“Ya ampun, Adek!” Suaraku memekik keras, tetapi yang kupanggil masih asik corat-coret karpet bulu ruang tengah. Kuletakkan belanjaan sayur di atas meja makan, lalu mencuci tangan sebentar, baru kemudian kuhampiri Dipta yang masih tengkurap lengkap dengan spidol hitam di tangannya. “Adek!” kali ini Dipta seketika duduk, lalu menoleh. Tatapan lugunya seketika merontokkan sebagian emosiku. Baru ditinggal beli sayur di depan, karpet bulu ruang tengah sudah penuh dengan coretan. Ada rumah-rumahan, mobil-mobilan, juga benda-benda lain yang belum bisa diterjemahkan orang lain selain aku. “Mama udah beliin Adek buku gambar, loh. Kok malah gambar di situ?” aku mengembuskan napas pelan, mencoba meredakan emosi sebisaku. “Ini lebih luas, Ma,” jawabnya pelan. Tidak terlihat takut, tidak pula