rasanya ingin menangis dan lepas dari terkaman singa di depannya kini. “Kamu punya rumah untuk tempat pulang?” Lagi, pertanyaan pria itu membuat Ayuna ketakutan, sudah sejauh apa Pak Elan mengetahui hidupnya, dan untuk apa? Apa gunanya pria itu mencari tahu kehidupan salah satu karyawannya? “Sa-ya, akan ganti rugi kerusakan mobil Bapak dan biaya rumah sakit. Nanti saya akan menghubungi sekertaris Bapak.” Lagi-lagi tangan Ayuna dicekal, dan wanita itu refleks memberontak tidak nyaman. “Saya bisa membantu kamu membalas dendam pada mereka yang selama ini menginjak-injak kamu. Bukankah sakit hati kamu perlu dibalas?” Mendengar itu kepala Ayuna rasanya mendenging. Jika dia menerima tawarannya, dia seperti membuat perjanjian dengan iblis, dia menjual jiwanya demi napas kehidupan kedua yang dia inginkan, namun jika dipikir lagi, memang apa yang membuat Ayuna ragu? Hidupnya sudah hancur, dan satu-satunya yang bisa membuatnya tetap b*******h menjalani hidup adalah kehancuran mereka. Jadi, bukankah sebaiknya tawaran itu langsung dia terima? Tapi apa yang akan diminta Pak Elan sebagai imbalannya? Dadanya kembali kembang kempis saat mendengar ucapan bosnya yang terdengar menggiurkan namun juga mengerikan. “Jika tadi mobil lain yang menabrak kamu, sudah pasti kamu mati, Ayuna. Beruntung Firman memiliki pengendalian yang bagus, sehingga kamu tidak sampai kritis. Saya menyelamatkan nyawa kamu. Saya yang memberikan kamu napas kehidupan kedua.” Ayuna kembali menggigil, tubuhnya seperti menciut diintimidasi begitu dekat oleh pria yang bisa melakukan apa saja dengan uang dan kekuasaannya itu. “Dan bukankah kehidupan kedua yang kamu dapatkan ini harus kamu manfaatkan dengan baik? Kehancuran mereka seperti bagaimana mereka menghancurkanmu.” Ayuna langsung menatap dengan berani pada pria itu, padahal selama ini jika bertemu tatap di kantor atau meeting dengan Elan Devanaka, Ayuna lebih sering menghindari kontak mata dengan pria itu. “A ... pa penawarannya?” Dan entah kenapa bibir Ayuna justru melontarkan tanya yang kini terdengar mengerikan di telinga saat dia berhasil melinsankannya. Sekali lagi Ayuna bisa melihat seringai tipis di bibir pria yang selama ini dikenal tidak pernah memiliki ekspresi. “Menikah dengan saya dan menjadi istri dari Elan Devanaka Alastair. Saya butuh keturunan, dan kamu wanita yang saya butuhkan.” “A-pa? Ke-napa …?” Belum selesai Ayuna bertanya, ucapannya kembali dipangkas. “Minimal saya butuh tiga penerus. Setelahnya kamu bebas. Kompensasi juga akan saya berikan, kompensasi dengan nominal yang bisa menjamin kamu hidup nyaman tanpa harus lelah bekerja seumur hidup. Bagaimana?” Rasanya Ayuna tersedak ludahnya sendiri mendengar kalimat selanjutnya dari pria itu. “Ba-pak, ma-buk?” Lagi. Ayuna melihat seringai licik itu. “Ke-napa, saya? Kenapa penawaran ini Bapak ajukan pada saya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD