Lisya menatap putranya dengan tatapan tidak percaya. Ara sudah menceritakan semuanya. Tentang Hajoon yang pada akhirnya berani melihat dunia. “Hajoon, kamu beneran keluar?” Tanya Lisya tak percaya. Mereka sedang makan malam bersama. Albert menatap putranya dengan tatapan bangga.
“Beneran, Mom. Aku beneran kaget pas dia muncul gak pakai headset dan masker, meski habis itu dia ngambek tapi rasanya senang sekali dia sudah ada kemajuan,” gumam Ara dengan wajah terharu.
“Kau terlalu melebih-lebihkan,” gumam Hajoon sambil menikmati sepotong pizza di tangannya.Lelaki itu mengunyah pizzanya dengan wajah tenang, padahal sebenarnya dalam hati dia senang karena Ara memujinya.
“Lalu apa rencanamu, Joon?” Tanya Albert. Hajoon belum memikirkan rencana apapun. Sejak kejadian kemarin dia belum berani untuk pergi ke luar. Rasanya berada di kamar dan bermain game seharian adalah hal yang paling menyenangkan. Tahun depan Hajoon sudah harus mulai belajar di Universitas. Sudah sejak lama Hajoon membayangkan betapa serunya belajar di kampus, namun dia masih harus berjuang menghadapi Anxiety dan Gangguan Panik yang dia derita.
“Entahlah, Dad, bolehkah aku seperti ini saja?” Tukas Hajoon. Albert menggeleng, lelaki yang sebenarnya bernama Park Ki Won itu menatap Hajoon dengan tatapan penuh kasih saya. Albert tahu bahwa ini semua tidak mudah, tapi sebagai orang tua dia harus bisa mendorong pelan-pelan Hajoon. Hajoon adalah anak yang berbakat, meski terkadang Lisya sering memarahinya karena Hajoon sering menghabiskan waktu seharian untuk bermain game, namun sebenarnya dia bukan hanya bermain game semata.
Bagi sebagian orang duduk seharian bermain game di depan komputer itu adalah hal yang tidak berguna, namun bagi Hajoon itu berbeda. Hajoon tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara langsung, lewat game Hajoon mendapat banyak teman, hari-harinya juga tidak sepi lagi. Awalnya Lisya melarang Hajoon bermain game seharian.Tapi kata dokter perkembangan Hajoon lebih baik setelah bermain game.
Dulu di awal gangguan paniknya Hajoon benar-benar menjadi sosok yang pendiam, dia bahkan tidak dapat tersenyum, lalu Albert membelikannya satu set komputer dan juga gitar agar Hajoon tak kesepian.
“Kenapa kau tak jadi gamer professional saja, Hajoon,” usul Ara. Usulan Ara masuk akal juga, tapi Hajoon tidak mau menjadikan hobinya bermain game untuk menghasilkan uang.
“Itu usulan yang bagus, mau mencobanya?” Tawar Albert. Satu hal yang membuat Hajoon beruntung adalah memiliki orang tua seperti Albert dan Lisya. Hajoon tahu betapa beratnya mereka mengurus dirinya sejak kecil. Berbagai macam alergi yang dimilikinya sering kali membuat Lisya repot dalam menyiapkan makanan.
Albert dan Lisya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing namun mereka selalu menyempatkan waktu untuk makan malam bersama.
“Aku memang suka game, Dad, tapi aku tidak ingin menjadikan hobiku sebagai masa depan,” ungkap Hajoon. Albert tidak pernah memaksakan kehendaknya pada putranya. Lisya juga seperti itu, mungkin terkesan buru-buru tapi sudah cukup lama Hajoon terpuruk, mereka senang pada akhirnya Hajoon berani keluar dari terowongan panjang yang sempat mengurungnya.
“Bagaimana dengan musik? Kau masih suka bermain gitar kan?” Tanya Albert. Hajoon meminum cola di tangannya dan menelannya perlahan.
“Kenapa kau tidak coba Youtube?” imbuh Ara. Saat ini Youtube di Amerika sedang tren banyak para musisi yang membagikan vlog dan juga musik lewat platform berlogo merah tersebut.
“Aku masih memikirkannya,” sungut Hajoon. Dalam hati Hajon tersenyum, sebenarnya beberapa bulan yang lalu dia sempat mengunggah beberapa video cover di kanal Youtube miliknya, namun Hajoon tidak membagikan videonya kepada publik, dia hanya menggunakan Youtube untuk menyimpan video cover lagu miliknya.
Tidak ada yang tahu diantara mereka, Hajoon juga belum ada niatan untuk membagikan cover miliknya ke publik. Lelaki berkaca mata bulat itu hanya suka bernyanyi dan bermain gitar. Baginya musik adalah sesuatu yang dia sukai namun dia belum berani menunjukkan itu pada dunia.
“Aku harap kau segera menemukan apa yang kau suka,” ujar Albert dengan tulus.
“Dan jangan hanya bermain game seharian,” tukas sang mama.
Hajoon menekuk wajahnya. Lisya memang sering sekali mengomelinya, namun Hajoon tidak berani membalas ucapan sang mama. Meski Lisya sering memarahinya, namun sebenarnya Lisya sangat menyayangi Hajoon, hanya saja Hajoon suka lupa waktu saat sudah bermain game.
“Iya, iya, Mom,” sungut Hajoon sambil tertawa.
***
“Hajoon aku akan keluar sebentar apa kau ingin titip sesuatu?” Tanya Ara. “Yah tidur dianya,” sungut Ara lagi ketika mendapati Hajoon tengah tertidur di kursi gaming kesayangannya. Ara menarik napasnya, kamar Hajoon berantakan, kabel di mana-mana, bekas bungkus makanan dan cola. Benar-benar berantakan.
“Kau ini bisa-bisanya tidur di kamar seperti ini,” sungut Ara sambil mengomel. Hajoon belum makan sejak siang, entah apa yang dilakukannya, Hajoon seringkali mengunci pintu dalam waktu yang lama dan tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Kadang Ara merasa khawatir jika Hajoon melakukan sesuatu yang negatif namun dia tidak mungkin melakukan hal yang seperti itu kan? Ara selalu berusaha menepis pikirannya sendiri. Perempuan itu dengan telaten melipat baju Hajoon yang berantakan, tak lupa membuang berbagai macam sampah yang berserakan di lantai.
Sebuah lagu mengalun pelan menemani Ara membersihkan kamar Hajoon. Hampir setengah jam Ara bersih-bersih dan Hajoon masih dalam posisi yang sama. “Kau ini benar-benar,” ujar Ara sambil berjalan memberikan selimut pada Hajoon.
Sebuah lagu Fix You dari Coldplay mengalun pelan di kamar Hajoon. Ara terpaku ketika memandangi layar komputer milik Hajoon, sebuah suara yang tak asing di telinga Ara, namun kenapa terasa berbeda.
Dia baru menyadari bahwa suara adiknya sebagus itu setelah sekian lama. Matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika layar komputer Hajoon menampilkan Hajoon sedang bernyanyi sambil memainkan gitar miliknya. Lelaki itu terlihat sangat keren di mata Ara, jangan katakana pada Hajoon nanti dia ge-er kalau tahu Ara memujinya.
Ara bersedekap, menikmati bait demi bait lagu yang dinyanyikan Hajoon, sebuah bakat yang terpendam dari seorang Hajoon. “Katanya kau sedang memikirkan untuk mulai kanal Youtube. Dasar kau malah sudah punya Channel Youtube dan mengunggah cover sebanyak ini. Ara menggulir keyboard milik Hajoon dan kurang lebih ada 10 cover yang sudah Hajoon unggah. Dia menatap layar Hajoon dan mendapati bahwa semua video Hajoon diprivat.
Ara tersenyum jahil, “Bakat sekeren ini tidak pantas kau sembunyikan dari dunia, Hajonn,” desis Ara sambil melirik Hajoon yang tengah tidur dengan bibir terbuka itu. Tanpa berpikir panjang Ara mengubah setelan video Hajoon menjadi publik dan mengunggah semua videonya ke publik. Perempuan itu tersenyum dan mengacak rambut Hajoon pelan.
“Aku harap kau bisa berdiri di panggung impianmu suatu saat nanti,” gumam Ara. Ara tersenyum lalu meninggalkan Hajoon yang masih terlelap. Perempuan itu berjalan ke restoran cepat saji dan segera memesan burger kesukaan Hajoon.