“Sebenarnya apa masalahnya, sih?” Jenar bersungut-sungut setelah keluar dari kantor Dean hanya untuk membuang-buang waktu. “Dia sudah menyakiti perasaanku yang bukan anaknya sendiri, dan sekarang dia menyuruhku datang cuma untuk memastikan apa?” Jenar mendengkus dengan kening berkerut. “Aku ini benaran pembawa keberuntungan atau justru membawa kesialan? Kalau saja dia ini cuma pegawai biasa, sudah aku remas-remas sampai jelek!” Gadis itu berjalan dengan langkah kasar dan terkesan penuh amarah. Mungkin jika di dunia ini setiap emosi bisa dilihat dengan mata telanjang, ada kobaran api di kedua mata Jenar dan jejak kakinya meninggalkan bekas kehitaman seperti habis terbakar. Dering ponsel kembali mengejutkan Jenar ketika dirinya baru saja menekan tombol lift. Dia merogoh tas dan mengeluark