Keisha menguap kecil untuk ketiga kalinya. Matanya mulai terasa berat, meskipun ia masih berusaha mengikuti jalan cerita film di layar televisi. Brian yang duduk di sampingnya berdeham pelan, mencoba mencairkan suasana.
"Keisha, kalau kamu sudah ngantuk, masuk kamar saja. Aku masih bisa duduk di sini," ujar Brian dengan nada lembut, tatapannya penuh perhatian.
Keisha menoleh sambil tersenyum kecil, mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku memang sudah ngantuk banget."
Ia bangkit dari sofa dengan gerakan lambat, melirik ke arah kamar tidurnya sejenak sebelum berkata, "Kak, di apartemen ini cuma ada satu kamar tidur. Jadi, kalau Kakak mau istirahat, bisa pakai sofa ini, ya."
Brian membalas dengan senyumannya yang paling manis, senyuman yang sering ia gunakan untuk memikat perhatian orang lain. Keisha tertegun sesaat, menyadari betapa ramah dan hangat senyum itu. Ia bahkan harus menggelengkan kepala kecil untuk mengembalikan fokusnya.
"Tenang saja," jawab Brian santai. "Aku tidak masalah tidur di sofa. Kamu istirahat saja, jangan pikirkan aku."
Keisha mengangguk, rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya semakin nyata. "Baik, Kak. Kalau begitu, selamat malam."
"Selamat malam, Keisha," balas Brian dengan nada lembut, matanya masih mengikuti langkah gadis itu yang perlahan menghilang di balik pintu kamar.
Setelah pintu kamar tertutup, Brian menghela napas panjang. Ia membiarkan dirinya bersandar di sofa, menatap ke arah televisi yang masih menyala. Namun, pikirannya tidak tertuju pada film yang diputar. Ia teringat bagaimana Keisha sempat tertegun melihat senyumannya tadi.
"Aku harus lebih hati-hati," gumamnya pelan. Meski ada rasa puas karena berhasil membuat Keisha nyaman di dekatnya, ia tahu bahwa satu langkah salah bisa menghancurkan semuanya.
Brian duduk di sofa dengan pandangan yang tak lepas dari pintu kamar Keisha yang sedikit terbuka. Ia mengernyit, menyadari bahwa Keisha tampaknya lupa menutup pintu dengan rapat. Perasaan campur aduk muncul di dalam dirinya—keingintahuan, ketertarikan, dan sesuatu yang sulit ia kendalikan.
Dengan langkah pelan, Brian berdiri dari sofa. Ia berjalan mendekati pintu kamar itu, mendorongnya sedikit hingga terbuka lebih lebar. Dalam remang lampu kamar yang bersinar temaram, ia melihat Keisha yang tertidur lelap di ranjangnya. Napas gadis itu terdengar halus, wajahnya tampak damai, seolah tidak ada beban yang mengganggu tidurnya.
Brian melangkah masuk tanpa suara. Ia berdiri di dekat ranjang, memperhatikan Keisha dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Gadis itu terlihat begitu cantik dalam tidur, dengan rambut hitam panjang yang tergerai di bantal. Keindahan wajah Keisha memikatnya, dan Brian merasa semakin sulit untuk mengalihkan pandangannya.
Ia duduk perlahan di tepi ranjang, memastikan tidak membangunkan Keisha. Wajah gadis itu hanya berjarak beberapa inci darinya, dan Brian tak bisa menahan dirinya untuk tidak memandangi setiap detailnya—kulit putih yang halus, garis lembut di sekitar bibir, dan kelopak mata yang tertutup sempurna.
Setelah beberapa saat, tangan Brian terangkat perlahan. Ia menyentuh pipi Keisha dengan lembut, hampir seperti takut menyakitinya. Sentuhan itu membuat Brian merasa semakin terhubung dengan gadis itu, tetapi di sisi lain, ia juga menyadari apa yang sedang ia lakukan adalah sesuatu yang melanggar batas.
Namun, Keisha tetap tertidur lelap, tidak menyadari apa pun yang terjadi. Brian menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan dirinya.
Brian masih duduk di tepi ranjang, jemarinya masih menyentuh lembut pipi Keisha yang terasa begitu halus di bawah sentuhannya. Gadis itu tetap tertidur lelap, tidak menyadari kehadirannya. Pandangan Brian perlahan turun ke bibir Keisha—bibir yang terlihat lembut, merah muda alami, dan tampak begitu menggoda.
Ia menelan ludah, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Dalam benaknya, ia bergumul dengan keinginan yang muncul tiba-tiba, tetapi ia tahu bahwa ia tidak boleh melangkah lebih jauh.
Brian menarik napas panjang, berusaha mengendalikan dirinya. "Ini tidak benar," bisiknya pada dirinya sendiri, hampir tanpa suara. Namun, matanya tetap terpaku pada Keisha, wajah cantiknya yang begitu dekat, membuat Brian sulit mengalihkan pandangan.
Ia mencoba menggerakkan tangannya menjauh, tetapi keinginannya untuk lebih dekat dengan Keisha menahannya. Sesaat, ia membayangkan bagaimana rasanya jika ia bisa memiliki gadis ini sepenuhnya, bagaimana jika Keisha bisa menjadi jawaban atas kehampaan yang ia rasakan selama ini.
Brian menunduk menyatukan bibirnya dengan bibir Keisha. Mata Brian terbelalak ketika dia merasakan bagaimana lembutnya bibir Keisha yang benar-benar membuatnya sekarang mulai menggerakan bibirnya.
Akh! Persetan dengan kesalahan dan segala macam. Ia begitu ingin menyentuh adik iparnya sekarang membuat bibir Keisha bengkak oleh bibirnya.
Brian terus mengulum dan menggerakkan bibirnya di atas bibir Keisha. Rasa manis dari bibir Keisha, tanpa sadar Brian membuka kancing kemeja Keisha perlahan. Dan matanya terpaku pada benda lembut nan menonjol tidak ditutupi oleh apapun.
Keisha tertidur tidak menggunakan bra! Yang benar saja. Tangan Brian mencoba untuk menyentuh benda menonjol dan terdapat pucuknya itu. Brian semakin menelan salivanya. Ketika merasakan lembut bukit kembar milik Keisha.
Brian memang sangat gila sekarang. Dia menyentuh tubuh orang yang sedang tidur. Perlahan Brian menunduk memasukan pucuk itu ke dalam mulutnya, menghisapnya layak seorang bayi yang kehausan dan butuk asupan ASI dari seorang ibunya.
“Eughgt…”
Brian mendongak dan menatap pada wajah cantik Keisha kembali. Dia begitu takut kalau Keisha terbangun oleh ulahnya, lalu Keisha membenci dirinya dan menjauhi dirinya. Brian menjauhkan wajahnya dari bukit kembar Keisha, lalu dia mengancing kembali pakaian Keisha.
Brian keluar dari dalam kamar Keisha mengusap wajahnya kasar. Hasratnya begitu membara sekarang. Brian begitu ingin sekali menyentuh Keisha dan membawa Keisha dalam sebuah kenikmatan dan menumpahkan cairannya ke dalam rahim Keisha. Agar Keisha bisa hamil dan dia memiliki anak.
“Sadar Brian! Sadar! Kau tidak boleh gegabah. Kalau kau gegabah semuanya akan hancur. Kau harus menciptakan image lelaki baik terhadap Keisha.” Ucap Brian dan menutup pintu kamar Keisha begitu rapat.
Brian berjalan menuju kamar mandi yang dekat dengan dapur di apartemen Keisha. Memuaskan hasratnya di sana sembari membayangkan bagaimana miliknya masuk ke dalam milik Keisha. Dan menghentak kasar miliknya di dalam milik Keisha.
Membayangkannya saja sudah membuat milik Brian tegang. Apalagi kalau dia benar-benar memasuki Keisha dan membuat Keisha mendesahkan namanya dan berpeluh keringat dibawahnya.
Ouh… sekarang Brian lebih b*******h pada adik iparnya daripada istrinya sendiri.
Cih! Siapa juga yang b*******h dengan wanita mandul yang tidak bisa memberikannya anak itu. Kaila tidak ada apa-apanya dibanding Keisha yang begitu sempurna dan sangat cantik. Dan pasti Keisha tidak mandul seperti Kaila, yang tidak bisa memberikan dirinya keturunan.