Bab 2

1356 Words
Asia berlari di lorong kampus. Beberapa kali tanpa sengaja ia menabrak orang-orang yang berada di sana. “Sori-sori, gue buru-buru,” kata Asia cepat-cepat ketika bahunya menabrak seorang pemuda bertubuh tinggi. “Hati-hati Asia,” kata pemuda itu terkekeh pelan. “Ah, Cakra,” ucap Asia dengan cengiran lebarnya. “Oke, siap! Gue akan hati-hati,” tambahnya seraya memberi hormat kepada pemuda itu. Pemuda itu kembali terkekeh seraya geleng-geleng kepala. “Bukannya lo sedang buru-buru?” tanyanya. “Ah, iya!” seru Asia seraya melambaikan tangan ke arah Cakra. “Bye!” Sejurus kemudian Asia kembali berlari menuju kelasnya berada. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul delapan lebih lima puluh. Dan sudah sangat jelas jika Asia telat sepuluh menit dari jam seharusnya kelas dimulai. Asia hanya bisa berharap jika namanya masih belum dipanggil oleh dosennya untuk absen. Karena apabila Asia masih belum sampai di kelas ketika namanya dipanggil, Asia akan dinyatakan tidak masuk. Asia sedang tidak ingin kena sial. Ini semua tentu saja salah Clara. Saudari tiri Asia itu sungguh keterlaluan. Bisa-bisanya menurunkan Asia di jalanan yang tidak dilalui kendaraan umum. Ojek online pun susah didapatkan. Asia harus mengingatkan dirinya untuk tidak lagi menumpang mobil Clara apa pun yang terjadi. Karena hal itu hanya berakibat buruk untuknya. Asia membuka pintu kelas yang berada di samping kanannya. “Asia Chitra Adinata?” “Hadir, Pak!” seru Asia seraya menyerbu masuk ke dalam kelas. “Hadir,” ulangnya dengan napas tersengal-sengal karena habis berlari. Dosennya itu menatap Asia dengan helaan napas dalam. “Lain kali jangan telat,” tegurnya. “Baik, Pak. Maaf,” ucap Asia seraya berjalan hendak duduk di deretan kursi yang berada di belakang, di mana temannya yang bernama Kalila berada. “Asia,” panggil dosennya yang membuat Asia berhenti dan berbalik untuk menatapnya. “Iya, Pak?” “Ambil kursi dan duduk di depan,” kata dosennya itu seraya kembali menatap daftar mahasiswa di tangannya. “Sanjaya Purwa,” panggil dosennya mengabsen mahasiswanya. “Hadir,” balas pemilik nama. Dengan perasaan kesal Asia berjalan ke bagian belakang kelas untuk mengambil satu kursi kosong dan menariknya ke deretan kursi yang berada di depan. Dosennya itu memang agak pendendam. Bisa-bisanya menyuruh Asia untuk duduk di deretan depan. Padahal kan, Asia hendak bergosip dengan Kalila yang berada di deretan belakang. Tapi, memang mungkin sebaiknya Asia tidak terlambat dalam kelas-kelas yang ia hadiri. Asia jadi semakin kesal dengan Clara. “Oh ya, tugasnya nanti tolong taruh di meja saya,” kata dosen itu yang membuat Asia tersentak. “Saya tunggu sampai jam dua.” “Baik, Pak,” timpal beberapa mahasiswa. Asia menunduk, menatap tas selempang yang saat ini ada di atas mejanya. Lalu, Asia bergegas untuk membuka tasnya, mencari tugas yang hendak ia kumpulkan. Tapi, tentu saja tugas itu tidak ada di sana karena seingat Asia, ia menaruh tugasnya dalam map plastik yang tadi ia bawa. Namun, saat ini map tersebut tidak ada padanya. “Sial,” maki Asia pelan. Tampaknya Asia meninggalkan map itu di dalam mobil Clara. Tadi Clara buru-buru mengusir Asia hingga Asia dengan tergesa-gesa keluar dari mobil saudari tirinya itu. Hal tersebut membuat Asia kelupaan dengan map plastik berharganya. *** Setelah jam mata kuliah selesai, Asia buru-buru keluar dari kelas bahkan ketika dosennya itu masih berada di dalam kelas. Asia mengeluarkan ponselnya lalu mendial nomor Clara. Asia akan meminta Clara untuk mengantarkan map plastik miliknya yang tertinggal di mobil Clara. Namun, kalau dipikir-pikir, Clara pasti tidak sudi melakukan hal itu hanya untuk Asia. Clara terlalu tidak mempedulikan kepentingan orang lain. Terlebih, jika itu adalah kepentingan Asia. “Asia,” panggil suara di belakangnya. Asia menoleh dan mendapati Kalila tengah berlari kecil untuk mengejarnya. “Hai, Kal,” sapanya. “Buru-buru amat. Mau ke mana?” tanya perempuan berambut panjang yang saat ini dikuncir satu. “Tugas gue ketinggalan di mobil Clara,” kata Asia dengan bibir ditekuk. “Tugas Pak Shan?” tanya Kalila yang membuat Asia menganggukkan kepala. “Terus gimana?” Asia mengembuskan napas dalam lalu kembali mendial nomor Clara. Saudari perempuan Asia itu masih tidak mengangkat telepon darinya. “Nggak tahu,” jawab Asia. “Gue masih mencoba buat menghubungi Clara. Kali aja dia sedang kerasukan setan baik yang mau mengantarkan map plastik gue.” “Menurut lo ada setan baik yang mau merasuki Clara?” “Setan baik juga kayaknya males buat dekat-dekat dengan Clara,” balas Asia dengan embuskan napas panjang. “Tapi, nggak mungkin kan gue nggak ngumpulin tugasnya Pak Shan? Bisa dapat D nanti gue. Dia kan dosen paling galak!” “Tapi juga paling ganteng,” timpal Kalila dengan cengiran lebar. “Ganteng apanya! Menang tinggi doang,” balas Asia dengan kesal. “Ya emang tinggi. Tapi, wajahnya kan juga ganteng,” kata Kalila. “Meskipun duda, gue tetap mau.” Kalila terkekeh. “Kalaupun nggak duda, gue tetap nggak mau,” ucap Asia. “Ketika semua orang pada tergila-gila dengan ketampanan Pak Shankara, lo malah biasa aja sama dia. Aneh lo,” kata Kalila geleng-geleng kepala. “Ya apa bagusnya cowok macam Pak Shankara itu? Galak, nyebelin, sok disiplin waktu, sok cuek—” Belum sempat Asia melanjutkan daftar mengapa Asia tidak menyukai dosennya itu, tiba-tiba saja Kalila membekap mulut Asia. Asia yang kebingungan hanya bisa mengernyitkan dahi sambil menoleh ke arah temannya itu. “Pagi, Pak,” sapa Kalila kepada pria yang sedang lewat di depan mereka. Asia menoleh ke arah pandang Kalila. Kini ia melihat Shankara, dosen yang baru saja ia omongin lewat. Asia yang merasa malu sontak mengangguk kepada Shankara sebagai salam. Lalu, ia tertunduk dalam, takut jika Shankara mendengar ucapan tidak mengenakkannya terhadap dosennya itu. “Pagi,” balas Shankara singkat seraya berjalan melewati mereka. Setelah kepergian Shankara, Kalila langsung geleng-geleng kepala ke arah Asia. “Kayaknya hobi lo emang bikin Pak Shan emosi,” katanya. “Gue kan nggak tahu kalau ada Pak Shan,” balas Asia menatap punggung Shankara yang sudah mulai menjauh. Kini Asia melihat Shankara tengah berhenti di depan pintu kelas yang berada di dekat tangga. Shankara tampak tersenyum kecil ke arah seorang wanita yang keluar dari kelas itu. “Bu Sarah,” kata Kalila. “Mereka beneran pacarana, ya?” tanya Asia masih memperhatikan Shankara dan Sarah yang sekarang sudah mulai berjalan bersebelahan meninggalkan depan kelas tempat Sarah tadi mengajar. “Iya, denger-denger sih, gitu,” jawab Kalila. “Gila ya, masak saingan gue Bu Sarah yang cakepnya minta ampun. Mana anggun banget.” Asia hanya menepuk-nepuk punggung Kalila, menguatkan temannya itu. “Tetap pesimis, ya,” katanya. “Enak aja,” sahut Kalila yang membuat Asia terkekeh. “Halo?” ucap seseorang dari arah ponsel Asia. Buru-buru Asia mendekatkan ponselnya ke wajahnya. “Clara?” panggil Asia. “Apa, sih?” tanya Clara di seberang panggilan dengan suara kesal. “Ganggu banget dari tadi telepon terus.” “Map plastik gue ketinggalan di mobil lo,” kata Asia. “Ya terus?” balas Clara terdengar tidak peduli. “Bisa tolong kirim ke gue lewat ojek atau apa gitu? Tugas gue ada di sana. Dan harus gue kumpulin hari ini,” ucap Asia. “Males banget,” sahut Clara tak acuh. “Kalau butuh lo ke sini sendiri lah.” Setelah mengucapkan itu Clara langsung memutuskan sambungan telepon mereka. Asia mendengus kesal. Bisa-bisanya ia memiliki saudari tiri semenyebalkan Clara! “Clara itu mirip banget kayak yang di sinetron-sinetron azab ya,” kata Kalila geleng-geleng kepala. “Iya,” balas Asia. “Nyebelin banget emang dia.” “Terus gimana? Lo mau nyamperin Clara ke kampusnya?” Asia menganggukkan kepala dengan helaan napas lelah. “Iya,” jawabnya. “Dengan sangat terpaksa kayaknya emang harus gue ambil sendiri ke sana.” “Tapi, kan hari ini jadwal kuliah kita padat.” “Ya gimana lagi, Kal? Gue nggak mau kena omel Pak Shan. Lo tahu sendiri Pak Shan sedisiplin apa.” “Iya, sih.” “Kayaknya dengan sangat terpaksa gue harus bolos satu mata kuliah,” katanya lesu. Kalila menepuk punggung Asia. “Tetap pesimis, Asia. Jangan semangat!” katanya menirukan ucapan Asia tadi. “Sumpah, lo juga nyebelin abis, Kal,” balas Asia melirik sebal ke arah Kalila yang saat ini sudah tertawa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD