bc

Jimat Presdir Arogan

book_age18+
773
FOLLOW
4.9K
READ
HE
arrogant
boss
bxg
office/work place
assistant
like
intro-logo
Blurb

#SeptemberUpdateProgram2023

"Apakah kamu mau menjadi satu-satunya wanita yang bisa aku sentuh?" - Dean Kartajaya

"Satu-satunya wanita yang bisa ... Bapak sentuh? Maksudnya bagaimana, Pak?"- Jenar Primaningtias.

.

Sejak bayi, Dean Kartajaya percaya jika dia tidak akan ketiban sial kalau tidak bersentuhan dengan wanita. Itu karena ucapan dukun yang membantu persalinan sang ibu dulu hingga ucapannya menjadi rasa takut dan membuat Dean menghindari semua wanita. Namun, pekerjaannya menjadi CEO sekaligus pemilik agensi hiburan membuatnya mau tak mau harus berhubungan dengan semua jenis manusia, termasuk wanita.

Kesialannya tidak berhenti di situ saja sebab kehadiran Jenar Primaningtias membuat Dean ragu, apakah dia itu adalah satu-satunya wanita yang bisa Dean sentuh, atau justru seperti wanita lain yang bisa membuatnya sial.

Meski demikian, karena kelahiran Jenar dipercaya menjadi satu-satunya wanita yang tidak akan membuat Dean sial, pria itu berusaha keras membuat Jenar menerima lamarannya.

Apakah Jenar menerima lamaran pria yang dikenal sebagai Bos Anti Wanita tersebut?

chap-preview
Free preview
Pertemuan Pembawa Sial
Lampu disko berkelap-kelip, ada banyak orang menari mengikuti musik yang diatur Disjoki semenarik mungkin. Di antara banyaknya pengunjung yang sedang bersenang-senang, seorang gadis bermata empat kini tengah mencoba kabur dari tiga pria asing. Awalnya dia datang untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan, tetapi ternyata itu tidak semudah yang dibayangkannya. Ia harus melakukan sesuatu yang menjijikkan sebagai timbal baliknya. Siang tadi gadis itu dihubungi oleh salah satu manager yang bukan dari perusahaannya bekerja. Mereka bilang akan menjadikannya manager tetap seorang artis jika dia mampu mengatasi beberapa reporter yang memiliki informasi tidak benar tentang artis yang akan diurusnya. Akan tetapi, bukannya berbicara baik-baik dan mencapai kesepakatan dengan adil, mereka bertiga menuntut sesuatu di luar nalar seorang Jenar Primaningtias yang taat beragama. Gadis berambut lurus itu kemudian berlari keluar, kabur dari tiga reporter hidung belang dengan menyelinap ke beberapa ruangan yang diisi orang-orang mabuk sampai dirinya bisa lolos dari mereka. "Gila. Kalau tahu bakal begini aku tidak akan sudi menyanggupi tawaran itu! Kurang ajar sekali Pak Indra itu. Awas saja kalau nanti bertemu!" Perempuan itu menggerutu kesal sembari berjalan jongkok, berusaha tetap bersembunyi dari orang-orang itu. Namun, tanpa bisa dihindari, salah satu dari mereka memergokinya dan berteriak, "Itu dia!" Lantas sesegera mungkin Jenar berlari, menerobos orang-orang yang tengah berdansa sambil minum-minum, lalu berbelok ke ruangan yang dikhususkan untuk mereka yang ingin privasi tetap terjaga. Sayangnya, tempat itu dijaga oleh pengawal sehingga mau tak mau gadis bermata keunguan itu berlari ke arah lain. Merasa terpojok, dia berhenti sebentar dan mencari tempat aman. Namun, di saat yang sama seseorang tak sengaja menabraknya hingga membuat kacamata bulat itu terjatuh hingga retak. Dengan keadaan pandangan buram, Jenar meraba-raba lantai, memegang sesuatu yang ternyata adalah sepasang kaki pria yang menabraknya. Dia kemudian berdiri, mengambil kesempatan itu untuk bersembunyi dari kejaran mereka. "Aku yakin dia berlari ke sini!" Cengkeraman tangan Jenar berpindah ke dada pria itu, kemudian menarik baju si pria hingga tak sengaja bibirnya menyentuh dahi perempuan itu. Tak peduli jika Dean Kartajaya, pria yang Jenar tahan itu memberontak, dia tetap akan memanfaatkannya untuk bisa lepas dari kejaran para wartawan. Jika saja tadi Jenar tidak memukul salah satu dari mereka, mungkin dia bisa pergi dengan mudah tanpa harus main kejar-kejaran seperti ini. Namun, semuanya sudah terlanjur dan sekarang dia harus berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. Langkah beberapa orang terdengar semakin dekat, sementara Jenar merasa jantungnya hampir copot hanya dengan mendengar langkah kaki mereka. Cengkeraman tangannya pun semakin erat, membuat pria itu makin gelisah. "Tu-tunggu, lepaskan aku dulu!" Dean memberontak, tetapi ragu untuk menepis tangan perempuan itu karena artinya dia harus menyentuhnya. Meskipun Dean ingin lepas dari jeratan si wanita tak dikenal itu, dia tidak bisa menyentuhnya walau hanya sedikit saja. Jenar semakin resah. Pikirannya tidak bisa berpikir jernih saat bayangan-bayangan dirinya diseret dan digilir oleh orang-orang itu membuatnya ketakutan hingga memutuskan untuk menarik pria itu ke dalam ciuman yang tiba-tiba dan penuh paksaan. Gadis itu memejamkan mata, sementara Dean membelalak lebar dan mencoba untuk bisa lepas. Akan tetapi, karena merasa terpojok akan bahaya yang mengintai, Jenar menjadi lebih kuat dari biasanya. Ketiga reporter itu berbalik setelah menemukan pasangan yang tengah berciuman, mencari Jenar ke tempat lain tanpa menyadari jika perempuan itulah yang sedang berciuman dengan pria asing. Sekuat tenaga pria itu mendorong. Napasnya tersengal-sengal dan kobaran api di matanya terlihat begitu mengerikan. Namun, Jenar tidak menyadari hal itu lantaran kedua matanya yang sudah tidak normal lagi. "Maafkan saya. Sungguh, saya minta maaf." Jenar berulang kali membungkukkan badan, memohon ampun pada pria yang bahkan tidak bisa dia lihat wajahnya. Dean melotot, mengusap kasar-kasar bibirnya yang telah kotor itu. "Dasar wanita Sialan!" Bagaimana aku bisa tiba ke neraka ini? Bertemu dengan kecoa sialan ini? Ini semua gara-gara Naga yang mereservasi tempat pertemuan di bar, atau karena Pak Prayogi yang yang menyukai bar sehingga lelaki yang mempunyai gigi khas serupa taring itu memutuskan untuk memesan tempat di neraka ini? Yang jelas, Dean tidak akan membiarkan hal ini berlalu. Beberapa jam lalu, Dean menemani kedua sahabatnya mendatangi sebuah tempat praktek perdukunan yang ada di pelosok Kota Jakarta. Ada sebuah kendi berisi dupa di atas meja, asapnya membumbung tinggi menyeruak masuk ke hidung hingga membuat sulit bernapas. Dua lelaki di sana cukup antusias memandangi apa yang dilakukan dukun wanita berusia lebih dari lima puluh tahun tersebut, sementara satu laki-laki lainnya sedikit kurang nyaman berada di sana. Tidak seperti kedua lelaki di sebelah kanannya, dia hanya memandangi satu persatu benda aneh yang tidak diketahui kegunaannya. Di atas meja selain ada dupa dalam kendi, terdapat sebaskom beras merah dan alat yang biasanya digunakan untuk pengusiran setan. Di bagian dindingnya terdapat patung kepala hewan dan lukisan abstrak yang mengerikan. "Kamu ini anak yang lahir di luar nikah!" Suara gebrakan meja membuat tiga pria di sana terlonjak kaget sampai-sampai hampir jantungan, tetapi hanya satu laki-laki yang menjadi arah tatapan si dukun wanita yang menggebrak meja. "Jangan berani-beraninya bersentuhan dengan perempuan. Kalau berani menantang, siap-siap kehidupanmu hancur!" Dean Kartajaya, lelaki yang dimaksud oleh Si Dukun hanya tercengang mendengarnya. Dia kemari bukan untuk mencari keberuntungan untuk dirinya sendiri, melainkan hanya menemani dua lelaki di sebelah kanannya. "Tapi, Nyonya ...," tangannya menunjuk teman-temannya yang juga terperangah, "mereka berdua yang datang dan mempunyai maksud, bukan saya." Dukun wanita yang mengikat kepalanya dengan selembar kain hitam itu sontak memandang kedua lelaki di depannya, tetapi yang dia lihat hanya ada nasib penuh liku seperti orang-orang pada umumnya, alias tidak ada yang istimewa. Kembali, dia beralih kepada lelaki yang mempunyai garis takdir unik, tetapi penuh rintangan itu. "Kalau kamu ingin sukses, dengarkan omongan saya. Jauhi perempuan manapun, kecuali perempuan yang lahir tepat pada gerhana matahari total di tahun babi!" Gila. Lelaki dengan rambut cepak itu keluar dari rumah dukun dengan perasaan dongkol. Sejujurnya sejak awal dia tidak ingin bergabung dengan kedua temannya, Irgi dan Naga, lantaran pasti selalu dirinya yang pada akhirnya dilirik, bukan mereka yang membawa niat. Berulang kali Dean mendengkus, mengingat bagaimana dukun wanita itu mewanti-wantinya untuk tidak bersentuhan dengan perempuan manapun, kecuali jika perempuan itu lahir pada saat gerhana matahari total tengah berlangsung. "Ada!" teriak lelaki berambut cepak di sebelah kiri Dean. Irgi dan Naga, lelaki di sebelahnya menunjukkan ponsel setelah beberapa saat mencari sesuatu melalui internet. "Ada gerhana matahari total dua puluh tujuh tahun lalu! Bisa saja jodohmu lahir di tahun itu. Sebentar." Irgi membaca berita online itu lagi dan menemukan satu informasi yang teramat jelas. "Tanggal dua puluh tujuh bulan desember. Ingat-ingat itu, ya." "Dasar gila." Dean mengernyitkan kening menanggapi tingkah kedua teman dekatnya itu. "Kalian dapat apa setelah datang ke dukun macam itu? Irgi mengantongi ponselnya sembari berkata, "Yah, meskipun kami tidak dapat apa-apa, setidaknya sekarang kita sudah tahu jika ada kemungkinan jodohmu masih hidup." "Apa kamu bilang?" Dean mendadak berang. "Hei, bersyukur saja. Kamu ingat satu tahun yang lalu ketika kita pergi ke desa untuk acara perusahaan dan bertemu seorang kakek tua?" "Tentu saja ingat, tidak bisa dilupakan malah," sela Irgi. "Dia bilang kalau takdir jodohmu sudah terputus, alias sudah mati. "Aku tidak peduli entah dia mati atau tidak. Yang jelas, perusahaanku tidak akan terancam karena hal itu. Bukankah seharusnya aku bersyukur?" Wajah Dean terlihat begitu angkuh dan sombong, sampai-sampai Irgi dan Naga merasa direndahkan, juga ingin menendangnya hingga ke lautan. Dean kemudian melangkah mendahului dua lelaki yang kini menatapnya dengan tatapan penuh doa jahat, menghampiri mobil sedan hitam yang terparkir di dekat pohon jati. "Pak Naga, tolong cepat bawa saya kembali ke kantor!" Naga segera melihat jam di tangannya. Sudah pukul dua siang, tidak heran mengapa Dean bertingkah seperti bos. Dia lalu berlari mengejar Dean yang baru saja masuk ke dalam mobil. Waktunya menjadi sekretaris seorang CEO Hidden Leaf Entertainment sudah tiba dan dia tidak bisa lagi bertingkah sebagai seorang teman seorang Dean Kartajaya di jam kerja, kecuali sangat mendesak. "Jadwal yang tersisa hari ini adalah bertemu dengan Pak Prayogi. Saya sudah reservasi di bar tertutup sesuai keinginan Beliau." Ketika telinganya mendengar tempat yang dinamakan bar itu, Dean sontak mendelik. Dia heran mengapa Naga mereservasi di tempat berkumpulnya para wanita sementara lelaki itu tahu kelemahannya. Pria berambut hitam itu menendang kursi pengemudi, membuat Naga merasakan kengerian detik itu juga. "Berani-beraninya kamu mencoba membuatku terlihat lemah, hah?! Batalkan pertemuan itu!" "Itu adalah bar langganan Pak Prayogi!" pekik Naga tak bisa menahan rasa jengkel. "Jika Anda tidak tahu siapa itu Pak Prayogi, Beliau adalah investor tertinggi di World Entertainment." Berbarengan dengan Naga yang menjelaskan siapa itu Pak Prayogi, Irgi menyerahkan sebuah tab yang menampilkan semua informasi mengenai Raja Investasi tersebut. Dari yang tertulis, pria berusia lima puluh lima tahun itu dikenal berani melakukan investasi besar-besaran di sebuah perusahaan yang menurutnya akan memberikan laba berkali lipat padanya. Dia juga tidak segan menolak mentah-mentah proposal bekerja sama jika perusahaan tersebut dilihat tidak memiliki pondasi yang kuat. "Anda yakin ingin membatalkan pertemuan itu?" Irgi memperhatikan melalui kaca spion dalam. Bisa dia lihat jika pria itu mulai bimbang dan tergiur setelah membaca informasi Pak Prayogi yang memiliki mata tajam akan bisnis. Alis kecoklatan Dean hampir bertautan sepanjang dirinya memikirkan harus bagaimana mengambil keputusan. Apakah kelemahannya terhadap perempuan lebih penting daripada bertemu dan menandatangani perjanjian investasi dengan Pak Prayogi? Jari-jari pria itu bergerak mengetuk lutut. Waktunya untuk mengambil keputusan tidaklah sesingkat yang orang-orang bayangkan –harus menghitung untung rugi yang mungkin akan mempengaruhi perusahaannya. Irgi dan Naga bahkan dibuat gemas di kursi depan. "Kenapa lagi Pak Prayogi ingin bertemu dengan Anda jika bukan untuk berinvestasi?" Naga berusaha keras untuk membuat Dean menyetujui pertemuan ini. Sebab jika tidak, mereka sama saja membuang kesempatan besar. "Sebelum apa yang Anda takutkan datang, bukankah lebih baik memperbesar skala perusahaan? Saya dengar World Entertainment mulai merambah ke produksi film luar negeri." Irgi berkata-kata, mencoba mendoktrin otak atasannya tersebut. Naga diam-diam memberi dua jempol kepada Irgi yang juga berusaha keras membuat Dean setuju. Jika Pak Prayogi berinvestasi dengan perusahaan yang mereka layani, ada kemungkinan besar gaji mereka dinaikkan. "Baiklah. World Entertainment tidak akan naik ke pasar global tanpa HL Entertainment." "Yes!" Irgi dan Naga serentak berseru siang tadi. Mereka seperti mendapatkan ikan besar setelah seharian memancing di tengah laut. Namun, itulah yang membuat Dean geram setengah mati saat ini. “Sialan kalian bertiga!”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook