Chapter 3

1177 Words
Devan duduk bersama Papi dan juga Mami, di luar ruang perawatan Arini. Sedangkan di dalam kamar, sudah ada Bik Sumi yang diantar oleh supir. Arini terus saja menangis ingin bertemu Bik Sumi. Wajah Devan tegang sekali, lebih tegang daripada saat berhadapan dengan lawan yang memegang pistol tepat di keningnya. "Hmm ... kamu enggak bisa memaksa Arini buat ingat dengan cepat. Ingat kata Dokter, ini hanya sementara." Mami mencoba menjelaskan pada Devan agar bisa sabar menghadapi Arini yang saat ini kehilangan memori masa kini. Ia hanya mengingat saat Ayahnya dirawat di Rumah Sakit dan juga permintaan Ayahnya agar ia mau menikahi Devan. "Tapi, bagaimana dengan si kembar ?" Devan terlihat frustasi. "Jelaskan secara perlahan." Kali ini Papi yang angkat suara. Devan manggut-manggut. "Ayah .... hiks ...hiks ...." Di dalam kamar, tampak Arini yang menangis setelah mengetahui Ayahnya yang telah meninggal, setelah menikahkan dirinya dan juga Devan. Bik Sumi heran, karena Arini tidak ingat jika Ayahnya sudah lama pergi. Walau sebelum masuk kamar ia sudah diberitahu Mami Mila untuk bercerita sesuai pertanyaan Arini saja. Akhirnya Bik Sumi hanya mengatakan jika Ayah Arini sudah meninggal, dan dia juga sudah menikah dengan Devan sebelum Ayahnya meninggal. Cklek ! Pintu kamar terbuka, Devan berjalan ke arah Arini. "Sayang ...," Panggil Devan pelan, ia ingin sekali memeluk Arini. "Sayang ....Sayang kepala lu peyang ! sana pergi ! aku enggak mau lihat bapak ! karena Ayah sudah enggak ada, jadi perjanjian kita batal, kita cerai saja," ucap Arini membuat Devan makin melongo sambil melirik Bi Sumi yang hanya mengangkat bahu tanda bingung. "Devan ...." Papi mengusap lembut punggung Devan agar putranya itu bisa bersikap tenang menghadapi Arini. "Sayang ... jangan marah-marah,nanti tambah sakit. Nanti Mami suruh Mas Devan buat pergi ya." Kali ini Mila membujuk menantunya sambil duduk di samping Arini dan merapikan rambut Arini. Hal yang membuat Arini tersedu-sedu karena ingat pada Ibunya. "Loh ... kok malah nangis ?" mami memeluk Arini yang balas memeluknya. "Boleh panggil Mami ya ?" Tanya Arini yang dibalas anggukan Mami. "Tentu saja boleh, setelah sembuh, kamu tinggal di rumah Mami." Sambil mengusap kepala Arini, Mami terus saja mengajaknya bicara agar Arini bisa merasakan kehangatan keluarga. "Tapi, Pak Devan tinggal sama Mami juga ?" tanya Arini lagi yang tidak ingin tinggal dekat dengan Devan. Entah mengapa ia membenci Devan, yang sempat menolak untuk menikahinya hingga ia sampai memohon. "Iya sayang ... tapi kamarnya di lantai atas sama anak-anaknya, nanti kamu tidur saja di lantai bawah, biar enggak jumpa sama dia." ucapan Mami tentu saja membuat Devan ingin protes, tapi Mami dengan cepat memberi isyarat agar Devan diam. Devan mengacak rambutnya frustasi, bagaimana dia bisa tidur tanpa memeluk Arini. "Sayang .... kamu beneran lupa sama mas ya ?" Devan berbicara dengan suara sedih. "Panggil sayang lagi ! saya bukan sayangnya bapak !" Arini tidak terima dipanggil sayang oleh Devan. Arini kembali memeluk Mila dengan penuh rasa sayang. "Mami ... aku punya tante kan ? namanya Tante Ajeng, Kakaknya Ayah." Semua terlihat diam mendengar ucapan Arini. Bagaimana bisa Arini mengingat Ajeng, sedangkan pada mereka dia lupa. Sepertinya ingatan Arini kembali ke masa lalu, kilas balik belum menemukan jalan untuk kembali. "Iya sayang ... tapi dia enggak ada disini," jawab Mami yang dibalas anggukan Arini. "Bik ... aku ikut sama bibik ya, Ayah sudah enggak ada, aku enggak punya siapa-siapa lagi. Tante Ajeng dimana aku juga enggak tahu." Arini beralih pada Bik Sumi yang mengangguk dengan air mata berlinang. Ia seperti kembali di pada waktu kepergian Ayah Arini untuk selama-lamanya. "Setelah kamu sehat, kita pulang ke rumah Mami. Bik Sumi 'kan kerja disana, jadi kamu juga boleh tinggal disana." Mami berusaha menenangkan Arini yang benar-benar terlihat kacau. Akhirnya Devan mengalah dan mau pulang ke rumah setelah dibujuk Papi. Dia juga perlu menjelaskan pada Ryu dan Ray mengenai keadaan Ibu mereka. Ketika Devan tiba di rumah, tampak si kembar yang langsung memberondongnya dengan pertanyaan. Devan memeluk kedua putranya dengan penuh rasa sayang. Rasanya sangat sedih sekali, ia ingin memeluk Arini untuk membuang perasaan hampa yang tiba-tiba menyerang. "Ibu lagi enggak ingat sama kita, jadi abang sama Adek jangan banyak tanya dulu sama Ibu. Kalau Ibu bingung, jelaskan pelan-pelan. Papi tahu kalian pasti bingung sekarang. Hanya saja, lakukan seperti yang Papi katakan," ucap Devan yang dibalas anggukan kompak dari si kembar. ******** Setelah satu minggu dirawat, akhirnya Arini diijinkan untuk pulang. Ia masuk ke dalam rumah sambil mendekap bantal rumah sakit yang tidak mau ditinggalkannya. Buat kenang-kenangan mengingat Ayah, katanya. Arini menatap sekeliling dengan kening berkerut, mencoba mengingat sesuatu. "Sayang .... jangan ingat atau mikir apapun dulu, nanti kepalanya sakit." Mami Mila mendekati Arini dan membujuk menantunya itu untuk lebih tenang. Tampak Ryu dan Ray yang berjalan cepat mengetahui Ibu mereka sudah kembali. "Ibu," panggil Ray yang memang lebih cengeng daripada Ryu, yang bisa menahan air matanya. "Ibu ?" ulang Arini tidak paham akan panggilan Ray padanya. "Mereka ini anak-anak dari Devan. Apa Devan tidak bilang kalau dia punya anak ?" Tanya Mami Mila yang dibalas gelengan Arini yang berjalan mendekat pada Ryu dan Ray. Air matanya mengalir keluar, entah mengapa. Tapi ia menyukai dua anak kecil yang sedang menatapnya saat ini. Arini berjongkok, agar tinggi badan mereka sama. "Hai," sapa Arini pada Ryu dan Ray. "Boleh peluk ?" Tanya Ryu pada Arini karena tidak tega melihat Ray yang menangis walau tanpa suara. Arini mengangguk sambil membentangkan tangannya. Dua anak kembar itu segera menghambur ke dalam pelukannya. "Ibu cepat sembuh, Ray janji enggak godain Ibu lagi," ucap Ray sambil memeluk erat Ibunya. Sedangkan Ryu hanya memeluk erat sambil memejamkan mata menahan sedih. Devan yang melihat itu mengangkat kepala, menahan air mata yang hendak jatuh. Ya, mereka harus perlahan mengembalikan ingatan Arini. Tidak bisa terburu-buru. "Loh, kenapa ada fotoku bersama kalian ? dan ini juga kenapa ada foto pernikahanku sama Pak Devan ?" tanya Arini sambil melepaskan pelukan Ryu dan Ray dan berjalan menuju foto yang terpajang. "Itu istriku, wajahnya mirip denganmu," jawab Devan yang dibalas rasa penasaranArini. Antara heran dan bingung. Bagaimana bisa wajahnya dan juga wajah Istri Pak Devan benar-benar mirip. Pantas saja dua anak kembar itu langsung memeluknya, jangan-jangan mereka mengira aku adalah Ibu mereka ? batin Arini sambil manggut-manggut. "Lalu, dimana dia ?" Tanya Arini lagi. "Dia sedang tidak ingat pada kami," jawab Devan yang membuat Arini berbalik sambil mengernyitkan keningnya tanda bingung. "Sayang ... itu jangan dipikirkan, nanti dia akan kembali jika sudah waktunya." Mami mendekat pada Arini dan mengelus punggungnya. "Kalau begitu, kita cerai saja. Aku tidak mau jadi pelakor !" Arini mulai lagi, sambil menatap sengit pada Devan. "Kamu bukan pelakor, nanti Mami akan ceritakan." Arini akhirnya mulai tenang lagi, dan kembali menatap foto pernikahannya bersama Devan. Mami tersenyum pada Devan untuk menenangkan putranya tersebut. Devan menatap ke arah Arini, berharap jika Arini sedang bermain Prank, membohonginya dengan keadaannya saat ini. Setelah merasa puas ia akan memeluk Devan dan menyatakan rindu, dan kembali merengek ingin seorang anak perempuan. "Aku akan membuatmu jatuh cinta lagi padaku, walau dengan memori yang baru, Arini Maharani," gumam Devan masih menatap Arini yang sedang fokus menatap Foto pernikahannya bersama Devan. ******** Kiss Jauh dari Author. selamat menyaksikan drama Devan dan Arini ????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD