14. Ingin Melakukan Tugas Malah Dicurigai

1362 Words
“Samuel,” panggil Perry pada pria yang tengah mengelap mobil tersebut. “Ada apa?” tanya Samuel. Ia baru saja kembali setelah mengantar Eleanor ke halte bus. “Di mana Eleanor?” tanya Perry dengan wajahnya yang tegas seperti biasa. “Dia bilang akan pergi ke tempat kerja lamanya untuk mengundurkan diri. Ponselnya ikut terbakar saat rumahnya kebakaran, jadi dia tidak bisa menghubungi bosnya,” terang Samuel. “Jadi, dia bekerja di sini sebelum mengundurkan diri di tempat kerja lamanya?” tanya Perry curiga. “Dia bilang begitu, jadi mungkin seperti itu,” ujar Samuel tampak berpikir. Perry mengangguk kecil. Namun, wajahnya menyiratkan bahwa ia tengah memikirkan sesuatu. “Sam, apa kau tahu bagaimana Tuan bertemu dengannya?” “Entahlah. Tuan hanya tiba-tiba meneleponku dan memberitahu keadaannya secara singkat. Selain itu, dia tidak mengatakan apa-apa lagi,” jawab Samuel. Ia lalu menyadari apa yang tengah Perry pikirkan saat melihat wajah wanita itu terlihat sangat serius. “Tidak perlu berpikir terlalu banyak. Kau terlalu menyayangi Tuan sampai memikirkan semua hal kecil yang dilakukannya.” “Jika aku tidak memikirkannya, kejadian mengerikan itu akan terulang kembali,” tukas Perry dingin yang seketika membuat pria itu bungkam. Kejadian mengerikan. Itu adalah kejadian beberapa tahun lalu yang pernah terjadi sekali dan tak akan pernah terlupakan oleh seluruh pekerja yang bekerja di rumah itu. Terlebih Perry yang telah mengikuti Christian sejak pria itu duduk di bangku sekolah dasar hingga sekarang pindah ke rumahnya sendiri. “Tapi, menurutku Eleanor bukan orang seperti itu. Lagi pula, belum tentu kejadian itu akan terulang lagi. Tuan tidak akan-” Sontak ucapan Samuel berhenti ketika menyadari tatapan Perry yang menajam. “Jangan katakan hal yang tidak penting,” tegas Perry yang seketika membuat Samuel terdiam dengan kepala menunduk. “Lanjutkanlah pekerjaanmu,” pintanya kemudian kembali ke dalam rumah dengan perasaan yang rumit. *** Di lain sisi, Eleanor mengikuti rencananya untuk hari ini. Setelah Samuel menurunkannya di halte bus, ia langsung pergi menuju minimarket tempat ia bekerja sebelumnya. Tentu Eleanor langsung mendapat omelan dari Ivy yang saat itu sedang menggantikan shift-nya karena tiba-tiba menghilang. Meski begitu, Eleanor merasa beruntung karena bukan Frank yang ditemuinya saat itu. Jika tidak, telinganya mungkin akan bengkak karena mendengar seribu makian dari pria itu. Tak hanya itu, Eleanor juga harus menghadapi Shanon dan Jordan di cafe. Ini adalah hari yang panjang dan melelahkan baginya. Meski begitu, ia tahu bahwa mereka melakukan itu karena mengkhawatirkan dirinya. Dan ia merasa sangat beruntung memiliki rekan kerja seperti mereka. Walaupun pada akhirnya Eleanor juga harus menanggung rasa bersalah karena terpaksa berbohong tentang alasannya menghilang selama beberapa hari terakhir. Sebab, tak mungkin juga ia mengatakan yang sebenarnya kepada mereka semua. Akhirnya, setelah menyerahkan surat pengunduran diri di kedua tempat tersebut, Eleanor beranjak menuju flat Oscar. Ini adalah salah satu alasan ia menolak diantar oleh Samuel. Sebelum benar-benar pergi ke flat Oscar, Eleanor terlebih dahulu mengintai dari kejauhan untuk memastikan bahwa area di sekitar flat pria itu aman dari Yelena dan Margaret. Setelah memastikan semuanya aman, barulah ia melangkahkan kaki menuju flat sang kekasih. Eleanor mengetuk pintu beberapa kali seraya memanggil nama Oscar dengan cukup keras. Akan tetapi, hingga beberapa saat kemudian tak ada jawaban dari dalam. “Apa dia tidak ada? Tidak mungkin. Harusnya dia ada di dalam saat ini,” gumamnya sembari berusaha mengintip melalui jendela yang gelap. Ia lalu melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sekali lagi, Eleanor mengetuk pintu sambil memanggil nama Oscar yang lagi-lagi tak menjawab. “Tidak ada cara lain,” ujarnya kemudian mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tasnya. Itu adalah kunci duplikat pintu flat Oscar yang ia bawa sebelum dibawa paksa oleh Yelena dan Margaret. Untungnya Eleanor menyimpan kunci itu di saku celananya saat itu, jadi ia masih memiliki akses masuk ke dalam flat pria itu. Tanpa ragu, Eleanor membuka pintu di hadapannya menggunakan kunci tersebut. Ketika pintu terbuka, keadaan di dalam tampak sunyi. “Oscar,” panggil Eleanor seraya melangkah masuk. Flat itu tak besar sehingga sangat mudah bagi Eleanor untuk mengetahui bahwa kekasihnya tidak ada di sana. “Dia tidak ada.” Tak menyerah, Eleanor segera menghubungi nomor Oscar melalui ponsel barunya. Itu adalah nomor yang tak akan pernah ia lupakan. Namun setelah beberapa panggilan, pria itu tak kunjung menjawab panggilannya. “Sebenarnya di mana dia? Kenapa tidak menjawab panggilanku?” Eleanor menggerutu kemudian kembali menghubungi Oscar yang lagi-lagi tak menjawab panggilannya. “Ah, apa dia tidak menjawab karena aku menggunakan nomor baru?” Tanpa pikir panjang, ia pun memutuskan untuk mengirim pesan pada pria itu. Eleanor : Oscar. Ini aku, Eleanor. Hubungi aku jika kau membaca pesan ini. Seusai mengirim pesan tersebut, Eleanor langsung melihat jam. Ia sudah menghabiskan cukup banyak waktu yang berakhir sia-sia di sana. Dan sekarang Eleanor tak memiliki banyak waktu tersisa untuk mencari Oscar. Sebentar lagi jam makan siang dan ia harus menjalankan tugasnya untuk memastikan Christian tak melewatkan jadwal makannya. Setelah memastikan pesannya terkirim sekali lagi, Eleanor memutuskan untuk pergi dari sana. Tak lupa ia mengunci flat pria itu kembali. *** Eleanor keluar dari mobil Mercedes-Benz hitam yang mengantarnya ke rumah sakit. Setelah mengemas bekal Christian di rumah, ia segera meminta Samuel untuk mengantar dirinya ke rumah sakit. Sebenarnya Eleanor tak yakin apakah mengunjungi tempat kerja Christian merupakan hal yang tepat atau tidak. Tapi sebagai asisten pribadi, ia harus menjalankan tugasnya dengan baik. Terlebih Perry telah menegaskan bahwa ia harus memastikan pria itu tak melewatkan jam makannya. Dengan perasaan gugup, Eleanor melangkah masuk ke dalam rumah sakit bersama sebuah kotak bekal di tangannya. Ia berniat untuk hanya mengecek apakah Christian telah makan siang atau belum. Jika sudah, maka ia akan kembali diam-diam. Tapi jika belum, maka kotak bekalnya akan beraksi saat itu. “Permisi,” sapa Eleanor pada seorang petugas yang duduk di balik meja administrasi. “Ya. Apa kau membutuhkan bantuan?” tanya petugas tersebut ramah. “Apakah aku bisa bertemu dengan Dokter Christian?” tanya Eleanor. Sontak tatapan petugas tersebut terlihat berbeda ketika ia menyebut nama Christian. “Apakah kau pasien yang pernah dirawat oleh Dokter Christian?” Eleanor tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. ‘Toh, ia tak berbohong tentang itu. Christian memang pernah merawatnya tepat sebanyak tiga kali. Setelah Eleanor mengangguk, barulah petugas tersebut kembali tersenyum ramah. “Kalau begitu, apa tujuanmu mencari Dokter Christian? Apakah kau ingin melakukan pemeriksaan lanjutan atau kau memiliki keluhan lain dan ingin menjadwalkan pemeriksaan?” “Ah, bukan begitu. Tapi, aku memiliki urusan lain dengannya,” ucap Eleanor sedikit gugup. Ia tak bisa mengungkapkan hubungannya dengan Christian, jadi ia tak tahu harus dengan alasan apa agar dirinya bisa menemui pria itu. “Apa kau telah memiliki janji dengan Dokter Christian sebelumnya?” tanya sang petugas yang dibalas gelengan oleh Eleanor. “Kalau begitu, kau tidak bisa menemuinya. Kecuali kau seorang pasien atau kerabat Dokter Christian, kau tidak boleh bertemu dengannya jika belum memiliki janji. Lagi pula ini adalah rumah sakit, kau tidak bisa menemuinya begitu saja,” tukasnya dengan nada yang sedikit sarkas. “Tapi, aku benar-benar harus bertemu dengan Dokter Christian. Atau begini saja, apa kau bisa memberitahuku apa yang dia lakukan sekarang?” bujuk Eleanor. “Aku tidak bisa melakukannya. Itu adalah privasi dokter kami,” tolak petugas tersebut mulai kesal. “Kumohon. Tolong beritahu aku apa yang dia lakukan sekarang. Aku benar-benar harus mengetahuinya.” Eleanor memohon dengan wajah memelas. Petugas itu lantas mendecak sebal. “Sebenarnya apa hubunganmu dengan Dokter Christian? Kenapa kau bersikeras ingin menemuinya tanpa tujuan yang jelas? Sudah kubilang kau tidak bisa bertemu dengannya jika tidak memiliki kepentingan khusus. Atau mungkin kau memiliki niat jahat terhadapnya?” tuduhnya yang sontak mengundang perhatian beberapa petugas lainnya. Seketika Eleanor tersentak. Ia merasa terpojok sekarang. “Berniat jahat? Aku tidak pernah melakukan hal seperti itu. Tolong jangan menuduhku,” bantahnya. “Lalu, kenapa kau terus memaksa ingin bertemu dengan Dokter Christian?” desak sang petugas. Eleanor membisu dengan perasaan gugup, takut, bingung yang bercampur menjadi satu. Padahal ia hanya ingin memastikan Christian tidak melewatkan jam makan siangnya. Tapi, kenapa sekarang dirinya malah dicurigai? Ia bahkan tak bisa mengungkapkan hubungannya dengan pria itu karena terikat oleh kontrak. “Apa kalian baru saja membicarakan Dokter Chris?” sahut seorang wanita yang mengenakan pakaian operasi dan berhasil mengalihkan perhatian mereka. *** To be continued.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD