Florence terbangun dengan tubuh lemas dan kepala yang terasa berat. Setidaknya pandangannya sudah tidak lagi berputar seperti sebelumnya. Mungkin efek dari obat penenang yang di suntikkan oleh Robert, Florence kini kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya. Ia menjilat bibirnya yang kering, dan mencoba untuk bersuara. Tapi seberapa keras ia berusaha, yang keluar dari kerongkongannya hanyalah desisan parau menyerupai tangisan seekor hewan yang diambang kematian. “Rob…,” panggilnya pelan sambil menggerakkan menyapukan pandangan ke sekeliling ruangan tempatnya berada. Tidak ada jawaban. Lebih tepatnya, tidak ada siapapun di dalam kamar, kecuali dirinya. Dikelilingi oleh keremangan, cahaya yang muncul adalah lampu neon yang menyala dari lorong di depan kamar. Entah sudah berapa lama Floren