Chapter 2

1605 Words
"Tegak dengan anggun, Kayla," peringat Madam. Aku menutup mataku, mengambil napas dan barulah mengangguk. Kami mulai berjalan ke ruangan dansa atau bisa disebut aula dansa. Sudah banyak para tamu yang menghadiri dan tentunya sangat berkelas. Aku dapat merasakan beberapa orang menatap kami. Aku dapat merasakan lututku yang bergemetar karena tidak biasa menjadi perhatian seperti ini. Beberapa pria menatapku dengan tajam seolah dengan tatapannya aku bisa saja tertusuk. Madam berhenti berjalan, aku yang berada di belakangnya ikut berhenti. Ia menyalami beberapa tamunya dan dapat kudengar bisik-bisik yang mempertanyakanku. "Siapa wanita cantik dibelakangmu, Delaire?" tanya seorang pria tua dengan penasaran. Madam menarik tanganku agar maju dan memperkenalkanku dengan pria tua itu. "Dia adalah Kayla, asisten pribadiku." Pria itu terkekeh. "Dia bisa menjadi model terkenal, tapi kenapa ia memilih menjadi asistenmu, Delaire?" Aku hanya diam, tidak ingin menjawab atau apapun itu. Bisa dibilang, aku sangat gugup. "Itu keberuntunganku, Tom." setelah berkata seperti itu mereka berdua tertawa, aku hanya tersenyum kaku tanpa tau apa yang membuat mereka tertawa. Lelucon para orang kaya memang berbeda. "Bailah, aku ketempat istriku dulu, Delaire dan Kayla." Aku mengangguk anggun selayaknya putri dan kurasa Madam melihatku. "Kau sangat cocok menjadi keluarga bangsawan Kayla, tubuhmu cantik dan sifatmu anggun. Perfect," pujinya setelah pria itu berlalu dari hadapan kami. Tiba-tiba Madam memicingkan matanya, "Kayla, kau lihat wanita itu?" tunjuk madam pada seorang muda dengan gaun indah bewarna silver. "Iya," balasku. "Dia adalah wanita yang masuk listku. Menurutmu bagaimana?" Aku berpikir dan terus memperhatikan wanita itu. Dari head to toe wanita itu sangat luar biasa tapi saat kulihat tingkahnya yang pamer akan cincin besarnya kepada orang-orang membuatku mengurangi nilainya. "Dia sangat perfect, madam. Tapi kurasa kau tidak ingin putramu mempunyai pasangan yang sombong, bukan?" tanyaku. Madam mengangguk. "Tentu saja aku ingin pasangan anakku mempunyai sifat yang baik." Aku mengangguk. "Wanita itu bisa masuk kedalam pertimbangan," kataku. "Ada lagi?" tanyaku. Madam mulai menunjuk seorang wanita yang dikerumuni para pria. "Dia adalah kandidat yang menurutku lumayan," jelas Madam. Aku mulai menilai. Seperti wanita tadi, kali ini ia juga cantik dari head to toe, tapi sayangnya ia sangat tebar pesona dan itu pastinya membuatku mengurangi nilainya. "Kurasa tidak untuk wanita itu," kataku. Madam menatapku penasaran. "Kenapa?" "Wanita itu perfect, tapi sayangnya ia sangat tebar pesona, aku yakin akan banyak skandal jika kau memilihnya." Madam menatapku tidak percaya. "Kau hebat Kayla, kau bisa menjadi asisten pribadiku selamanya." "Eh?" kagetku. "Ada satu lagi, kurasa ia adalah kandidatku nomor satu, kau bisa melihatnya disana." Madam menunjuk seorang wanita yang sangat cantik dan terlihat sangat dewasa. Banyak pria menatap wanita itu lapar, seperti wanita itu adalah santapan mereka. Setelah kulihat-lihat, wanita itu sangat anggun, cantik, dan perfect. Pilihan bagus untuk mendapatkan wanita itu. "Bagaimana?" tanya Madam antusias. Aku mengangguk. "Dia sangat perfect!" Madam tersenyum senang. "Baiklah, Kayla. Aku akan menemui wanita itu, sebaiknya kau tunggu disini sebentar." Aku mengangguk dan membiarkan Madam pergi untuk menemui wanita itu. Aku menatap sekeliling dan mendapatkan Diane menatapku. Aku memberikannya sebuah lambaian, namun tidak dipedulikan oleh Diane dan ia segera menatap hal lain. Aku baru ingat jika maid dilarang berinteraksi dengan tamu dan aku dianggap tamu saat ini. Karena tidak tahu apa yang harus kulakukan jadi aku mengambil minum dimeja yang berada di belakangku. Minuman bewarna kuning transparan, aku ingat minuman ini beralkohol karena aku yang menyiapkan minuman ini, tadi malam. Sebuah tangan mampir dipundakku yang terbuka. "Halo, Nona." Aku terkesiap dan segera menatap sang penyapa. "Hai," jawabku kikuk. Pria ini sangat tampan dengan bibir penuh yang seksi, bahu lebar, dan senyum menawan. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari wajahnya, ia sangat menyihirku. "Siapa namamu, Nona?" tanyanya, suaranya yang seksi membuatku merinding seketika. "Kayla," jawabku kecil, tidak sanggup nenahan pesonanya. "Kayla," ulangnya dengan suara yang s****n seksi dan dalam. "Aku Nathaniel, kau bisa memanggilku Nathan. Senang bisa bertemu denganmu, Kayla." setelah itu pria ini mencium tanganku dengan bibir lembutnya yang hangat. "Senang juga bertemu denganmu, Nathan," balasku gugup dan aku ingin berteriak sekarang. "Nathan! Putraku!" seorang wanita mendekati kami, yaitu Madam. Aku tercekat saat tahu pria didepanku ini adalah Tuan Muda yang harus kulayani dan aku sadar, aku tidak punya kesempatan untuk memilikinya. "Kayla, kau sudah bertemu dengan Nathan." Aku mengangguk, putramu bahkan mencium tanganku. "Iya." "Aku merindukanmu, Mom," kata Nathan lalu memeluk Madam dengan kuat. "Aku tidak menyangka putraku akan setampan ini," kata Madam saat mereka telah melepaskan pelukan. Nathan tersenyum. Senyum indah yang kuyakin hanya beberapa orang yang memilikinya. "Baru satu tahun kita tidak bertemu, Mom. Dan kau seolah melupakan anakmu ini," kesal Nathan dengan main-main. Madam memegang kedua tangan Nathan. "Satu tahun begitu lama tanpa putra tampanku." Aku hanya menatap mereka yang sibuk melepas kerinduan masing-masing. Hingga akhirnya Madam menatapku dan terlihat baru ingat akan sesuatu. "Kau pasti tidak kenal Nathan, Kayla. Dia pergi sebulan sebelum ke datanganmu dirumah," jelas Madam dan aku mengangguk. Nathan terlihat bingung namun wajahnya masih terlihat tampan, sangat tampan. "Kedatangan?" tanya Nathan. Madam mengangguk. "Kayla adalah Maid dan sekarang menjadi asisten pribadiku." "Maid?" ulang Nathan seakan tidak percaya. "Yes," jawab Madam. Aku merasa sangat malu, hilang sudah harapanku dengan pria tampan ini. Aku yakin ia menyesal telah mencium tanganku dengan bibir indahnya. "Sangat jauh untuk terlihat seperti maid," kata Nathan sembari menatapku. Aku mengalihkan pandangku darinya, merasa gugup akan tatapannya. "Aku tahu, dia sangat cocok untuk menjadi model." Madam berhenti sejenak untuk mengingat, lalu melanjutkan, "Nathan, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Lebih baik kau sapa dia." Nathan menjatuhkan kepalanya sedikit kekanan, "Siapa?" tanyanya. Madam langsung menunjuk wanita yang kupilihkan tadi. Wanita perfect dengan segala yang ia miliki. Nathan mengangguk. "Baiklah, aku akan menghampirinya Mom. Sampai jumpa, Kayla." ia sempat mengedipkan satu matanya padaku. Aku tersenyum membalas pria itu yang kini berjalan menjauh dari kami. Ingin sekali kutahan pria itu dan berkata 'jangan pergi'. "Aku akan meninggalkanmu, Kayla. Aku harus mencari yang lainnya. Kalau kau menemukan pria yang lebih muda darimu dan mempunyai wajah baby face dengan kulit putih pucat, suruh dia menemuiku." Aku mengangguk mengerti. Madam lalu berjalan namun sesaat kemudian ia berhenti lalu mundur kembali. "Namanya Sebastian." "Baik, Madam," balasku. Daripada berdiam diri disini lebih baik aku mencari Sebastian, walau aku tidak tahu seperti apa dirinya, yang penting cari saja dahulu. Saat aku berjalan, dapat kulihat beberapa pria menatapku terang-terangan. Aku semakin tidak nyaman dengan punggungku yang terbuka, rasanya seperti di alam liar dengan para pria itu sebagai predatornya. Aku berjalan dengan pandangan lurus, takut untuk melihat kemanapun. Hingga sebuah jas menutupi punggung terbukaku. Aku menoleh dan mendapatkan seorang pria tampan, sangat-sangat tampan. Pria ini benar-benar tipeku, aku dapat menikah dengannya saat ini juga jika ia mau. "Pakai saja dahulu, para pria menatapmu sangat lapar," katanya mempesona. Aku dapat melihat gigi putih rapinya dengan kulit tan-nya yang sangat seksi. "Ba-baik, aku pinjam dulu jasnya," balasku dan ia mengangguk sembari tersenyum. Sudah dapat kupastikan kakiku serasa jelly dan hatiku meleleh dengan cepatnya, pria ini mempunyai tatapan yang aku suka, tatapan menggoda dan tajam. Kenapa pria-pria ini sangat menakjubkan? Aku tidak sanggup melihat pria tampan itu tanpa memiliki mereka, sangat sulit. "Sepertinya aku dicari, aku akan pergi. Sampai jumpa, Kayla." Deg! Itu bunyi jantungku yang semua orang seharusnya dapat dengarkan. Bagaimana pria itu tahu namaku? Atau bagaimana pria setampan itu peduli dengan namaku?! Aku menutup mataku, menetralkan perasaan dan juga jantungku. Aku harus fokus mencari Sebastian, jangan pikirkan tentang pria-pria tadi Kayla. Kau hanya harus fokus Kayla. Ingat jika kau hanya menjadi princess untuk hari ini saja, jangan terbuai dan terhempas dikemudian harinya. Setelah menguatkan diriku, aku kembali berjalan menyusuri semua orang demi mencari sebastian. Namun, setelah aku berkeliling aku masih saja tidak dapat menemukan orang dengan ciri-ciri seperti Sebastian. Akhirnya aku memilih beristirahat dan berakhir dimeja manisan. Aku mengambil kue macaroon dan memakannya. Baru kali ini aku dapat merasakan kue pesta semewah ini. Tiba-tiba tanganku ditarik dan Diane-lah yang menarikku. Ia membawaku keruangan lain, melihat keadaan sebentar, setelah itu barulah ia melepaskan tanganku. Diane menatapku kesal. "Apa yang kau lakukan di sana, Kayla?" desis Diane, ia terlihat sangat kesal padaku. "Madam memintaku untuk menjadi asisten pribadinya," jawabku. Diane bersidekap, tidak terima dengan jawabanku. "Jika dia ingin asisten pribadi, tentu saja aku yang pastinya dimintai olehnya dan bukannya kau, Kayla!" bentak Diane dan kini ia terlihat sangat menyeramkan. "Aku bersumpah, Diane. Madam sendiri yang memintaku." sungguh! Aku tidak ingin Diane menghilangkan kepercayaannya padaku. Diane menggeleng. "Aku tidak dapat mempercayaimu, Kayla. Aku yang lebih dahulu bekerja dikeluarga ini. Mereka pasti lebih percaya padaku daripada dirimu." "Apa maksudmu, Diane? Aku tidak mengerti." "Apa yang kau lakukan pada Madam sehingga ia membiarkanmu mengikuti pestanya? Kenapa Kayla?" Diane terus saja mendesakku. Aku mencoba meraih tangan Diane namun dengan cepat ia menepisnya. "Jawab perkataanku!" Aku tidak tahu harus jawab apa tapi itulah kebenarannya. "Diane, sungguh aku tidak berbohong sama sekali." lirihku, tidak tahu lagi bagaimana meyakinkan wanita ini. "Kau pembohong!" tangan Diane melayang hendak menuju pipiku. Aku nenutup mataku dengan pasrah. Prang! Aku langsung membuka mataku dan melihat Diane menoleh kearah kanannya, aku mengikuti arah pandangannya. Disitu terdapat siluet seseorang, pasti dia yang memecahkan sesuatu. Diane kini kembali menatapku dan dari raut wajahnya, aku tahu ia belum puas memarahiku, namun ia langsung pergi kembali ke dalam pesta sedangkan aku masih berdiri disini sembari menunduk. Aku mendengar bunyi langkah kaki mendekat dan berhenti di depanku. "Kau tidak apa?" Aku mengangguk. "Aku tidak apa, terima kasih." setelah itu aku mengadah menatap seseorang yang bertanya itu. Bolehkah kukatakan sekali lagi, jika pria ini tampan? Kenapa ia mempunyai wajah tampan yang super cute seperti ini tapi entah kenapa aku tidak terkejut lagi, seolah dua orang tampan tadi sudah membuatku sadar jika banyak pria tampan di tempat ini. Melihat bagaimana kulitnya dan wajahnya yang manis aku mengingat perkataan Madam. "Sebastian?" tanyaku. Pria ini mengangguk. "Kau tahu namaku?" Aku mengangguk. "Madam mencarimu, ia memintaku ikut mencarimu." Sebastian tersenyum, menggemaskan. "Ayo." "Hm, kemana?" "Kau tidak ingin kembali kepesta?" tanyanya. "Ah, iya. Ayo." Kami berjalan berdampingan tanpa berbicara sampai Madam melihat kami berdua. "Siapa namamu?" tanya Sebastian. "Kayla," jawabku. "Oke, Kayla. Kau tidak bersalah. Aku tahu itu, karena aku yang membelikan ibuku gaun yang sedang kau pakai saat ini." "Eh?" aku tidak percaya ini. Setelah mengatakan itu Sebastian langsung pergi menuju ibunya dan memeluk wanita itu. Aku tidak percaya ketahuan memakai barang orang dan bahkan bertemu dengan yang membelinya. Aku merasa hari ini sangat melelahkan bertemu dengan orang tampan yang membuatku terpukau terus menerus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD