Lembar 2. Brigitta Hawa dan Kisah Cintanya yang Sempurna

1548 Words
Hawa berjalan menembus teriknya Matahari, menuju Puskesmas yang jaraknya hanya sekitar lima menit dari rumahnya. Tujuannya adalah mengantarkan makan siang untuk sang Ayah yang bekerja sebagai Kepala Puskesmas Suka Sari. "Selamat siang Hawa, makin cantik aja nih, gadis kota yang mau nikah." goda Marni, salah satu perawat yang lumayan akrab dengannya. "Siang juga mbak Marni, makasih loh pujiannya biarpun nggak jujur." balas Hawa dengan senyuman geli. Marni tertawa puas sambil berlalu untuk melanjutkan pekerjaanya. "Selamat siang Hawa! Calon pengantin bukannya lagi di pingit yah?" Sapa salah satu dokter yang bertugas. Namanya Dokter Rakas, dia adalah teman dari Aryo yang merupakan calon suami Hawa. "Selamat Siang juga kak Rakas. Jaman sekarang udah nggak ada pingit-pingitan. Udah modern!" balas Hawa sambil tersenyum lebar. Rakas tertawa saja dan merasa ikut bahagia dengan kisah cinta Hawa yang terdengar seperti sebuah kisah dari negri dongeng yang sempurna. Bagaimana tidak, Hawa yang hanya gadis biasa dari keluarga Sederhana, berhasil meluluhkan hati seoang tentara yang tampan dari keluarga Terpandang menggunakan semangatnya yang luar biasa. Kisah cinta ala Negri Dongeng antara Hawa dan Aryo sudah menjadi buah bibir di Kampung Suka Sari. Karena itu, ketika Hawa berhasil lulus dengan nilai terbaik dari Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia, bersamaan dengan lamaran dari Aryo yang datang dengan meriah, seluruh warga Suka Sari ikut riuh membicarakannya. Hawa menyusuri lorong puskesmas yang selalu sibuk, kemudian buru-buru masuk ruangan sang Ayah untuk menikmati hawa dingin dari Ac yang ada disana. Tapi ternyata Heru sedang ada tamu, karena itu Hawa sedikit malu dengan tingkah kekanakannya. Apalagi salah satu tamu yang menggunakan seragam petugas kebersihan itu, menatapnya dengan tatapan yang sangat dalam dan sedikit aneh. "Hawa, mereka berdua adalah petugas kebersihan baru yang akan tinggal sementara di halaman belakang rumah kita." ucap Heru memperkenalkan dua pegawai barunya pada sang putri. "Prince, Leo, dia adalah Hawa putri saya." Untuk beberapa detik, Hawa terlihat kaget mengetahui petugas kebersihan yang mirip seperti artis Korea itu memiliki nama yang sedikit berlebihan menurutnya. Tapi gadis itu dengan cepat menguasai keadaan dan tersenyum pada mereka dengan ramah. "Hallo salam kenal, Leo, Prince." sapa Hawa Ramah. Meskipun tidak di pungkiri, akal sehat Hawa merasa nama itu sangat cocok disandang oleh Prince karena dia memiliki wajah yang sangat tampan seperti seorang Pangeran. "Salam kenal juga Hawa." Leo balik menyapa, sementara laki-laki bernama Prince itu diam cukup lama masih menatap hawa dengan intens. Hingga pundaknya disenggol oleh Leo, barulah dia membalas sapaan hawa dengan senyuman. "Ini makan siangnya Ayah. Karena aku nggak tahu Ayah ada tamu jadi ibu cuma bungkuskan satu doang." ucap Hawa sambil menyodorkan makan siang yang dibungkus plastik hitam itu. "Kebetulan kami sudah makan siang kok, Mbak Hawa." balas Prince lembut dengan senyuman yang dimata Hawa terlihat sedikit janggal. Tapi dia tidak mau ambil pusing dan memilih untuk berpamitan pulang. "Udah ketemu kan? pasti udah ketemu kan? beneran ada pangeran di kantor ayah kamu." dua orang perawat menghampiri Hawa dan mulai mengajak calon pengantin itu bergossip. "Bagi Hawa, Pangeran Aryo tetap yang paling tampan Sri." Ucap salah Heni, dengan nada menggoda. Membuat Hawa tersenyum malu-malu sambil mengapit lengan kedua sahabatnya itu. Hawa memang sudah kenal dengan semua pegawai yang ada di Puskesmas tempat ayahnya bekerja karena dia sering datang mengantar makan siang sejak gadis itu masih SMA. "Maksud kalian petugas kebersihan baru itu?" "Iya Hawaaa, ganteng banget kan? dua-duanya ganteng, tapi Prince tetap yang paling ganteng. Katanya mereka datang dari luar Pulau." balas Sri sambil tersenyum penuh damba. "Aku sampai kaget karena mirip Artis Korea. Cuma agak sayang sih punya wajah setampan itu tapi jadi petugas kebersihan di kampung kecil kaya gini. Mungkin kalau dia kerja di Kota akan dilirik Agency dan bisa jadi artis." komentar Hawa diangguki kedua teman perawatnya. "Tuhan itu baik hawa, di kampung ini yang paling ganteng kan cuma mas Aryo dan dia udah milik kamu. Karena itu dikirimlah pangeran lain biar para perawat disini bisa cuci mata." ucap Heni diangguki oleh Sri. Mereka bertiga cekikikan sendiri sambil berjalan ke pintu samping. Kebetulan Sri dan Heni sedang istirahat bersamaan sehingga mereka cukup leluasa untuk bergossip. "Ibu, ada yang mau tinggal di halaman belakang. Ayah nggak bilang sih, tapi sebaiknya kita bersihin." ucap Hawa ketika sampai di rumah. "Oh ya, petugas kebersihan yang baru sudah datang?" "Loh ibu tahu?" "Pihak Yayasan sudah kasih tahu ibu seminggu lalu, kalau mereka mengirim dua petugas kebersihan yang baru dari Pusat untuk menggantikan Deni dan Margo yang Resign." "Dari pusat? berarti mereka dari Jakarta dong Bu?" "Iya. Katanya lagi banyak permintaan makanya mereka kekurangan orang. Tapi kabarnya sih sementara doang, sebulan atau dua bulanan gitu sih. Makanya Ayah menawarkan tempat tinggal di halaman belakang biar mereka bisa menghemat uang gaji yang nggak seberapa. Kasihan kan dikirim jauh-jauh ke sini dari Jakarta, uang gajinya nanti abis buat bayar kos. Tahu sendiri Kos disini mahal, karena dekat tempat wisata." Marina menjelaskan dengan detail pada putrinya. "Ganteng banget loh buk, dua-duanya. Kaya Artis Korea." balas Hawa sambil tersenyum lebar. Mendengar kata ganteng, adik Hawa yang penggemar berat Aktor Korea langsung keluar dari kamar. "Hus! jangan bicara sembarangan! Kamu mau menikah Hawa.Ingat calon suami!" Marina memperingatkan. "Iya Ibu, Hawa cuma komentar doang kok. Emang ganteng anaknya. Nanti ibu liat aja sendiri." balas Hawa sambil terkekeh. "Yang ganteng-ganteng kasi ke Hera aja. Hera jomblo nih kebetulan." adik Hawa ikut menimpali dengan kedipan mata genitnya. Marina langsung melempar centong nasi di tangannya, tapi Hera lebih cepat menghindar sambil tertawa. "Sekolah yang bener! Pacar di pikirin mulu tapi nilai merah semua. Awas aja kalau kamu godain tamunya Ayah nanti!" omelan Marina hanya ditanggapi kekehan oleh Hera. *** "Mas kapan pulang ke Lombok? Kita udah harus Fitting Baju dua hari lagi loh." Hawa mengirimkan pesan pada Aryo, karena kekasih hatinya itu tidak ada kabar sejak berpamitan ke Jakarta untuk mengurus bisnis. Terhitung sudah tiga hari Aryo tidak mengirim pesan satupun. Tapi bagi Hawa yang sudah terbiasa ditinggal dinas ke Perbatasan oleh Aryo, hal itu biasa saja. Karena kepercayaan adalah hal yang paling Aryo tekankan dalam hubungan mereka. "Mas kayaknya seminggu lagi baru bisa pulang Hawa, kamu Fitting sama Ibu aja yah sementara. Nanti pas mas Pulang, biar mas Fitting sendiri. Soalnya kerjaan belum selesai." Aryo membalas tidak lama kemudian, membuat senyum di bibir Hawa merekah dengan sempurna. Bagi Hawa, balasan pesan dari Aryo saja terasa sangat spesial karena banyaknya hubungan jarak jauh yang harus mereka jalani sebelumnya. "Oke, Mas. Kabarin yah kalau udah pulang. Hawa bisa temenin mas Fitting kok." Hawa membalas dengan cepat, meskipun dia tahu tidak akan ada balasan lagi dari Aryo. Gadis itu tidak pernah memusingkan perihal komunikasi anatara dirinya dan calon suami, karena selama ini hubungannya selalu baik-baik saja. Calon suami sempurna impiannya, yang datang di waktu yang tepat. Kalimat yang menurut Hawa sangat cocok untuk menggambarkan sosok Aryo di hatinya. Menjelang sore hari, Heru pulang bersama dua Petugas Kebersihan yang siang tadi dikenalkan pada Hawa. Sesuai dugaan, Marina dan Hera sampai terpana menatap dua laki-laki tampan itu. "Orang Jakata emang beda yah Hawa! Untung aja pas Kuliah disana kamu nggak kecantol orang sana. Bisa hancur hubungan kamu sama Aryo." bisik Marina dibalas Hawa dengan senyuman geli. "Hawa ini tipe yang setia kaya ayah loh. Biarpun Ibu udah keriputan, tapi tetap aja di pertahanin." balas Hawa dengan senyuman jahil. "Dasar nakal!" cibir Marina sambil melangkah menuju ruang tamu untuk berkenalan dengan tamu dari suaminya. "Gila banget, gila banget, gila banget!! Kalau mereka ngaku Artis juga aku pasti percaya sih." ucap Hera dengan mata tidak berkedip. Gadis yang masih duduk di Bangku SMA itu kemudian mendengus kesal ketika kepalanya di pukul oleh Hera menggunakan Surat Undangan. "Mulutnya biasa aja, nggak usah ngaga kaya mau makan orang begitu." Ledek Hawa sambil berlari masuk ke kamarnya untuk melanjutkan memeriksa Undangan yang sudah jadi sepenuhnya itu. Seminggu lagi sudah harus di sebar, karena itu Hawa tidak mau sampai ada tamu yang terlewat. Sebagian besar tamu yang diundang adalah tamu Aryo yang hampir seluruhnya orang penting. Hawa tidak mau ada kesalahan dalam persiapan pernikahan yang sudah dia nantikan sejak lama itu. "Hawa, nanti tolong datang ke rumah yah! Papanya Aryo katanya pengen makan sambal goreng ati butan kamu. Mbok Irus sudah menyiapkan bahan-bahannya di Kulkas. Mama dan Papa pulang jam delapan malam, tolong sebelum kami pulang sudah matang yah Hawa!" sebuah pesan dari calon ibu mertuanya membuat Hawa langsung bersiap-siap untuk pergi ke rumah calon suaminya itu. Ibu Aryo memang tidak terlalu menyukainya. Hubungan Aryo dan Hawa pernah di tentang cukup lama sampai Aryo akhirnya bisa meyakinkan kedua orang tuanya kalau Hawa bukan gadis sembarangan. Karena itu, Hawa tidak berani membantah perintah Calon Mertuanya itu. Pernikahannya sudah di depan mata, jika dia sampai membuat ibu Aryo semakin kesal maka semua akan berantakan. "Ibu, Hawa mau ke Rumah Aryo dulu yah!" "Loh, jam segini? Ini mau Maghrib loh Hawa! Sholat dulu Ah!" "Nanti Hawa mampir di Masjid depan sekalian Bu, soalnya Papa minta dimasakin sambal goreng ati." balas Hawa sambil tersenyum senang. Setiap perintah dari ibu Aryo, selalu Hawa artikan sebagai pengakuan sebagai Calon Menantu, karena itu Hawa merasa senang dan penuh semangat. Dan sebelum pergi, sekali lagi, Hawa bertemu pandang dengan laki-laki bernama Prince yang sekarang sudah mengenakan pakaian Biasa. Gadis itu tersenyum saja kemudian benar-benar pergi. Mengabaikan tatapan tamu Ayahnya yang terlihat aneh dimatanya itu. Karena hatinya sudah dipenuhi oleh perasaannya pada Aryo dan rencana pernikahan, sehingga Hawa merasa tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting lagi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD