Chapter 1

1500 Words
"Jangan lupa untuk mengambil beberapa piring dari sana, kau tahu betapa bencinya aku melihat benda-benda kotor dirumahku." Aku mengerjap, mencoba mengendalikan diriku saat wanita itu terus saja berbicara dengan nada memerintah padaku. "Kau dengar?" tanyanya, berbalik menatapku dengan tatapan bertanya. Aku mengangguk dengan cepat. "Baiklah, bersihkan semua tempat sebelum kedatangan anakku besok. Aku tidak ingin ada sesuatu hal yang membuat anakku tidak nyaman." wanita itu langsung saja pergi, meninggalkanku sendiri di ruangan antiknya. Aku mengambil napas, lalu mencoba mengingat apa yang dikatakan wanita itu tadi. Aku berusaha sekuat mungkin mengingat kata-kata apa yang di keluarkan dari mulutnya, tapi kurasa aku lebih memperhatikan bibirnya yang terus saja bergerak tanpa henti, sedikit membuatku kagum. Kagum? Entahlah tapi baru pertama kalinya aku melihat bibir yang bergerak begitu cepat. Aku menggeleng, mencoba untuk fokus pada pekerjaanku sekarang. Kurasa aku harus mulai dari piring antiknya saat kudapatkan debu dari sana. Saat aku memegang piring-piring antiknya, dapat kurasakan harga mahal yang keluar dari benda itu. Betapa irinya aku saat tahu bahwa piring antik ini lebih mahal dari gajiku sebagai maid di rumah ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku jika salah satu piring ini pecah olehku. Apakah aku dipecat? Kurasa itu yang pastinya terjadi, tapi bisa saja aku diharuskan mengganti rugi. Well, aku harap aku dapat bekerja dengan baik tanpa nemecahkan atau menggoreskan piring ini sedikitpun. Aku terus mengusap piring-piring hingga telepon genggamku bergetar. Aku meletakkan piring itu di meja, lalu mengambil teleponku di rok maid ini. Yang kudapatkan hanya sebuah pesan dari ibuku yang meminta duit untuk keperluan adikku. Aku hanya dapat menghela napas, seharusnya seseorang memberikan aku reward karena sudah bekerja tanpa henti untuk membiayai keluarganya. "Kayla, apa sudah selesai?" Aku langsung menyimpan telepon genggamku saat mendengar suara itu. "Belum, Madam." Wanita itu masuk ke dalam ruangan ini, lalu memegang beberapa piringnya yang telah kubersihkan. Wanita itu tersenyum, sepertinya ia puas dengan kerjaku. "Good job, Kayla," pujinya. "Terima kasih, Madam." Aku kembali mengelap piring-piring itu dan berusaha bekerja seperti biasanya walau sepertinya wanita itu terus menatapku. Sangat membuatku tidak nyaman. "Kau tahu, Kayla. Aku ingin sekali mencarikan pasangan untuk anak-anakku." Aku meneguk liur mendengar itu. Dalam hati aku berteriak, jika wanita itu a.k.a madam bisa memilihku untuk menjadi kandidat pasangan anaknnya. Tidak apa jika anaknya berperut besar atau manja, aku tidak masalah, yang penting aku bisa lepas dari pekerjaan melelahkan ini. "Berapa umurmu?" tanyanya dan jantungku berdebar dengan cepat. Aku mengadah dari piring yang kupegang saat ini untuk menatap Madam yang menunggu jawaban dariku. "Aku 22 tahun, Madam." Wanita itu bertepuk tangan. Dalam hati aku sudah kegirangan, kurasa aku akan berhenti dari pelayan dan naik pangkat menjadi majikan. "Kalau begitu kau tahu pastinya wanita-wanita yang menarik, bukan?" "Eh?" "Aku sudah punya list beberapa wanita yang cantik untuk para putraku, tapi aku tidak tahu seperti apa wanita yang cocok untuk putraku. Dan kau masih muda, tentunya kau tahu, bukan?" wanita itu berkata dengan mudahnya, ia tidak tahu betapa hancurnya hatiku yang berharap aku masuk dalam listnya. "I-iya. Tentu saja, kau bisa mengandalkanku, Madam." Ia tersenyum manis padaku. "Aku bergantung padamu, Kayla. Aku akan memberikan beberapa foto dari listku, nanti. Kuharap kau dapat memilih yang terbaik." Aku mengangguk dan berusaha tersenyum lebar sebisaku. Wanita itu kembali pergi dan meninggalkanku sendiri. Sial! Aku pikir ia akan memintaku menjadi pasangan anaknya, harapan aku sangat dihempas olehnya. Lagian seperti apa tampang anaknya? Aku yakin itu tidak akan setampan pria pengantar bunga yang terus membuatku menunggu  pria itu di depan pintu hanya untuk melihatnya dan mengambil bunga itu tentunya. Aku segera menyelesaikan kegiatan bersih-bersihku dan menyusun piring antik itu ke raknya. Saat selesai, aku meregangkan tubuhku sembari menguap, ini sudah sangat sore. Aku langsung kembali ke paviliun dan membersihkan diriku sebelum kembali lagi ke dalam rumah utama. Aku kembali ke rumah utama dan mendapatkan semua maid sedang bersiap untuk pesta kedatangan tuan muda besok. Tuan muda? Mengatakan itu terasa menyakitkan bagiku, terlihat sekali perbedaan kasta antara kami. Aku mengangkat vas kaca dan menyusunnya di setiap meja bulat yang ada di ruangan dansa ini. Aku penasaran betapa kayanya majikanku karena ia membuat ruang dansa sebesar aula yang dapat kau temukan di sekolahan. This is insane. "Kayla." Aku menoleh dan mendapatkan pengantar bunga tampan yang menjadi fantasiku sebulan ini. Namanya Dean dan saat mendengar namaku disebut olehnya, tubuhku merinding seketika. "Dean!" balasku terlalu antusias. Dean tersenyum dengan beberapa bunga mawar ditangannya. "Kau terlihat sangat bersemangat, Kayla." Aku menyimpan anak rambut di daun telingaku, berusaha terlihat anggun walau hanya seorang maid. Aku juga ingin merasakan cinta setelah satu tahun tidak merasakannya dan terkurung di rumah besar ini. "Aku hanya bekerja seperti biasanya," balasku lemah lembut. Dean memberiku setangkai mawar, tanpa ragu aku mengambilnya dan mencium bau mawar tersebut. Bukankah ini romantis? "Kau bisa meletakkannya divas," katanya dan terlihat senyum yang ia tahan. Aku tertegun, apa maksudnya? Sial! Aku merasa malu dengan kelakuanku. Aku tidak menyangka dia bermaksud seperti itu, kupikir ia memberi mawar ini untukku. "Maaf, aku hanya suka mencium baunya," kilahku. Dean tetap saja menahan senyumnya. "Ya, tentu saja." Argh! Aku ingin tidak terlihat sekarang juga. Ini sangat memalukan, ya Tuhan. "Aku harus pergi, masih banyak bunga yang harus kuambil," pamitnya dan aku mengangguk kaku. Lalu ia pergi berjalan meninggalkanku seperti orang bodoh. Inilah kenapa kau harus menjaga image, agar kejadian tadi tidak terjadi. Sial, aku tidak bisa fokus. Sadarlah Kayla, kau harus bekerja agar mendapatkan uang dan masa depan. Akhirnya aku memaksakan diriku bekerja dengan cepat dan berusaha tidak memikirkan hal tadi yang membuatku frustasi. Pekerjaan melelahkan ini selesai saat jam menunjukkan pukul 00.24 dan aku tahu tubuhku butuh istirahat saat ini juga. Aku berjalan lunglai ke paviliun. sangat melelahkan untuk terus bekerja seperti ini, tapi aku merasa gajiku cukup fair untuk melakukan ini. Tidak ada tempat yang membayarmu lumayan dengan pendidikan terakhirmu yang hanya senior high school. "Kayla, wait!" teriakan itu membuatku berhenti berjalan dan berbalik hanya untuk mendapatkan majikanku berlari menujuku. "Aku tidak bisa memberimu foto para wanita itu, jadi aku ingin kau melihatnya secara langsung besok," katanya dengan napas terengah-engah akibat lari. "Tapi aku hanya maid biasa. Cuma kepala maid yang bisa berada dipesta itu Madam." ingatku pada wanita itu. Wanita itu mendengkus. "Tentu saja aku tahu itu, oleh karena itu kau akan menjadi asistenku besok." Aku bingung. "Bagaimana caranya, Madam?" "Besok pagi kau langsung keruanganku, aku sudah menyiapkannya untukmu. Pagi, oke!" Aku masih tidak mengerti namun aku mengangguk. Intinya aku harus berada di ruangannya esok pagi. Setelah itu ia kembali ke rumah utama dan aku berjalan kembali menuju paviliun. Aku menghempaskan diriku keatas kasur dan sangat merindukan benda empuk ini. Aku langsung saja menutup mataku dan terlelap. Seperti biasa, pagi ini aku meregangkan tubuhku dan barulah mandi. Aku memasak telur mata sapi dengan dua sosis, lalu memakannya dengan tenang. Maid yang lain masih belum bangun, kurasa karena kelelahan akibat tadi malam. "Pagi, Kayla. Seperti biasanya, hanya kau saja yang sudah terbangun," Sapa Diane, kepala maid. "Bukan hanya aku, kau juga termasuk." Diane membalasku dengan senyuman. Di umurnya yang sudah tidak muda lagi, Diane masih saja melakukan hal apapun dengan teliti dan oleh karena itu ia diangkat menjadi kepala maid. Aku menatap jam dan segera bangkit dari dudukku. Meletakkan piring sarapanku di wastafel lalu mencucinya. Setelah selesai aku pamit pada Diane dan berkata duluan padanya. Aku berjalan menuju rumah utama dan pergi ke ruangan Madam. Nama Madam itu Delaire, bagiku sedikit susah menyebut namanya karena aku tidak terbiasa dengan nama itu, oleh karena itu aku hanya memanggilnya madam dan dia tidak apa dengan itu. Sampai di ruangan madam, aku mengetuk pintunya. Tunggu beberapa saat, pintu itu terbuka dan terlihat wanita itu sedang sibuk dengan sesuatu. "Masuk, Kayla." Aku masuk ke dalam ruangan itu dan menemukan banyak gaun yang tersebar. Wanita itu terlihat berpikir lalu mengambil salah satu gaunnya. "Coba ini," kata wanita itu padaku sembari menyodorkan gaun bewarna merah maroon dengan bagian punggung terbuka. Aku mengambil gaun itu dan menunggu penjelasan dari yang memberi. "Kau harus memakai gaun agar dapat mengikuti pesta, kau adalah asistenku, ingat." Aku mengangguk dan segera mengganti pakaianku di walk in closet nya. Saat memakai gaun itu, aku merasa pungunggu terlalu terbuka dan terasa sedikit tidak nyaman untukku. Aku keluar dan menemui madam yang masih berkutat dengan gaun-gaunnya. "Madam," panggilku. Wanita itu berbalik dan menatapku terdiam. Aku merasa sangat risih diperhatikan dari bawah sampai keatas oleh wanita itu. Wanita itu mendekat dan meletakkan tangannya di pundakku yang terbuka. "Astaga, Kayla. Aku bisa membuatmu menjadi model. Sangat cantik, elegan, dan seksi." Aku terkejut dengan perkatannya. "Kau terlalu memuji madam," balasku, sedikit malu. Wanita itu tersenyum, keriputan di sudut pipinya tidak bisa ia sembunyikan. Ia sudah tua, berumur 52 tahun tapi aku masih dapat melihat aura anggunnya. Terlihat menawan dan awet muda. "Aku serius. Sekarang kau duduk dimeja rias, aku akan mendandanimu sedikit," suruhnya dan aku langsung duduk. Aku tidak tahu apa yang ia poleskan padaku, yang pasti aku merasa tidak begitu nyaman. Ia juga melakukan sesuatu dengan rambut hitam sedadaku, seperti mengikalkan ujung rambutku. Tapi saat melihat hasilnya aku begitu terkejut, aku tidak merasa seseorang yang dipantulkan oleh kaca itu adalah aku. Terasa sangat berbeda. "Sudah kuduga, kau sangat cantik, Kayla," puji madam sekali lagi dan aku tidak bisa mengelak, karena aku merasa cantik kali ini. Wanita itu memberiku high heels dan dompet putih untukku. Ia juga menambahkan anting dan kalung dengan liontin berlian yang kurasa tidak asli karena tidak mungkin ia percayakan benda itu padaku yang hanya maid biasa. "Sekarang kau sudah siap, Kayla."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD