Raelle meregangkan lengan dan lehernya yang terasa kaku. Ia baru saja keluar dari ruang operasi setelah melakukan operasi terhadap pasien dengan diagnosis penyakit usus buntu. Meski itu termasuk dalam operasi yang berlangsung dalam waktu singkat, tapi tetap saja ia merasa lelah.
Raelle melihat jam tangannya dan menghela napas. “Pantas saja aku merasa lapar. Sekarang sudah jam makan siang. Ah, aku harus makan sekarang,” gumamnya seraya mengelus perut.
Ia pun berjalan menuju kantin rumah sakit. Namun baru beberapa langkah, lehernya tiba-tiba terasa serat. Tanpa pikir panjang, ia langsung berbalik dan melangkahkan kakinya menuju mesin minuman sambil memainkan ponsel.
Raelle memasukkan beberapa uang koin ke dalam mesin dan tak lama kemudian minuman kalengnya pun keluar dari bawah mesin. Setelah mengambil minumannya, ia segera meneguknya cukup banyak untuk mengusir rasa serat di lehernya.
Sampai ketika Raelle hendak beranjak dari sana, tiba-tiba telinganya menangkap sedikit keributan dari meja administrasi. Ia lalu menoleh dan melihat seorang petugas administrasi tengah berdebat dengan seorang wanita.
Awalnya Raelle ingin mengabaikan hal tersebut, karena itu adalah hal yang biasa dan sesekali terjadi di rumah sakit. Namun saat ia hendak pergi, langkahnya kembali berhenti lantaran kali ini telinganya mendengar nama Christian disebut.
Tanpa basa-basi, Raelle langsung menghampiri mereka dan menyahut, “Apa kalian sedang membicarakan Dokter Chris?”
Sang petugas administrasi menoleh dan berkata, “Ah, Dokter Raelle. Syukurlah kau datang.”
“Ada apa?” tanya Raelle mengangkat kedua alis penasaran.
“Wanita ini bersikeras ingin bertemu dengan Dokter Christian tanpa mengatakan tujuannya. Aku sudah bilang kalau dia tidak bisa melakukan hal itu. Tapi, dia terus memaksa ingin bertemu dengan Dokter Christian,” adu petugas tersebut dengan wajah penuh kemenangan.
Sontak Raelle menoleh ke arah Eleanor dan mengenalinya setelah mengamati wajahnya sesaat. “Kau ... bukankah kau pasien yang waktu itu?” Eleanor yang juga mengenalinya pun mengulas senyum lalu mengangguk.
“Dokter Raelle, kau mengenalnya?” tanya sang petugas sedikit bingung.
“Ya. Dia adalah salah satu pasien Dokter Chris,” jawab Raelle mengangguk. “Ah, aku yang akan menanganinya. Kau boleh kembali bekerja.”
“Baiklah,” ucap petugas itu meskipun terlihat enggan membiarkannya.
***
“Terima kasih,” ucap Eleanor dengan perasaan lega karena berhasil lepas dari kecurigaan petugas tadi. Saat ini, ia dan Raelle sedang berada di taman rumah sakit.
“Tidak perlu sungkan. Aku juga tidak melakukan apa-apa,” ujar Raelle tersenyum. “Omong-omong apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau ingin bertemu Dokter Chris? Apa kau mengalami gejala lain setelah keluar dari rumah sakit?”
“Bukan begitu, tapi aku memiliki alasan lain untuk bertemu dengannya,” elak Eleanor dengan sedikit ragu. Ini adalah bagian tersulit baginya. Ia harus menemui Christian, tapi ia juga harus menyembunyikan hubungan mereka.
“Alasan lain? Apa itu?” tanya Raelle penasaran.
“Mmm ... aku membawakan bekal makan siang untuknya,” jawab Eleanor.
Raelle tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita membawakan bekal untuk Christian selain Anya. “Bekal makan siang? Untuk Dokter Chris?” tanyanya masih tak percaya.
Eleanor mengangguk lalu berkata, “Sebenarnya aku dan Christian ... kami adalah teman.”
‘Maafkan aku, Tuan. Tapi, aku tidak bisa memberikan alasan yang lebih masuk akal dari ini,’ batinnya.
“Teman?” gumam Raelle lalu berpikir sebentar. “Oh! Jadi, kau benar-benar teman Dokter Chris?” serunya seolah baru saja mendapat jackpot. Eleanor lantas mengangguk dengan kikuk.
“Pantas saja dia memperlakukanmu dengan berbeda dari pasien yang lain. Sudah kuduga kalian saling mengenal satu sama lain. Dia bahkan memintaku untuk selalu melaporkan kondisimu,” oceh Raelle antusias.
“Dia ... melakukan itu?” tanya Eleanor tak percaya.
“Tentu saja. Dia sangat perhatian padamu,” jawab Raelle tersenyum.
Eleanor pun ikut tersenyum dengan canggung hingga ia kembali mengingat tujuan awalnya datang ke rumah sakit. “Kalau begitu, apa kau bisa membantuku untuk bertemu dengannya?”
“Dokter Chris? Hm ... sepertinya kau tidak bisa menemuinya sekarang. Dokter Chris sedang berada di dalam ruang operasi. Dia akan melakukan operasi yang keduanya hari ini,” ucap Raelle.
“Sebenarnya aku juga harus ikut dalam operasi itu, tapi aku melarikan diri dan beralasan akan melakukan operasi lain. Kau tahu, dia selalu melakukan operasi rumit sampai berjam-jam tanpa istirahat. Dia senang menyiksaku dengan operasi berjam-jam itu,” gerutunya.
“Kalau begitu, apakah memungkinkan bagiku untuk masuk? Aku harus memastikannya untuk makan. Jika tidak, dia akan jatuh sakit,” tanya Eleanor.
Sontak Raelle menggeleng. “Meskipun kau teman Dokter Chris, tapi tidak bisa. Orang awam tidak diperbolehkan untuk masuk ke area operasi. Itu adalah peraturan dasar rumah sakit.”
“Kumohon. Sebentar saja. Aku tidak akan mengganggu operasi dan hanya akan memastikan Christian tidak melewatkan jam makan siangnya. Kau tahu, terkadang dia bahkan tidak makan seharian karena jadwal operasinya,” tutur Eleanor dengan wajah memelas dan menunjukkan kekhawatiran yang sangat jelas pada Christian.
Raelle terdiam dan berpikir cukup lama. Ia tak menyangkal ucapan Eleanor. Ia memang hampir tidak pernah melihat Christian makan di kantin atau pun di ruangannya. Bahkan bekal yang sering Anya berikan selalu ditolak oleh pria itu dengan berbagai alasan.
“Begini saja, berikan kotak bekalnya padaku dan aku akan memastikan Dokter Chris memakannya,” usul Raelle.
Seketika seulas senyum terbit di wajah Eleanor. “Baiklah. Tidak masalah. Terima kasih banyak,” ucapnya kemudian memberikan kotak bekal yang dibawanya pada Raelle. “Kalau begitu, aku akan menunggu di sini.”
“Wow. Kau sungguh keras kepala. Meski begitu, aku sangat menyukainya,” gurau Raelle dengan senyum lebar. “Baiklah. Tunggulah di sini. Aku akan segera kembali.”
“Tunggu,” cegah Eleanor saat wanita itu hendak beranjak.
“Ada apa?” tanya Raelle.
“Mmm ... apakah kau bisa merahasiakan hal ini dari orang lain? Aku tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman dan merusak reputasi Christian,” ujar Eleanor dengan sungguh-sungguh.
“Wah~ Selain cantik, ternyata kau juga memiliki hati yang baik sampai memikirkan reputasi Dokter Chris. Kalau begitu baiklah, aku akan menjadikan ini rahasia di antara kita saja,” tutur Raelle sedikit bercanda.
Eleanor tersenyum. “Terima kasih.”
“Bukan apa-apa. Kalau begitu aku akan pergi sekarang,” tukas Raelle kemudian beranjak dari sana.
Sepeninggal wanita itu, Eleanor kembali duduk di kursinya dengan gugup. Ia memikirkan tindakannya hari ini. Apakah yang dilakukannya saat ini sudah benar atau tidak? Apakah Christian akan menyalahkannya, karena datang tanpa pemberitahuan? Bodohnya ia karena baru memikirkan hal ini sekarang.
“Apakah akan lebih baik jika aku menghubunginya dulu sebelum datang?” lirih Eleanor sembari meremas kedua tangannya cemas.
***
Di lain sisi, Raelle tengah melangkahkan kakinya menuju ruang operasi. Wajahnya jelas menyiratkan telah terjadi sesuatu yang menggemparkan. Setidaknya itulah yang ia rasakan sekarang.
“Aku tidak menyangka Dokter Chris memiliki teman selain Dokter Anya. Selama ini dia selalu seorang diri dan hanya Dokter Anya yang berada di sisinya. Selain wajah yang tampan, yang dia miliki hanyalah sifat dingin, cuek, kejam, dan sangat sensitif terhadap berbagai hal. Wajar jika aku berpikir kalau semua orang sengaja menjauhinya karena dia memiliki sifat buruk,” celoteh Raelle.
“Tapi, aku tidak menyangka kalau aku akan melihat temannya yang lain hari ini. Wah~ Ini benar-benar sebuah keajaiban. Aku beruntung karena menjadi orang pertama yang mengetahuinya,” gumamnya kemudian terkekeh gemas.
Pintu masuk area ruang operasi terbuka dan ia bergegas masuk ke dalam. Raelle mengintip ke ruang operasi pertama melalui jendela keca dan melihat Christian baru saja memulai operasinya. Sesaat ia menatap kotak bekal di tangannya dan menjadi ragu seketika.
“Apakah aku benar-benar bisa melakukannya? Aku baru ingat kalau dia paling benci jika diganggu saat melakukan operasi,” rutuknya kemudian menghela napas berat. “Tapi, aku sudah berjanji pada Eleanor.”
Raelle berpikir sejenak dan kembali menghela napas. Ia pun meletakkan kotak bekal yang diberikan Eleanor di bangku panjang depan ruang operasi dan bergegas mensterilkan dirinya.
Setelah mencuci kedua tangan dan mengenakan penutup kepala juga masker, Raelle pun masuk ke dalam ruang operasi dengan rasa takut dan tegang. Kedatangannya lantas mengundang perhatian dari tenaga medis lain, terkecuali Christian.
“Dokter Raelle, apa kau akan bergabung sekarang?” sahut Hella yang berdiri di samping Christian dan bertugas memberikan peralatan medis yang pria itu butuhkan.
Seketika Raelle melambaikan kedua tangan seraya menggelengkan kepala. Ia menolak dengan tegas.
“Bukankah kau sedang melakukan operasi sekarang?” sahut Christian tanpa mengalihkan fokusnya pada tubuh pasien yang baru saja ia bedah.
“Ah, itu. Operasinya baru saja selesai. Ternyata itu hanya operasi usus buntu biasa,” ujar Raelle cengengesan dan membuat yang lain ikut terkekeh dengan tingkahnya.
“Kalau begitu bersiaplah untuk operasi,” pinta Christian. Meski operasi yang dilakukannya saat ini bukan operasi yang sulit, tapi ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjahili asistennya itu. Terlebih lagi ia telah dibohongi sebelumnya. Ini adalah pembalasan dendam yang tepat.
‘Siall,’ batin Raelle memaki.
“Begini, Dok. Ada yang ingin kukatakan,” ucap Raelle gugup.
“Katakan,” tukas Christian.
Raelle mengulum bibirnya gelisah kemudian berjalan mendekati Christian dengan hati-hati sembari meletakkan kedua tangannya di belakang tubuhnya. Setelah tiba di samping Christian, ia lalu berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke telinga pria itu.
“Temanmu datang ke sini,” bisik Raelle dengan suara sekecil mungkin.
Sebelah alis Christian terangkat. Namun begitu, tindakannya tak terpengaruh oleh itu. “Siapa?”
“Eleanor. Dia datang membawa makan siang untukmu,” jawab Raelle.
Seketika tangan Christian berhenti bergerak ketika mendengar nama Eleanor disebut.
***
To be continued.