Suasana makan malam dengan menu terbaik pun terasa hambar karena kejadian brusan. Bisa -bisanya Marsha datang dan langsung memeluk Aji dan mencium Aji di depan Puri.
Aji merasa bersalah dan menatap Puri yang sudah tak nafsu makan malam.
"Habisin sayang. Jangan di sisakan," titah Aji pelan.
Dalam hatinya sih senang. Kalau Puri marah, itu tandanya ia sedang di landa cemburu.
Puri malah menutup makanannya dan membuangnya ke tempat sampah.
"Sayang ... Kamu kenapa sih? Marah soal tadi? Mas kan gak tahu kalau Marsha bakal datang," ucap Aji membela diri.
Puri hanya menghela napas panjang dan menuju tempat tidur dan tidur lebih dulu. Menutup tubuhnya dengan selimut bulu yang berkarakter gambar burung merpati sedang b******u.
Aji menghabiskan makanannya. Ia sudah lapar dan tak mau sakit karena menunda atau tidak makan.
Malam ini Puri sedang tidak mau di ganggu. Setelah makan malam, Aji berusaha untuk memint maaf dan merayu Puri. Tapi, Puri sama seklai tak peduli.
***
Pagi ini masih di selimuti suasaana mencekam antara suami istri yang sedang salah paham itu.
Puri hanya menyiapkan kopi di meja kerja Aji dengan telur ceplok yanga ia goreng terpisah tanpa nasi putih.
Puri sudah siap dan menuggu suaminya selesai mandi dan bersiap untuk ke kantor bersama. Mereka hanya naik motor besar milik Aji. Puri juga menyesuaikan. Ia memakai seragam dnegan celana panjang. Padahal biasanya ia suka sekali memakai terusan pendek atau rok pendek dengan kemeja atau blazer.
Aji menatap Puri sekilas dan memakai seragam yang sudah di siapkan oleh Puri di kasur.
"Yuk berangkat. Sudah siap kan? Pakai jaketnya. Udara di depan dingin" titah Aji pada Puri. Aji masih memakai minyak rambut agar terlihat rapi dan menyemprotkan parfume.
Puri menatap sarapan yang sudah di siapkna tak di sentuh oleh Aji dan malah mengajaknya berangkat kerja. Puri berdiri dan mengambil jaket lalu memakainya. Aji langsung menikmati telur ceplok dalam dua suapan saja dan menghabiskan kopi yang rasanya sungguh enak. Memang beda kalau sudah menikah. Kopi juga ada yang menyediakan.
Puri melirik ke arah meja, dan semua sudah bersih dalam sekejap. Puri membawa piring dan gelas itu ke belakang dan akan di cuci nanti sepulang dari kantor.
Aji mendekati Puri dan memeluk istrinya dari depan.
"Masih mau marah? Kan Mas udah minta maaf," ucap Aji pelan. Puri mengambil tisue lalu mmbersighkansisa makanan yang membuat bibirnya masih terlihat berminyak.
Puri menatap Aji dan tersenyum manis. Tatapannya sendu dan lembut sekali.
"Puri yang mau minta maaf. Mungkin Puri terlalu cemburu dan terlalu menyikapi semuanya secara kanak -kanak. Seharusnya kenapa Puriu harus marah? Itu kan bagaian dari masa lalu Mas Aji. Marsha melakukan itu juga bukan tanpa sebab dan rasa tidak tahunya kalau Mas menikah. Kalau sudah di beri tahu dan masih begitu, berarti otak Marsha perlu di bawa ke bengkel deh," ucap Puri dengan suara pelan.
Aji tertawa dengan penjelasan Puri baru saja.
"Kalau iotak Marsha geser? Bodo amat? Ngapain juga mesti sibuk ngurusi Marsha dan bawa ke bengkel. Dia itu sakit jiwa!! Terobsebsi mau kaya dengan cara instant," ucap Aji menjelaskan pada Puri.
"Mau kaya instant? bUkannya memnag Marsha dari keturunan orang berada?" tanya Puri pelan.
"Itu dulu. Keluarga Marsha bangkrut, dan kedua orang tuanya stres. Harta kekayaannya di sita oleh bank. Sejak saat itu, Marsha mencari lelaki kaya untuk di pacari sebelum akhirnya ia nikahi," jelas Aji pada Puri.
"Masa sih? Terus? Bukannya malah enak menikah dengan Arka? Arka kaya, dia cukup baik walaupun agak perhitungan sedikit sih. Tapi buat Puri gak masalah, mungkin karena kita masih pacaran saja, jadi gak perlu kan terlalu berkorban yang berujung menyakitkan. Lagi pula, Puri kan juga kerja punya uang sendniri, bisa jajan dan beli makan sendiri atau apapun secara mandiri tapan minta pada Arka. Sama seklai gak pernah sih selama ini," ucap Puri pelan.
"Nah itu dia. Mungkin Marsha merasa Arka itu bukan sesuai ekspektasinya. Walaupun secara materi, ARka bergelimpangan harta kekayaan," ucap Aji pelan.
"Terus? Maksud Ma? Mas mau bilang, kalau Mas adalah lelaki yang sesuai harapan Marsha? Berarti selama ini Mas Aji yang menyokong semua biaya hidup Marsha dong?" tanya Puri semakin penasaran.
Ajitak mau menjawab dan hanya tersenyum lembut allu mengajak istrinya segera berangkat kerja.
"Lupakan yang lalu. Berangkat yuk?" ucap Aji pelan.
Aji mengecup kening Puri dnegan penuh kasih sayang.
***
Berangkat kerja dengan naik motor besar dan langsung menyentuh jalanan ibukota memnag memiliki kesan tersendiri bagi Puri.
Rasanya memang unik dan sangat berkesan. Memakai jaket dan helm lalu duduk di belakang dengan posisi melangkah dnegan tangan melingkar ke perut Aji.
Sesekali, Aji mengusap pelan kaki Puri saat berada di lampu merah. ternyata ini bukan mimpi di siang bolong. Puri pun bisa merasakan hal itu dan tak hanya melihat saja. Kini ia memiliki lelaki yang romantis abis.
Kedua matanya terus mengedar ke seluruh pemandangan kota besar yang padat dan itu akan ia nikmatui terus setiap hari dnegan suaminya.