“Pak Dokter, kita bertemu lagi,” ujar Mulya berjalan mengikuti Alka bersama satu temannya yang lain.
Mulya sangat senang saat dia berada di bawah Dokter Alkya. Sudah satu tahun dia tidak bertemu pujaan hatinya, dan sekarang dipertemukan lagi. Tentu saja Mulya sangat senang, apalagi mentor koasnya adalah Alka.
“Dokter, aku senang banget dimentorin Dokter Alka. Dokter senang gak?” tanya Mulya menghadang Dokter Alka.
Alka menghentikan langkahnya saat Mulya menghadangnya, pria itu menatap garang ke arah gadis itu. Ditatap tajam oleh Alka bukannya membuat Mulya takut, Mulya malah cengengesan.
“Dokter, aku suka Dokter, serumah sakit ini hanya aku yang suka Dokter, di kota ini, se-indonesia, sedunia, sealam semesta hanya aku yang menyukai Dokter,” aku Mulya dengan senang sambil merentangkan tangannya.
“Mulya, jangan malu-maluin!” tegur Brian menarik tangan Mulya agar menjauh dari Dokter Alka.
“Mulya, kita ke sini untuk belajar, bukan untuk menggoda Dokter!” tambah Brian lagi masih menarik tangan temannya.
Brian adalah teman yang satu tim dengan Mulya. Dari kampus mereka, hanya Mulya dan Brian dari Universitas mereka yang koas di sini dengan mengambil Spesialis Gastroentero Hepatologi
“Woy, Dokter itu sudah milikku sejak satu tahun yang lalu,” ucap Mulya dengan angkuh. Mulya kembali mengejar Alka yang sudah berjalan lebih dahulu.
“Dokter, aku kangen banget sama Dokter. Sudah satu tahun aku gak ke sini. Dokter belum menikah, kan?” tanya Mulya.
“Sudah,” jawab Alka berbohong.
“Bohong!” sentak Mulya menarik tangan Alka membuat Alka terkesiap.
Alka menarik tangannya, tetapi Mulya menahannya. “Mulya, lepasin!” titah Alka masih mencoba menarik tangannya, tetapi Mulya tetap menahannya lebih erat.
Kini terjadi tarik menarik antara Alka dan Mulya. Mulya sangat kukuh melihat jari manis di tangan Alka. “Nih, di jari manis Dokter gak ada cincinnya. Jadi Dokter belum menikah,” ucap Mulya.
“Mulya, jangan malu-maluin!” tegur Brian menarik tangan Mulya paksa.
“Pak Dokter, maafin Mulya, ya. Ini pasien RJS yang kabur,” bisik Brian meminta maaf kepada Alka. Brian menarik paksa tangan Mulya agar berdiri di belakang Alka agak jauh.
“Brian, aku mau sama Dokter Alka,” rengek Mulya mencoba melepaskan tangan temannya.
“Dokter Alka, tolongin!” pinta Mulya membuat Alka memutar bola matanya jengah.
Alka tidak pernah tahu kalau sebenarnya pasiennya yang dulu ditanganinya adalah mahasiswi kedokteran, dan kini takdir mempertemukannya lagi dengan Mulya.
Menghadapi Mulya sebagai pasiennya saja sudah pusing, apalagi kalau harus mengajari Mulya praktik.
Alka menoleh sejenak ke Brian dan Mulya yang masih di belakang, “Cepatlah kesini!” titah Alka dengan tegas.
Brian sedikit terkesiap, kini dia merasa sudah mendapat dokter bimbingan yang salah, karena dia sudah mencium hawa-hawa Dokter galak dan tidak bersahabat.
“Masih gak kesini juga?” tanya Alka yang membuat Mulya dan Brian segera berlari mengejar dokter itu.
“Iya, Dokter. Kami menghadap!” pekik Mulya dan Brian bersamaan.
Alka menahan napasnya sejenak untuk menyetok kesabarannya. Pria itu membuka lebar ruangannya.
“Masuk!” titah Alka kepada dua peserta koas.
“Waaah, akhirnya masuk juga ke ruangan Dokter Alka,” ucap Mulya dengan senang.
Setelah Brian dan Mulya masuk, Alka menutup pintu ruangannya. Pria itu berdiri menatap kedua peserta koas itu. Alka tidak tahu harus bersyukur atau menangis. Dari banyaknya dokter di sini, hanya Alka yang mendapatkan peserta koas sedikit, yaitu dua. Namun, modelannya kenapa harus Mulya dan Brian?.
“Brian, Mulya, mahasiswa kedokteran Universitas Jakarta. Semua data kalian sudah saya kantongi, saya harap kalian menjalankan tugas dengan baik, tidak membantah, tidak merepotkan dan tidak manja,” ujar Alka menatap mengintimidasi Mulya dan Brian.
“Siap banget, Dokter,” jawab Mulya sambil menepuk dadanya.
“Dan, satu lagi. Tidak boleh genit sama saya,” tambah Alka.
“Eh tapi-”
“Tidak boleh membantah atau saya tidak akan memberikan nilai,” sela Dokter membuat Mulya tidak terima. Gadis itu bersiap membantah lagi, tetapi Brian mencubit tangannya dengan kencang membuat Mulya meringis.
“Aw aw, kenapa cubit tanganku?” tanya Mulya pelan.
“Jangan ganjen. Mau ditaruh dimana mukaku mendapat rekan kayak kamu, hah?” tanya Brian balik dengan tajam. Tangan Brian masih mencubit tangan Mulya membuat Mulya semakin kesakitan.
Mulya menepis tangan Brian dengan sebelah tangannya, Brian balik memukul tangan Mulya hingga terjadilah pukul-pukulan antara Mulya dan Brian. Hingga Brian memegang tangan Mulya dan menggenggamnya agar gadis itu tidak lagi memukulnya.
“Lepasin!” pinta Mulya.
“Gak,” jawab Brian.
“Lepasin, Brian!” desis Mulya lagi.
“Kalau aku lepasin, kamu akan memukulku,” ujar Brian.
Kesabaran Alka yang sudah tipis benar-benar habis saat melihat pertengkaran Brian dan Mulya. Tanpa sepatah kata pun Alka melewati sela-sela antara Mulya dan Brian hingga tautan tangan dua peserta koas itu terpisahkan. Brian dan Mulya terkesiap melihat apa yang dilakukan Alka.
“Kalau masih mau bertengkar, lebih baik keluar dari ruangan ini. Minta surat pindah tempat koas ke Direktur rumah sakit!” titah Alka.
“Enggak, Dokter, Kami gak pindah. Maafin kami,” ucap Brian mendekati Alka.
“Dokter, kami gak bertengkar. Kami hanya menyalurkan rasa pertemanan yang akrab, makanya pukul-pukulan.” Kini Mulya ikut bersuara membuat Alka langsung menatap lebih tajam gadis itu. Mulya menundukkan kepalanya sejenak.
“Dokter, kami siap membantu Dokter dengan segenap jiwa kami,” cicit Mulya.
Suara ketukan pintu membuat Alka menyuruh masuk sang pengetuk. Seorang pria paruh baya berbadan tinggi tegap dan memakai jas dokter terlihat berwibawa, apalagi dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, membuat dokter itu terlihat lebih menawan meski usianya sudah paruh baya.
“Dokter Nendra,” panggil Dokter Alka segera berdiri dari tempat duduknya.
“Bagaimana, peserta koas sudah datang? Ini anaknya?” tanya Dokter Nendra kepada Alka.
“Iya, Dok. Ini Brian dan ini Mulya,” jawab Alka memperkenalkan dua anak muda di depannya.
Brian dan Mulya menyalami Dokter Nendra dengan sopan. Dokter Nendra menatap penuh senyum ke Mulya.
“Mulya, kamu yang akan menjadi asisten Dokter Alka. Saya harap kamu bisa belajar dengan baik di sini, mendapat ilmu sebanyak-banyaknya dan membantu Dokter Alka,” ujar Dokter Nendra.
Mulya membulatkan matanya saking senangnya saat mendengar dia akan menjadi asisten Dokter Alka. Menjadi peserta yang dimentori Alka saja sudah membuat Mulya senang, apalagi dia akan menjadi asisten, membuat intensitas bertemunya dia dan Alka semakin banyak.
“Siap, Dokter. Saya akan menjalankan tugas saya dan belajar dengan baik,” jawab Mulya senang. Alka melirik Mulya sejenak, kalau boleh memilih mending Mulya tidak menjadi asistennya, tetapi dia tidak bisa menolak. Peserta koas yang direkomendasikan Dokter Nendra sudah pasti mempunyai catatan baik di kampusnya.
Setelah berbincang ringan, Dokter Nendra pamit undur diri yang dipersilahkan oleh Alka. Tepat setelah Dokter Nendra pergi, Mulya memekik dengan senang.
“Aaaa … aku senang banget jadi asisten Dokter Alka!” pekik Mulya merentangkan tangannya dan bersiap memeluk Dokter Alka. Namun, dengan cepat Alka menghindar membuat Mulya nyusruk ke bawah.
Gubrak!
Suara orang terjatuh membuat Brian memekik nyaring. “Mulya!” jerit Brian segera menolong Mulya.
“Aku gak apa-apa, aku hanya meleyot jadi asisten Dokter Alka. Aku baik-baik saja,” jawab Mulya mengusap keningnya yang terbentur lantai.
“Mulya, keningmu berdarah,” ucap Brian lagi.
“Aku gak apa-apa, Brian. Aku kuat, cintaku ditolak saja kuat, apalagi cuma terbentur lantai, tetap kuat,” jelas Mulya.
Alka melihat kening Mulya yang berdarah, pria itu mendorong tubuh Brian, “Minggir!” titahnya hingga tubuh Brian sedikit terhuyung.
Alka segera membopong tubuh Mulya dan membawanya untuk duduk di sofa. Nyatanya pertolongan dari Alka malah membuat Mulya sesak napas. “Dokter, saking cintanya aku sama Dokter, saat Dokter di dekatku aku jadi sesak napas,” bisik Mulya.
“Butuh napas buatan?” tanya Alka.
Mata Mulya membulat sempurna. Sudah sesak napas ditawarin napas buatan, Mulya semakin meleyot hingga gadis itu jatuh pingsan.