Demi apa Tantenya menawarkan hal itu padanya? Memintanya untuk menikah dengan Agastya, pria yang telah merenggut dan menghancurkan dirinya, pria yang membuatnya tidak dianggap lagi sebagai anak oleh ibunya karena telah membuat papanya meninggal. Tidak. Aleena tidak mau. Aleena masih menatap Marisa dengan tatapan tak percaya. Tenggorokannya tercekat. Kata-kata terakhir tadi— “menikah dengan Agastya”—masih terngiang dalam kepalanya. Bahkan suara detak jam dinding pun seolah lenyap di tengah keheningan yang membekukan itu. “Demi Tuhan, Tante bercanda, kan?” bisiknya nyaris tak terdengar. “Kalau ini semacam tes mental, aku sudah lulus. Aku kuat, Tan. Tapi jangan permainkan aku seperti ini.” Marisa menatapnya, bukan dengan arogansi, bukan dengan belas kasihan, tapi dengan sorot mata yang ru