MASA LALU

2201 Words
Flashback 15 tahun lalu.... "Ihhh, kak Ino nakal. Dari tadi cium-cium pipiku terus. Nyebelin, ntar aku aduin mamah loh!" sungut seorang gadis kecil lucu, berpipi gembil yang bernama Bianca. "Abis Caca ngemesin si pipinya, kaya kue bakpao." Jawab bocah lelaki cilik disamping Bianca geli, saat melihat raut wajah Bianca yang kesal. Dia adalah Engelino Sanjaya, calon a tunggal Sanjaya Group. "Kalau gemes jangan begitu juga ka, kan aku risih diciumin kaka terus ."Bianca mengelap kedua pipinya dengan ujung rok sebagai tanda ketidak sukaannya. Elino merengut dan kembali mencium pipi kanan Bianca untuk kesekian kalinya. Tak diindahkannya protesan Bianca sama sekali. "Kak Ino! Jangan nakal ah. Masa udah gede masih nakalin aku mulu si!"Bentak Bianca. "Habisnya kamu, masa bekas ciumanku dihapus, jahat banget." Elino merengut sedih, wajahnya tampak murung karena penolakan Bianca yang blak-blakan itu. Bianca yang merasa bersalah mendekati Elino dan memeluk Elino erat. "Jangan ngambek kaka, maaf ya, katanya calon cowo hebat, masa ngambekan si?" ejek Bianca, Elino menoleh dan menatap Bianca lekat, sebuah senyum penuh kepolosan tercetak diwajah tampannya. "Ciye, Caca takut ya aku ngambek. Ciye, Caca perhatian sama aku. Ca, kamu sayang sama aku nggak?" Tanya Elino kecil polos. "Sayang, emang kenapa?" "Kalau Caca sayang aku, Caca, nanti kalau sudah besar, kamu harus menikah sama aku ya, jangan sama cowo lain, kalau kamu nikah sama cowo lain, soalnya nanti aku bisa sedih." pinta Elino dengan logat anak kecilnya, Bianca meringis senang, menampilkan sederet gigi-giginya yang berbehel. Dan tanpa disangka Bianca membalas mengecup pipi Elino genit. "Aku nggak janji ah! Kecuali kak Ino udah hebat, kalau kak Ino udah hebat aku pasti mau nikah sama kak Ino." Janji Bianca, Elino berbinar dan kembali bersemangat. "Beneran?" tanya Elino memastikan.  "Iya beneran." jawab Bianca mantap, Elino senang dan segera memeluk tubuh mungil Bianca. "Kalau gitu kaka janji, setelah kaka jadi orang hebat kaka bakal nikah sama Caca. Caca inget loh udah milik ka Ino. Jadi nggak boleh buat cowo lain." Elino mengulurkan jari kelingkingnya dan Bianca menjabatnya dengan penuh sukacita.  "Janji ya?" "Oke, Caca janji." Flashback end....            ***  Bianca terus menatap Elino dan begitu pula yang dilakukan Elino. Tanpa mereka sadari rekaman-rekaman masa kecil mereka yang masih polos terus bermunculan dalam ingatan. Bianca menelan air liurnya gugup, dirinya benar-benar tak sangka akan bertemu orang dari masa lalunya dengan cara yang tak terduga seperti ini. Benar-benar bagai mimpi. Dilain pihak pun Elino merasakan hal yang tak jauh berbeda dengan apa yang baru saja dirasakan Bianca. Apakah takdir yang mempertemukan mereka dengan cara yang luar biasa mengejutkan??  "Jadi selama ini kamu Caca? Yang dulu jadi teman kecil aku?"Suara Elino memecahkan suasana sepi didalam ruangan itu, Bianca mengganguk, untuk sehariian ini banyak sekali kejutan yang didapatkannya.  "Tuh kan ternyata jodoh emang nggak kemana ya, walaupun ilang tetap balik lagi." celetuk Tante Caty nimbrung obrolan Elino dan Bianca yang masih terdengar kaku karena lama tak berjumpa. "Ah? Maksudnya kamu apa, Cat? Oia tadi kalau nggak salah denger kamu bilang calon mantuku? Itu maksudnya gimana ya?" Mama Bianca kembali ingin tahu. Tante Caty mengedipkan sebelah matanya penuh arti, membuat mama Bianca semakin penasaran, sejujurnya apa yang terjadi saat ini. "Kamu tau nggak, Sha. Sebentar lagi kita akan jadi besan." seru Tante Caty semangat, mama Bian melongo. "Maksud kamu?" Tanya Mama Bian menuntut penjelasan yang lebih jelas.  "Ya ampun, kamu makin tua kayanya makin lemot deh. Gini loh Marsha, sayang aku jelaskan dari awal." Tante Caty memulai ceritanya, dan dengan lancar Tante Caty menceritakan awal pertemuannya dengan Bianca di kantor Elino beberapa hari yang lalu.  Keduanya terlihat seru menggosipkan anak mereka, dan keduanya benar-benar cocok jika dinobatkan sebagai miss gosip sejati!  Mamah Bianca tampak tak percaya saat tante Caty mengatakan awal perjumpaan dirinya dan Bianca dikantor, permintaan bodohnya dengan Elino, dan rencana pernikahan Elino dan Bianca dalam waktu dekat ini. "Ha? Ya Tuhan? Kamu seriusaan, Cat?" Mama Bianca merespon dengan gaya lebay nya yang berlebihan, membuat Bianca malu sendiri melihatnya. "Ih, beneran deh, Sha, aku aja kesini niatnya mau ngelamar Bianca untuk Elino, dan gak taunya dia anak kamu. Aku betulan seneng banget! Pantesan sekali ketemu dia dikantor waktu itu, aku langsung suka sama dia loh." Ujar Caty bersemangat, "Nggak tahu nya bener dia ini anak kamu, si Caca, yang pas kecilnya udah aku minta supaya bisa jadi menantuku. Ya ampun, Tuhan memang baik deh." Elino seketika tertegun, diingatnya pertemuan awalnya dengan Bianca di kantor tempo hari. Jika diingat, pertemuan mereka memang sangat tak terduga si. "Ya ampun, ternyata jodoh memang nggak kemana ya. Saat kecil minta nikah, gedenya kesampaian, padahal aku jamin mereka sampai sekarang masih belum percaya kalau mereka temen kecil." suara tawa mama Bianca dan tante Caty seketika pecah membahana ke seantero ruangan besar itu. Dan membuat Elino serta Bianca bergidik ngeri, bagi mereka suara tawa kedua mami mereka sangat lah mengerikan melebihi suara kuntilanak yang paling menyeramkan di muka bumi. *** "Mamah!" seru Bianca kesal setengah mati, tak kala sang mama dengan entengnya menyetujui keputusan dari tante Caty. Mata Bianca menatap wajah sang mama dengan tatapan kesedihan yang tersirat amat jelas. "Ya udah kapan mau menikah? malam ini juga boleh kok." jawab mama Bianca saat tante Caty meminta ijin melamarkan Bianca untuk Elino. "Aku kasih restu, mas Mada juga ACC kok, tinggal terserah deh mau kapannya."  Jawaban yang benar-benar tanpa beban, dan membuat Bianca melongo sendiri melihat si mamah yang tak berusaha bertanya apalagi mencegah. "Ya ampun, Bianca. Apa-apaan si kamu teriak-teriak gitu?" mama Bianca menatap Bianca penuh tanda tanya, saat melihat wajah Bianca yang penuh kesedihan. "Mama jahat banget si sama aku, bilang mau nikahin aku secepat itu. Emang mama pikir aku kambing betina yang bisa langsung dinikahkan begitu aja apa?" sungut Bianca. Mama dan tante Caty saling tatap aneh dengan sikap Bianca. "Sayang, bukannya kamu seneng kalau menikah dengan Elino. Dulu kan-" "Dulu adalah dulu tante, sekarang berbeda." Bianca memotong ucapan tante Caty, biarlah dirinya dianggap tak sopan atau apalah itu, habisnya, emosinya benar-benar sudah terkuras habis sehari an ini. "Maksud kamu?" tante Caty mengerenyitkan dahi, bingung maksud ucapan Bianca yang terdengar penuh emosi.  Setelah tahu bahwa Elino adalah Ino si teman masa kecilnya itu, entah kenapa Bianca ingin membatalkan saja perjanjian kontrak yang ada diantara mereka dan melepaskan uang satu milyarnya itu.  Karena Bianca tahu pasti bahwa jika ini dilajutkan bisa jadi hidupnya akan makin kacau tak karuan kedepannya.  "Maksud aku adalah-" "Ah, maksud Bianca itu mungkin dia belum siap untuk menikah mah, usianya kan masih muda, jadi dia belum siap." Elino buru-buru menyela ucapan Bianca, sebelum gadis labil dihadapannya itu membongkar segala rencana yang sudah dirinya susun rapi.  Bianca menatap Elino menahan geram dan amarah. Ingin rasanya Bianca melemparkan vas bunga yang ada diatas meja kekepala Elino, agar cowo menyebalkan itu berkata yang sejujurnya. Bianca benar-benar muak melihat silat lidah yang dilakukan Elino. Menyesal sekali dirinya pernah menyukai cowo itu dimasa lalunya dulu. Andai waktu bisa diputar, Bianca sungguh ingin bahkan sangat ingin agar tidak berurusan dengan Elino. Si cowo egois yang hanya mementingkan kebahagiannya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain. ***    Elino menghela nafasnya keras, dirinya benar-benar merasa bersalah telah menyeret-nyeret Bianca dalam kehidupannya yang rumit. Elino sadar, dirinya egois, demi melindungi segala apa yang dirinya miliki, dengan teganya Elino memanfaatkan Bianca untuk mau membantunya. Kini Elino dan sang mami yang diktator, tengah menunggu kehadiran Bianca dan mamanya kembali keruang tamu.  Beberapa saat yang lalu Bianca seketika berlari masuk kedalam rumah  setelah mendengar hari pernikahan telah ditentukan, yaitu besok. Elino mengusap wajah tampannya frustasi. Berharap semua masalah yang tengah menghampirinya ini akan segera berakhir. Dan berharap semoga dirinya dan Bianca akan baik-baik saja menjalani kehidupan sandiwara pernikahan mereka dua tahun kedepan. *** Bianca membenamkan wajah cantiknya kedalam boneka tedynya. Tangisnya pecah seketika, sesaat hari pernikahan terkutuk itu ditentukan oleh para orangtua. Besok. Bianca merasa hidupnya gelap gulita seketika. Besok masa depanya akan suram karena menikahi cowo egois macam Elino. Dirinya menyesal telah menyesetujui perjanjian konyol yang ditawarkan Elino padanya. Kini dirinya malah terjebak dalam permainan menjengkelkan seperti ini. "Sayang kamu kenapa?" mama Bianca datang dan segera menghambur kearah sang putri khawatir, tak biasanya Biancanya yang manis bertindak seperti hari ini. "Aku mau sendiri mah, jangan ganggu aku dulu." Bianca berucap parau dari balik boneka yang dipeluknya. "Bianca kamu jangan seperti ini dong sayang, ayo cerita sama mamah apa yang buat kamu jadi kacau seperti ini." pinta mama Bian lembut sembari mengusap lembut rambut panjang Bianca menenangkan sang putri. Bianca makin terisak dan tangisnya semakin pecah menyayat hati siapun yang mendengarnya. "Mah, aku nggak mau menikah besok, Mah. Apalagi sama Elino, aku nggak mau, Mah. Aku masih pingin kuliah dan kejar karier aku." Bianca mendongakan kepalanya serta menatap sang mama lekat, matanya tampak sembab dan wajahnya terlihat menyedihkan. Mamih Bian  kaget, bingung dengan masalah yang ada.  "Kamu kenapa si sayang? Bukannya kamu sendiri yang meminta menikah dengan Elino?" tanya mama pada Bianca. Bianca terdiam merasa terpojok dengan ucapan sang mama. 'Benar juga si, dirinya sendiri yang menyetujui pernikahan ini, kenapa juga dirinya malah yang sekarang jadi uring-uringan begini?' Bianca terdiam, pikirannya berputar mencari solusi.  "Bianca segala yang kamu ambil adalah keputusanmu sendiri, jadi pertanggung jawabkan lah. Kan kamu yang bawa Elino dan Tante Caty kerumah buat ngelamar kamu, dan itu artinya sebelum mereka ketemu mama papa, kamu udah ada obrolan dong dengan Elino dan setuju saat Elino minta maminya ketemu mama papa, jadi, kenapa sekarang kamu malah berubah pikiran begini?" nasihat mama menohok Bianca telak.  'Mama benar, aku yang sudah bawa Elino dan Tante Caty kerumah ini, dan aku yang setuju dengan perjanjian konyol itu. Sekarang, aku yang harus bertanggung jawab dengan keputusan yang udah aku ambil. Ck, seharusnya kemarin aku bisa lebih bijaksana lagi dan nggak tergesa-gesa ambil keputusan. Sekarang malah jadi aku yang bingung sendiri kaya gini kan.' Runtuk Bianca didalam hati. Ia menyadari kebodohannya sendiri. "Setiap langkah yang kamu ambil memiliki resiko, kemarin kamu nggak ada cerita kan soal Elino ke papa mama, kamu putusin sendiri, dan tiba-tiba kamu langsung bawa Elino kesini. Jadi mama pikir ya kamu sudah fix dengan pilihan kamu. “Sekarang, pas papa mama udah setuju, malah kamu yang ambek-ambekan gini. Ca, kan mamah sering ajarin kamu untuk konsisten sama pilihan kamu dan jangan labil kan. Sekarang, mama mau lihat kamu konsisten dengan pilihan kamu itu. Lagipula mama lihat Elino baik kok orangnya, dan yang pasti mama papa kenal dengan baik siapa keluarga dia. Tante Caty juga kelihatan sayang banget kan sama kamu, jadi itu juga alasan mama terima lamaran Elino." mama menatap Bianca lekat, beliau berusaha memberi pengertian yang lebih baik untuk anak gadisnya yang masih labil. "Jadi Caca harus konsisten sama keputusan ya. Inget, ini masalah ucapan loh."  Bianca mengganguk lesu. Tak ada pilihan lain lagi.  "Benar, ini harus dirinya  yang bertanggung jawab , dia yang sudah asal menerima semua tawaran Elino tanpa berpikir panjang, dan inilah resiko yang harus dirinya tanggung." *** Untuk keputusan terbesar yang pernah Bianca ambil dalam hidupnya.  Bianca menerima lamaran Elino dan bersedia untuk menikah dengan pria durjana itu. Sorak gembira dari seluruh anggota keluarga dan Tante Caty pecah di dalam rumah. Semua orang mengucap syukur dan berterimakasih berulang kali kepada Bianca yang mereka anggap memberikan keputusan terbaik nya. "Oke, karena Bianca sudah setuju, aku  akan menyelesaikan semua urusan pernikahan anak kita secepatnya. Kebetulan aku juga sudah booking wedding organizer nya. Nanti kita hanya perlu fitting baju untuk dress code kita, dan... Oia, Elino dan Caca besok kalian nggak perlu masuk kerja, karena besok kalian harus fitting baju." Tante Caty mulai bercuit meng-kordinasi. "Tapi, Mih, besok a.." "Sttt, tidak ada kalimat bantahan. Mami nggak perduli soal meeting kamu dan lain lainnya, yang terpenting buat mami sekarang adalah acara pernikahan kamu!" Tegas Tante Caty harga mati. Elino hanya mendesah, jawaban dari maminya sudah cukup buat nya agar tak lagi membantah. Karena Elino paham betul, itu semua hanya percuma.  Sekali A tetap A. Itulah semboyan Tante Caty. Setelahnya Tante Caty larut dalam obrolan dengan kedua orang tua Bianca. Para orang tua itu sibuk bercengkrama membahas acara pernikahan anak-anak mereka.  Jika dipikir-pikir disini, malah ketiga orang itu yang begitu antusias menyiapkan acaranya, sedangkan si pengantin sendiri malah tampak ogah-ogahan dan terkesan tidak perduli sama sekali. Bianca menyaksikan semua itu tanpa niat ingin berkomentar sedikitpun. Karena buatnya ini tetaplah pernikahan tipuan, jadi buat apa Ia ikut andil mempersiapkan.  'Ujung-ujungnya juga cerai.' pikir Bianca santai. Karena merasa bosan, Bianca memutuskan untuk hengkang dari ruang tamu dan keluar menuju taman depan rumah, lalu duduk di bangku kayu yang tersedia disana. Udara malam ternyata cukup segar, dan bisa sedikit mengobati rasa sesaknya yang sedari tadi terasa menggerogoti d**a. Baru sepuluh menit Bianca merasakan kedamaian, sosok jangkung Elino tiba-tiba muncul dan ikut bergabung bersama dengan nya.  Pria itu duduk di sisi bangku yang kosong tanpa permisi, dan diam tanpa kata seperti orang bisu. Bianca melirik keberadaan Elino dan mendengus sebal. "Mau apa lo ikut kesini. Bikin bete aja." Ujar Bianca yang sewot melihat Elino disekitarnya. Jujur saja untuk saat ini Bianca benar-benar malas bersinggungan dengan pria menyebalkan itu. "Galak amat si lo, Ca. Perasaan seingat gue jaman Lo kecil nggak nyebelin gini deh." Elino menyingung masa kecil mereka. "Ca, Ca, emang gue permen Caca, panggil aja Bianca kaya biasanya aja deh. Nggak usah sok deket dan sok asik panggil gue pake nama Caca lagi." Sergah Bianca tak suka. Elino menyerigai, dan seakan tak perduli protesan Bianca, ia tetap memanggil Bianca dengan sebutan masa kecil nya pada gadis galak itu. "Bodo amat, gue mau panggil Lo Caca kok." Ujar Elino ngeyel. Bianca menggeram kesal, tapi tak mau memperpanjang masalah diantara mereka, Ia benar-benar sedang malas bicara saat ini. Malam ini langit memang mendung, tapi hal itu malah membawa angin yang cukup menyegarkan untuk dinikmati dan dihirum indera penciuman.  "Udaranya enak ya, seger." Celetuk Elino mencoba berinteraksi. Namun Bianca yang memang malas hanya membalas dengan gumaman saja, dan Elino tidak menggubrisnya. Pria itu terus mengoceh tentang hal-hal yang tidak penting entah kepada siapa. Satu usaha yang patut diacungi jempol dari Elino, agar bisa mencairkan suasana kaku yang tercipta di antara dirinya dan Bianca. Yah, walau Bianca tetap bodo amat, setidaknya Elino sudah berusaha kan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD