Lima menit, sepuluh menit, bus tak kunjung lewat. Padahal aku ada kelas pagi ini dan aku berharap jangan sampai aku terlambat. Di saat genting seperti ini, aku berharap mobil Panji melintas dan menawariku sebuah tumpangan seperti biasa. Apa? Panji? Kuralat ya, mana mungkin aku mengharapkan berangkat bersama pria b******n seperti itu? Tapi, sialnya, ternyata hatiku malah benar-benar mengharapkan pria yang kadang membuat sedih, kadang membuat senang, bahkan kadang membuatku marah. Sebuah mobil kini berhenti di hadapanku hingga membuyarkan lamunan ini. Tunggu, kurasa ini bukan mobil Panji. Ah, aku yakin itu mobil Devan. Sebisa mungkin aku harus menghindar sebelum ia menyadari keberadaanku. Namun, saat melihat jam yang ada di pergelangan tanganku, aku menjadi ragu. Mau tidak mau, aku menerim