AWAL

1910 Words
Bianca memegang dadanya yang terasa berdebar, ini adalah hari pertamanya magang di salah satu perusahaan terkenal di ibukota. Dihadapannya sebuah gedung bertingkat yang tampak megah seakan sedang menyambutnya. Bianca tersenyum, suatu kebanggaan tersendiri saat dirinya diterima magang diperusahaan elite itu. Dengan langkah pasti, Bianca mulai menginjakan kaki jenjangnya untuk memasuki kantor tempat magangnya.  Aura percaya diri dan ketegasaan mewarnai wajah cantik sempurnanya yang tampak alami tanpa polesan. "Selamat pagi." sapa seorang satpam sembari membukaan pintu kaca bagi Bianca. Bianca mengganguk dan memberikan senyuman terbaiknya. Dalam dirinya tertanam tekad yang kuat, bahwa Ia ingin menciptakan kesan yang baik di perusahan tersebut, yah, siapa tau, kedepannya, saat dirinya sudah lulus nanti, Ia bisa mendaftarkan dirinya sebagai karyawan tetap disini. Karyawan di perusahaan besar itu ternyata sangat ramah, tempat nya pun nyaman, dan mampu membuat Bianca sedikit melupakan rasa gugupnya. Sepertinya untuk 3bulan kedepan Bianca akan baik-baik saja berkerja disini.                           *****   Disisi lain, dikantor yang sama, seorang pria  tampan dengan wajah nyaris sempurna tampak tengah berdebat seru dengan seorang wanita paruh baya yang tidak lain dan tidak bukan adalah ibunya sendiri. Dia adalah ENGELINO SANJAYA, CEO muda perusahaan Sanjaya yang ternama. Dan ibundanya yang selalu tampak awet muda nyonya besar, CATHERINE SANJAYA. Diruangan private di lantai 12 kantor megah itu tampak ibu dan anak tersebut saling tatap penuh rasa kesal. Elino menatap mamihnya dengan wajah tak suka, dan nyonyah Catherine tampak tak perduli dengan tatapan menusuk sang anak. "Sudah lah mam, bisa nggak sih untuk kali ini mami nggak ganggu kerjaan aku dengan masalah mami yang menurutku nggak penting itu?? Aku sibuk mih." Elino mengeluh, dirinya merasa terusik dengan kehadiran sang mami yang selalu bawel mengenai pendamping hidupnya, dan akhir-akhir semakin rewel mencecarnya dengan pertanyaan kapan Ia menikah. Please guys, dirinya masih muda!! "Apa kamu bilang?? Masalah nggak penting?! Lino ini sangat penting dan lebih penting dari apapun didunia ini!" bentak nyonya Caty kearah sang buah hati yang baginya sama sekali tak merasakan kegundahan hatinya, yang segera ingin memiliki cucu. Elino mengehela nafas sebal, bagi Elino saat ini, masalah jodoh sama sekali tak masuk dalam opsi prioritasnya. Bagi Elino, prioritasnya saat ini adalah membangun bisnisnya menjadi semakin berkembang, bisa menguasai pasar Asia dan Eropa, serta bisa membangun cabang Sanjaya group dimana-mana. Ia sangat berambisi untuk menjadi pengusaha nomer satu dunia, oleh sebab itu pendamping hidup sama sekali belum masuk dalam daftar keinginannya. Tapi tampaknya, hal itu berbeda dengan sang ibu, yang sudah begitu ingin melihatnya menikah. Bukan hal yang aneh memang, menggingat Ia adalah anak tunggal keluarga Sanjaya, dan tempat satu-satunya sang mami tercintanya meminta cucu. Elino menghela nafas, "Oke terus apa yang mamih mau dari aku sekarang?" Dan memilih mengalah, berdebat dengan maminya adalah kesia-sian belaka. Nyonya Caty tersenyum senang, dan menatap Elino penuh arti. "Cepat bawa calon istrimu bertemu mami sebelum akhir bulan, atau..." nyonya Caty menampilkan senyuman devilnya, dia menatap Elino penuh ancaman, dan Elino tau, dirinya tidak berada dalam situasi yang baik saat ini. "Kamu akan kehilangan harta warisanmu!" ancam nyonya Caty kejam, Elino melongo, tak menyangka bahwa maminya yang penuh kasih sayang berubah menjadi begitu mengerikan hanya karena hal sepele seperti ini. "What??!! Are you crazy, Mam?? Itu imposible!" seru Elino kaget setengah mati. Yang benar saja, dalam waktu yang relatif singkat dimana dirinya harus mencari calon istri?? Memang mencari calon istri itu seperti mencari kerupuk udang dipasar?? Bahkan terkadang kerupuk udang pun susah dicari!! Apalagi calon istri?! Apa maminya sudah tidak waras??? Nyonya Caty menatap wajah putranya yang frustasi dengan gembira, sebuah ancaman yang mematikan bagi Elino putranya. Putranya itu memang harus diberi ancaman sekali saja agar mau menuruti kemauannya, dan nyonyah Caty jelas tau ancaman seperti apa yang bisa melumpuhkan Elino. Dengan santai, nyonyah Caty berdiri dari singgasananya, pembawaannya begitu tenang, tapi mematikan. "Akhir bulan ingat. Yang artinya seminggu lagi. Kalau sampai kamu tidak mengindahkan permintaan mami, kamu pasti tau apa akibatnya. Paham sayang?" Nyonyah Caty tersenyum manis, tapi dimata Elino itu itu adalah senyum tanda kelicikan yang abadi. "Kalau begitu mami pulang dulu, selamat bekerja lagi sayang. Bye." Nyonya Caty mengakhiri acara bincang-bincangnya dengan Elino dan beranjak pergi meninggalkan ruangan sang putra yang shock dan terkejut. Ini benar-benar petaka di siang bolong, dan Elino benci situasi ini.   *** Bianca terkesiap saat pintu ruangan dihadapanya terbuka secara tiba-tiba dan menampilkan seorang wanita paruh baya yang nampak begitu anggun dan berkelas.  Bianca gelagapan, sudah sejak setengah jam yang lalu dirinya berdiri diambang pintu kayu tanpa berani mengetuk apalagi beranjak dari pintu tersebut. Bukan karena malu atau apa, hanya saja perbincangan dua orang didalam yang tampak serius dan cukup keras, membuat Bianca tak enak jika harus menggangu apalagi menginterupsi. Nyonyah Caty memperhatikan gerak-gerak Bianca dengan tatapan yang sulit diartikan, dan Bianca yang ditatap seperti itu hanya mampu tersenyum kikuk, wajahnya tegang menatap nyonya Caty. Bagaimana pun insting Bianca tahu bahwa wanita dihadapan nya ini bukanlah wanita sembarangan. Apalagi dari obrolan yang tak sengaja Bianca dengar tadi, beberapa kali orang didalam ruangan itu menyebut kata 'mami', dan Bianca pun tahu, bahwa ruangan tersebut adalah ruangan milik CEO perusahaan ini, yang artinya bisa jadi, wanita dihadapannya itu adalah ibu dari pemilik perusahaan.  " Hey siapa kamu?" tanya nyonya Caty tampak tertarik dengan Bianca. Bianca yang melamun terhenyak dan gelagapan, dirinya takut kalau wanita dihadapanya itu akan memarahinya karena dianggap lancang menguping perbincangannya dengan sang putra. Damn! Untuk kakinya yang tak tahu sopan santun sehingga tak mau beranjak dari pintu terkutuk itu, hingga membuatnya tertangkap basah begini!, Bianca mengutuk dirinya sendiri, untuk kebodohan yang telah Ia buat dihari pertamanya magang di kantor itu. "Saya... say-" "Dia kekasihku mam, calon istriku." sebuah suara dari dalam ruangan sontak membuat Bianca dan nyonya Caty menoleh seketika. Tatapan dua wanita itu terlihat shock, terlebih Bianca yang tak menyangka bahwa orang yang mengatakan hal tersebut adalah pemilik perusahaan ini, orang yang belum Ia kenal sama sekali. "Really??" pekik nyonya Caty kaget, wanita itu menoleh cepat menatap Bianca dengan senyuman girang, Bianca bahkan khawatir jika kepala nyonyah Caty bisa terkilir karena kelakuan refleksnya itu.  Elino melangkah keluar ruangan dan bergabung bersama kedua perempuan itu, dengan tenang Ia berdiri disisi kanan Bianca dan menarik Bianca kedalam dekapannya tanpa rasa canggung sedikitpun. Sedangkan Bianca, gadis cantik itu bagai tersengat listrik, Ia hanya mampu mematung ditempatnya dengan wajah super bloon yang dimilikinya. "Yes mam, awalnya aku mau kasih kejutan ke mami. Eh, nggak taunya kalian malah ketemu duluan."Ucap Elino berdusta, kalimatnya meluncur dengan lancar dari bibir nya yang indah, tanpa permisi diusapnya lembut pundak Bianca seakan mereka memang lah sepasangan kekasih yang sesungguhnya. Bianca melirik pundaknya yang dielus halus oleh Elino dengan pandangan kesal. Kurang ajar ini laki-laki, belum kenal berani main fisik. Awas aja nanti! Batin Bianca marah. "Jadi ini kejutan kamu buat mami? Ya ampun, jadi dia pacar kamu, sayang?" Tanya Nyonyah Caty senang. Elino tersenyum, dan lagi-lagi dengan lancang di kecupnya kening Bianca dalam. "Bukan hanya pacar, Mam, dia juga calon istri aku. Calon menantu keluarga Sanjaya." Tegas Elino yakin.  Bianca terkesiap, menoleh cepat kepada Elino "Calon istri?? Pacar?? Ya Tuhan, apa pria tampan itu sudah gila?? Mereka saja belum kenal!Bagaimana bisa pria itu menyebut dirinya sebagai calon istri! Apa ini lelucon? Apa dirinya sedang bermimpi, jika memang ini adalah mimpi, aku mohon bangunkan aku sekarang juga!" batin Bianca menjerit keras, akal sehat nya menolak segala kepalsuan ini, dengan wajah panik ditatapnya nyonya Caty seolah berkata, 'ini semua hanya lelucon konyol yang diciptakan oleh putra mu, ini hanya kebohongan dan tolong jangan percaya!',  namun sayangnya nyonya Caty seakan mengabaikan tatapan memohon Bianca. Wanita itu malah dengan cepat menarik Bianca masuk kedalam dekapan hangatnya.  "Oh Lino, kamu sungguh romantis sayang, mami menyukai gadis pilihanmu dia tampak cantik dan tegas, dan mami suka kepribadian pacar kamu." Puji nyonya Caty sumringah. Elino tersenyum lebar, sedangkan Bianca tak tahu apa yang harus dilakukannya. Otaknya buntu menerima segala perlakuan mengejutkan ini. "Mami menyukai kekasihku?" tanya Elino ingin tahu. Kali ini Elino yang terkejut, karena biasanya, mamihnya itu sangat sulit menerima kehadiran orang baru, dan sudah berulang kali Ia berpacaran, tak ada satu pun perempuan pilihannya yang lolos dari penilaian sang mami. Tapi bisa-bisanya, sang mami menyetujui gadis asing ini? Nyonya Caty mengganguk senang, dan tak henti-hentinya mengelus rambut Bianca penuh rasa sayang. "Baik lah Lino, kamu telah berhasil memenuhi keinginan mami untuk memiliki calon menantu." ucap Nyonya Caty gembira. Elino tersenyum lebar, ada kelegaan didalam dirinya, rupanya sandiwaranya berhasil. Dan gadis mahasiswi magang ini benar-benar telah menyelamatkan masa depannya, Ia berhutang banyak dengan gadis tersebut, dan Elino akan memberi sedikit hadiah untuk gadis itu, nanti.  "Ya sudah, kalo gitu mami pulang dulu, oia nama kamu siapa sayang? Tante sampe belum kenalan." Nyonyah Caty tersenyum dengan ramah, namun dimata Bianca senyuman itu adalah senyuman yang mengerikan dan membuat bulu kuduknya berdiri karena ngeri. Elino menggoyangkan pundak Bianca untuk menyadarkan gadis itu, "Mami nanya nama kamu sayang, jawab dong." Ucap Elino lembut tepat di telinga kanan Bianca, dan tanpa sadar perlakuan itu membuat sesuatu di dalam diri Bianca terasa tergelitik. Sensasi yang begitu asing, dan Bianca membenci sensasi itu. Bianca menengguk salivanya dengan susah payah, "Na-nama sa-saya B-b-bianca, Bu." Jawab Bianca terbata.  Nyonyah Caty tertawa dan mencubit pipi Bianca pelan tanda Ia gemas.  "Jangan panggil Bu dong, panggil aja.. maaaammii, kaya Elino." Ujar Nyonyah Caty lembut. Elino bahkan sampai terpana, melihat maminya bisa selembut dan seramah itu pada seseorang selain dirinya. "Oke deh, mungkin kamu masih belum terbiasa, nggak apa-apa, nanti lain waktu kita ketemu lagi ya sayang, biar bisa ngobrol dan akrab." Ujar Nyonyah Caty senang, tatapannya kini beralih kepada Elino, "No, lain waktu ajak Bianca kerumah kita ya, biar bisa makan malem bareng. Hari ini mami ada acara jadi buru-buru, coba kalo nggak, mami pingin ajak kalian makan siang diluar bertiga, mungkin lain waktu aja kali ya. Ya udah, mami duluan ya.. byee.." pamit nyonyah Caty dengan ceria, meninggalkan Bianca dan Elino yang akhirnya bisa menghela nafas mereka dengan lega. Waktu tegang sudah selesai. Sepertinya.   *****   "Terima kasih sudah menyelamatkan aku tadi." ujar Elino begitu sang mami hengkang dari kantor, dan kini tersisa dirinya dan gadis mahasiswa di dalam ruangannya. Bianca mengganguk mengerti, dirinya kini tengah duduk saling berhadapan dengan CEO tampan perusahaanya. Setelah nyonyah Caty pergi, Elino memang mengajaknya untuk masuk kedalam ruangan pria itu dan berbicara berdua.  "Tidak masalah, selama itu bukan bantuan yang merugikan saya. Hanya saja, saya risih dengan sikap bapak pada saya tadi." sahut Bianca sedikit kesal. Elino tersenyum, dirinya tau bahwa gadis cantik dihadapannya itu merasa risih karena sikapnya yang seenaknya tadi, tapi ini benar-benar darurat, Ia harus bisa meyakinkan maminya dan hal tadi adalah satu-satunya cara yang bisa ia tempuh. "Saya tahu kamu risih dengan kejadian barusan. Tapi saya pastikan sandiwara ini sudah selesai. Maaf karena di hari pertama kamu, kamu jadi saya libatkan dalam masalah saya, tapi saya janji tadi adalah pertama dan terakhir kalinya." janji Elino. Bianca menghela nafas, dan tersenyum percaya.  "Ehm, baiklah. Kalau boleh tau siapa nama kamu, maaf saya lupa." Elino mengulurkan tangannya kearah Bianca, dan Bianca menyambut itu dengan senang hati. "Bianca Caroline, bapak bisa panggil saya Bianca." Jawab Bianca memperkenalkan dirinya dengan percaya diri. Elino mengganguk mengerti, lalu menggambil stopmap berisi data diri Bianca yang ada dihadapannya untuk Ia pelajari. "Oke Bianca, saya sudah dengar soal kegiatan magang kamu dikantor saya, saya harap untuk  tiga bulan kedepan kamu senang magang dikantor ini, kamu saya tempatkan sebagai sekretaris saya. Kalau begitu mulai hari ini kamu bisa langsung bekerja. Selamat bergabung." Elino memberi keputusan. Bianca tersenyum manis dan mengganguk mengerti. Hatinya terasa tenang karena keiinginannya tercapai, yah walau harus melewati insiden yang cukup mengejutkan. "Oke, meja kamu ada didepan ruangan ini, di atas meja sudah ada map berisi job desk kamu, kamu bisa pelajari itu, dan kerja yang baik ya. Terimakasih." Elino mengakhiri obrolan mereka, Bianca mengganguk mengerti dan segera undur diri dari ruangan bos besarnya itu, dia menggangap bahwa segala sandiwara mereka beberapa saat yang lalu sudah berakhir. Padahal tanpa mereka sadari sebuah masalah baru yang lebih besar telah mereka ciptakan, dan akan meledak pada waktunya nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD