Sepuluh

1807 Words
Rabu (13.59), 24 Maret 2021 ------------------- Lebih mudah mengikuti arus disaat kita kehilangan tujuan. Rasanya begitulah yang kulakukan saat ini. Berusaha tampak gembira menerima ajakan ayah untuk makan malam pribadi dengan keluarga Revaldo. Dan kali ini, Raymond pasti hadir, begitu pendapat ayah. Aku tidak lagi peduli dengan kehadiran tunanganku disaat hatiku terpaut dengan pria lain. Rasa sakit ketika tahu tunanganku bersama wanita lain tidak seberapa dibanding rasa sakit ketika menemukan pria yang kucintai tidur dengan wanita yang sudah aku anggap sebagai saudara. Dan juga rasa sakit ketika tunanganku mengabaikanku selama berbulan-bulan dan lebih peduli terhadap pekerjaannya juga tidak seberapa dibanding kepergian Al yang tiba-tiba, bahkan tanpa ucapan selamat tinggal. Tapi aku menahan itu semua demi orang tuaku. Melihat binar bahagia di wajah mereka ketika masuk ke ruang pertemuan salah satu restoran hotel bintang lima di Kota lalu disambut dengan gembira Mr. Bastian dan Ny. Sarah, mereka tampak seperti sahabat yang lama tidak berjumpa. Mr. Bastian dan Ny. Sarah secara bergantian memelukkan dengan hangat. “Dhea sayang, kamu tampak semakin cantik.” Sarah memuji ketika masih memelukku. “Aku tidak sabar ingin kau segera menjadi manantuku.” Antusiasme Sarah menulariku, aku menatapnya sambil berkata, “Ya, Aku juga berharap bisa segera menjadi menantumu.” Itu benar, gadis mana yang tidak berharap menjadi menantu wanita lemah lembut yang selalu menebar senyum ini. Tapi aku sungguh tidak ingin menjadi istri putra mereka. Aku akan berusaha bersikap manis di acara ini, sambil mencari-cari kekurangan Raymond yang bisa kugunakan untuk keluar dari pertunangan ini. Ketika semua orang sudah duduk di kursi yang mengelilingi meja bundar yang cukup besar, seseorang memeluk leherku dari samping. “Oh, astaga. Aku sangat merindukanmu Dhea.” Regita melepaskanku lalu memilih duduk tepat di sampingku. “Beberapa bulan ini aku cukup sibuk dan kak Ray melarangku mengganggumu karena kau sedang berusaha keras melalui UN.” Ucapnya sambil cemberut. Aku tidak bisa menahan senyum geli melihat bibir Regita mengerut seperti anak kecil. Ternyata aku tidak bisa memendam kemarahan pada gadis satu ini. “Apa yang dikatakan kakakmu benar.” Mr. Bastian menimpali. “Lihat Dhea sekarang. Tanpa gangguanmu dia mendapat penghargaan sebagai gadis paling cantik yang meraih nilai UN tertinggi di sekolahnya.”  Melihat wajahku yang merona akibat ucapannya membuat Mr. Bastian terkekeh geli. “Aku hanya mengutip ucapan Ray.” “Jadi Ray bener-bener hadir di perpisahanku?” “Kau tidak bertemu dengannya?” aku menoleh ke arah Regita lalu menggeleng. “Tadinya Ray duduk bersama kami, tapi tiba-tiba dia menghilang.” Ayah tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Tapi akhirnya dia mengirim pesan bahwa ada pekerjaan mendadak yang harus ditanganinya.” “Benarkah begitu kelakuan anak itu? Sungguh tidak tahu sopan santun.” Geram Mr. Bastian. Entah ini hanya perasaanku atau memang kenyataan, percakapan disekelilingku membuatku berpikir bahwa tunanganku mengamatiku secara diam-diam. Pikiran itu membuatku sedikit panik. Apakah Ray tahu kalau aku mencintai pria lain lalu dengan sengaja menyuruh Regita mendekati Al? Belum hilang rasa panikku, sebuah suara berat yang maskulin—anehnya sangat familiar ditelingaku—menyahut. “Wah, wah, wah. Kalian semua sedang mem bicarakanku ya?” Semua orang menoleh ke arah sumber suara, selain diriku. Aku hanya duduk mematung di kursiku. Jantungku berdebar hingga terasa sakit. Otakku seolah sedang menyusun kepingan puzzle ke tempat yang benar.  Lalu, Raymond duduk diseberangku, dan mata cokelat madu itu menjawab semua pertanyaanku. Senyum tipis tersungging di bibirnya, yang entah sudah berapa kali pernah mengecup bibirku. “Senang sekali akhirnya kita benar-benar bertemu, Dhea. Setelah ini kita bisa saling belajar untuk lebih mengenal satu sama lain.” Mata coklat muda itu berkilat geli. “Karena aku sudah tahu nama lengkapmu, aku akan memperkenalkan nama lengkapku. Namaku ‘Raymond Alexia Revaldo.’” Dia memperjelas ucapannya dikata AL, seolah aku orang bodoh yang tidak bisa menebak ketika wajah yang sangat kurindukan itu hadir di hadapanku. Aku menoleh ke arah Regita dan melihat gadis itu berusaha menahan senyum geli. Kenyataan lain sekali lagi menghantamku. Mereka berdua bersekongkol untuk mengerjaiku. Aku kembali manatap wajah tampan Raymond. Bukan perasaan lega dan senang yang menyelimuti diriku karena masih bisa melihat orang yang kucintai melainkan rasa marah yang mendidih dalam hatiku. Aku dibohongi. Aku ditipu. Mereka menertawaiku. Aku tidak akan memaafkan mereka. *** Aku duduk mematung dikursi penumpang dalam mobil mewah yang dikemudikan Raymond. Aku tidak berani bersuara atau menatapnya karena khawatir akan hilang kendali lalu mengamuk.         Aku sudah berhasil melewati makan malam itu tanpa membuat keributan jadi aku tidak ingin memulai nya sekarang. Aku menatap keluar jendela, berpura-pura tidak ada pria yang kucintai sekaligus kubenci di sampingku. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya dalam hati kemana tujuan kami. Raymond berdehem sebelum memulai percakapan. “Dhea,” bisiknya. Dia sekarang menunggu reaksiku, tapi aku hanya diam. ”Aku tahu kamu marah,” dia diam lagi menunggu reaksiku. Aku bahkan tidak berusaha menatap padanya. “Dhea. Aku lebih suka kamu mengamuk dari pada diam mematung seperti itu.” Kata-katanya seperti kunci yang membuka bendungan emosiku. Aku langsung berbalik kearahnya sambil menggenggam tas jinjingku lalu menggunakannya untuk memukulnya seperti dulu. Aku sungguh tidak menyia-nyiakan kesempatan. Aku melepaskan semua emosiku dalam tiap pukulan. Raymond berusaha menghindar, tapi percuma saja karena dia masih mengemudi. Begitu dia berhasil menepikan mobil dan menghentikannya, dia berbalik kearahku lalu merebut tas yang kugunakan. Sebelum dia berhasil menangkap tanganku, aku membuka pintu mobil lalu berderap keluar. Aku tidak sadar kalau sedang gerimis hingga butir an hujan itu membuat tubuhku yang hanya dibalut gaun sutra tanpa lengan kedinginan. Aku melipat kedua tangan di d**a untuk menghalau hawa dingin tanpa menghentikan langkahku. Aku tidak tahu harus kemana, aku hanya melangkah di trotoar menentang arus lalu lintas. Sepertinya kembali menuju arah kami datang tadi. Rasanya aku sudah berjalan berjam-jam hingga tangan yang sangat familiar itu menarik lenganku lalu membalikkan tubuhku. Aku langsung berhadapan dengan jaket kulit yang menutupi d**a Raymond, tapi warnanya kabur jadi aku mengerjapkan mata untuk memperjelasnya. Saat itu barulah aku sadar kalau air mataku mengalir deras tanpa suara. Raymond mengangkat daguku tapi aku menolak menatap mata cokelat madunya. “Sayang, aku mohon maafkan aku. Aku hanya ingin lebih mengenalmu.” Bisiknya, masih berusaha agar aku menatapnya. Aku membiarkannya mengangkat daguku, tapi mata tajamku tetap menolak membalas tatapannya. “Dasar pembohong! Kau membohongiku. Kau mengerjaiku. Pasti menyenangkan bagi kalian berdua kan?” desisku diantara gigiku yang terkatup rapat. Tubuhku menggigil ketika guyuran hujan semakin deras. Melihat itu Ray menggenggam tanganku yang membeku. Tanpa mempedulikan perlawananku, dia menarik tubuhku kembali ke mobil. Sadar tidak bisa melawan, aku menyerah dan membiarkan dia menghela tubuhku. Genggaman tangannya yang hangat terasa nikmat di tanganku yang seolah membeku. Ternyata aku hanya berjalan beberapa meter karena hanya butuh beberapa langkah hingga kamu kembali. Raymond membukakan pintu untukku lalu menghela tubuhku agar masuk, aku menurut. Duduk diam sambil menggigit bibir, berusaha meredam isak tangisku. Sudah cukup aku mempermalukan diriku sendiri dengan menangis tanpa suara dihadapannya. Raymond duduk kembali di balik kemudi. Dia tidak langsung melajukan mobilnya melainkan, sibuk mencari-cari. Aku memalingkan wajah dan kembali menatap keluar jendela. Raymond kembali membalikkan tubuhku menghadap dirinya. Dia memakaikan sweater rajut abu-abu melalui kepalaku. Rasanya hangat nyaman dan beraroma dirinya. Aku tergoda untuk menghirup dalam-dalam aroma itu, tapi berhasil menahan diri. Aku masih marah padanya dan tidak ingin dia tahu bahwa dirinya masih sangat mempengaruhiku. “Regi tidak tahu dengan pasti apa yang sedang kulakukan.” Jelasnya sambil menggenggam rambutku, lalu mengeluarkannya dari sweater. Setelahnya, dia menggenggam kedua tanganku di antara jemarinya. “Aku hanya mengatakan pada Regi kalau aku ingin lebih mengenalmu, tapi melarangnya memberitahumu dimana aku berada. Bagaimana caraku ‘lebih’ mengenalmu, dia tidak tahu.” “Oh, begitu.” Desisku dengan penuh kebencian. Aku sama sekali tidak mengenali suara tajam itu. Aku bahkan ragu apakah itu suaraku. “Jadi ini adalah caramu bersenang-senang dan menghabiskan waktu?” Aku menatapnya seolah ingin menusuk mata cokelatnya. “Bukan begitu, sayang.” Raymond meremas tanganku. “Aku tidak suka perjodohan. Begitu tahu kedua orang tuaku menjodohkanku dengan wanita yang sama sekali tak kukenal, aku sangat marah. Tapi begitu mereka menunjukkan fotomu padaku, aku langsung…” ucapannya langsung berhenti seolah tidak yakin ingin mengatakan sesuatu atau tidak. Setelah menarik nafas lalu menghembuskannya dengan perlahan, Raymond melanjutkan dengan mantap. “Aku langsung jatuh cinta padamu, Dhea. Ini bukan omong kosong atau gombal. Aku juga tidak percaya dengan ‘cinta pandangan pertama’, tapi itulah yang kurasakan. Hanya saja aku tidak mau menikahimu tanpa kita saling mengenal, karena itu aku berusaha menjadi temanmu.” Dadaku terasa sakit karena berdebar dengan keras. Bagiku itu adalah pernyataan cinta yang sangat manis, tapi aku menolak untuk mengalah begitu saja. “Kau menggunakan identitas palsu.” Tuduhku sengit. Raymond tersenyum, “Coba katakan, sayang. Seandainya dari awal aku memperkenalkan diriku sebagai Raymond tunanganmu, apakah kau akan berperi laku apa adanya seperti saat bersama Al?” “Mungkin saja, kau...” “Tidak.” Tegas Ray, memotong ucapanku. ”Kau tidak akan melakukannya. Kau akan bersikap manis, lemah lembut dan selalu menjaga tiap kata yang keluar dari bibirmu. Kali ini katakan dengan jujur. Apakah kau mencintai Raymond?” Aku memalingkan wajah karena khawatir jawaban nya tergambar jelas dalam mataku. Raymond memegang daguku lalu kembali membuatku menatap mata cokelatnya. “Kau tidak mencintai Raymond.” Tegasnya dengan senyum. “Tapi kau mencintai Al, sangat mencintai. Kau menerima Raymond hanya karena dia bisa membawamu keluar dari desa yang kau benci sekaligus kau cintai ini.” Aku tersentak mendengar ucapannya. “Bagaimana kau tahu? Bahkan tidak satupun keluargaku yang tahu” “Kamu pikir aku cuma bercanda dengan ucapanku bahwa aku ingin lebih mengenalmu?” Kemarahanku perlahan luntur. Raymond benar. Kami memang tidak saling mengenal dan bisa dibilang aku memang memanfaatkannya untuk kepentinganku sendiri walaupun niatku menjadi istrinya sungguh tulus. Tapi aku masih tidak mau kalah. “Sekarang kau sudah tahu. Aku tidak mencintai Raymond. Aku mencintai Al. Dirimu yang palsu.” Raymond terbahak selama beberapa saat. Tangannya meraih kepalaku lalu mendekap didadanya. Getaran akibat sisa-sisa tawanya menjalariku. Akhirnya aku mengalah. Aku meringkuk lebih dekat ke dalam dekapannya. “Sayang, aku dan Al adalah satu orang. Bagaimanapun, kepribadian Al juga adalah kepribadianku. Kalau kau mencintai Al, artinya kau juga mencintai diriku. Aku sama sekali tidak mempermasalahkannya.” Aku tersenyum. “Jadi, kita akan menikah?” Tanyaku blak-blakan “Tentu saja. Setelah kau jadi sarjana.” Aku menjauhkan diri darinya. “Apa maksudmu? Bukankah kita akan menikah begitu aku lulus?” “Iya. Begitu kau lulus kuliah.” Oh, tidak. Belajar lagi? Aku memukul dadanya dengan keras. “Dasar menyebalkan!” Raymond tersenyum lebar lalu meraih tanganku. Diciumnya kuku-kuku jariku satu persatu. Kepalanya menunduk di atas jemariku. Rambut sebahunya yang belum dipotong menguntai membingkai wajahnya. Aku menunduk hendak membenamkan wajahku di antara helai-helai rambutnya. Tiba-tiba dia mendongak lalu mendekatkan wajah kami. Perlahan bibirnya mengulum bibirku dengan lembut. Membuat nafasku tercekat. Kurasa aku sanggup menghadapi pelajaran selama empat tahun lagi asalkan Raymond atau Al ada di sampingku. ---------------------- Hufffttt, akhirnya... ♥ Aya Emily ♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD