Tidak Dilirik

1250 Words
Bel tanda istirahat berbunyi, pelajaran PJOK habis untuk jam pertama dan akan dijeda untuk istirahat pertama ini lalu nanti akan disambung lagi jam ke 2 setelah istirahat. Biasanya sebagian anak ada yang ke kantin dan sebagian lagi lebih menghabiskan waktu duduk dipinggir lapangan sambil ngobrol, memakan cemilan dan terkadang suka iseng main di lapangan. Pak Imron termasuk yang balik ke ruang guru untuk beristirahat sebentar. "Mas Dana datang Na." Ucap Ary dan membuat aku dan Erin menoleh. Benar saja mas Dana beserta 4 orang teman sekelasnya datang memasuki lapangan. Biasanya sebentar lagi ada beberapa anak basket dari kelas ips pun bergabung, sampai hafal aku kebiasaan itu karena setiap keluar main aku akan melongok ke lapangan dari kelasku di lantai 2. Fathur teman sekalasku yang sedang duduk dipinggir lapangan tidak jauh dariku melemparkan bola ke arah lapangan karena permintaan salah satu teman mas Dana. Mereka bermain hanya berlima tanpa mengajak teman kelasku yang laki - laki seperti Fathur, Maliq dan Yogi yang hanya menyaksikan dipinggir lapangan.Mungkin mereka menganggap anak kelas X bukan lawan main yang sepadan, secara mereka berlima itu bintang tim smaku yang akan segera lengser semester depan. Dan benar saja, tidak beberapa lama datang 5 orang lagi anak kelas XI yang juga terkenal sebagai atlit basket sma kami penerus generasi mas Dana . Mereka bermain sangat atraktif dan mengundang orang untuk menoleh. Dari 10 orang yang bermain dilapangan, mataku hanya menatap ke satu orang yang sama sekali tidak menatapku ... well nggak masalah, yang penting aku puas menatapnya dari jarak tidak terlalu jauh. "Ngedip Na ... ntar debu masuk." Suara Ary menggodaku. Aku tersenyum saja mendengarnya, aku melirik Erin yang sepertinya tidak perduli apa yang aku lakukan. "Kalo ngedip sedetik kali tiga puluh kali bisa menghilangkan setengah menit kesempatan aku ngelihat ke mas Dana, aku nggak mau rugi Ry." Erina mendengus sambil melengos kearah berlawanan, sepertinya dia kesal mendengar ucapanku ke Ary. "Puasin aja kalo gitu, baek - baek pudar mas Dana karena kebanyakan ditatap." Aku menggigit bibir bawahku sambil senyum - senyum kecil, tanganku memegang erat tangan Ary ,"Mas Dana ganteng banget ya Ry ...cool gimanaaa gitu, I love him so much. Masak dia nggak mau jadi pacar aku sih Ry?" "Matiiii bangettt." Ary menepok jidatnya dan lunglai bersandar dibahuku. Biasalah reaksi lebay. "Jangan mati dulu ... belum kawin." Ucapku sambil terkekeh. "Lo liat arah jam sepuluh Na ... ring satu mas Dana tuh, kakel famous yang jadi saingan lo." Ucap Ary yang membuat aku melirik ke kak Malinda cs teman sekelas mas Dana anak Cheers yang memang tidak pernah jauh dari mas Dana. Kalo masuk ekskul cheers di sekolahku biasanya anak - anak terkenal, berbadan seksi dan satu lagi harus good looking. Konon katanya aku bisa masuk ke ekskul itu, tapi aku tidak berminat karena aku tidak bisa centil seperti mereka, aku lebih memilih menjadi atlit basket dadakan demi bisa latbar sama mas Dana. "Ah itu sih bukan saingan, lagian aku nggak mau bersaing sama siapa - siapa kok ... aku menjalani sendiri misiku tanpa melihat ada saingan atau nggak, aku fokus pada misiku tercapai atau nggak." "Kalo ternyata bener sebenarnya dia naksir mas Dana gimana? Kan berarti misi dia seperti lo juga ... saingan dong namanya." "Aku nggak perduli dengan misi orang lain, kalo dia misinya sama ... yaa silahkan aja." "Kalo ternyata mas Dana pilih dia gimana?" Tanya Ary lagi, sepertinya dia penasaran. "Ya sudah ... berarti misiku tidak berhasil mendapatkan mas Dana, dia lebih memilih orang lain. Cuma se simple itu kok. Tapi saat ini aku hanya berjuang untuk mencapai misi yang sukses, ini kan sedang berproses ... hasil akhir kita serahkan ke takdir aja." "Apa nggak terlalu besar pengorbanan lo untuk mencapai yang lo sebut sesimple itu tadi? Elo tuh dicuekin abis lho Na, bahkan tadi dimaki sama dia. Kuat ya lo digituin ... gue mah ogah." "Kalo kamu bisa ngelupain kak Rafa secepat itu ... aku menarik kesimpulan bahwa usahamu nggak keras seperti usahaku saat ini, atau memang perasaan kamu nggak dalam Ry? Tapi kita beda kasus juga, kak Rafa kan pacaran sama Cindy. Kalo aku kan suka sama jomblo. Hmm ... jatuh cinta pada pandangan pertama tuh begini ternyata dahsyatnya ..harus diperjuangkan Ry. Kata Bonyok, menginginkan sesuatu ..? Maka berjuanglah untuk mendapatkannya." "Kalo bonyok lo tau apa yang sedang lo perjuangkan, gue rasa mereka akan meralat kalimat itu Na. Lo salah tafsir kayaknya." "Mereka bilang untuk segala hal kok. Lagian apa jeleknya aku memperjuangkan mas Dana, worth it kan?" "Ayo mas Danaaa ..."Teriakku menyemangati mas Dana yang sedang mendribble bola hasil merebut dari lawan untuk dibawa menuju ring basket. "Yeees .... masuk...kereeenn." Aku sambil bertepuk tangan dan tidak bisa menutupi rasa senangku. Aku duduk lagi setelah sempat berdiri sebentar. "Gue nggak mau kayak lo, pasti ujungnya gamon ..." Ucap Ary. "Ya jangan ngomongin gamon dulu doong, usaha aja baru beberapa langkah udah mikirin gamon ... tempe banget sih kamu Ry." "Biarin aja Ry ... jelmaan Iron woman nggak bisa dibilangin, keras kepala! Kayak di dunia ini semua banci, cuma mas Dana yang laki sejati." Suara judes Erin membuatku menoleh dan tertawa, padahal mas Dana sepupu dia ... kok dia kesal? "Tenang sepupu ipar ... jangan marah - marah. Suatu saat Teguh Pradana akan luluh juga dengan Tatiana Pratomo..." Sekali lagi Erin mendengus dan itu membuatku tertawa. Aku melihat mas Dana berpeluh sangat banyak karena matahari sedang terik - teriknya jam 10 pagi ini, aku berinisiatif ingin memberikan tisu dan minuman botol milikku kepadanya. Tapi aku merasakan cekalan tangan ketika aku hendak berdiri, dan ternyata Erin. Sepertinya dia membaca pikiran dan gerakanku. Bestie memang tidak bisa dibohongi. "Please stop, jangan mempermalukan diri didepan orang ramai disini." Sebenarnya aku tidak ingin menurutinya kalau saja tampangnya tidak seserius ini. Okelah ... kali ini aku menurutinya. Dan yang terjadi kemudian , salah dua cewek teman sekelas mas Dana datang membawa minuman botol dan diserahkan kepada mas Dana cs, dan aku hanya bisa melihatnya. Harusnya aku yang melakukan itu. Bel masuk berbunyi, para pemain basket itu mau tidak mau melewati tempat aku dan ke dua temanku duduk sekarang untuk keluar lapangan dan kembali ke kelasnya.. "Wah ada Tatiana nih ... tumben nggak ke kelas mas Dana hari ini Na." Goda satu orang disebelah mas Dana. "Ana ... hari ini nggak sponsorin katering mas Dana lagi?" Ada lagi pertanyaan usil seorang teman mas Dana yang aku tidak ketahui namanya. Jujurly bahkan aku tidak tahu semua nama mereka. Aku hanya paham mas Dana. Aku tertawa. "Hari ini libur dulu kak." Jawabku dan mendapat hadiah lirikan dari cewek - cewek yang mengikuti mereka dari belakang. "Mau praktek basket ya? Mau dilatih sama mas Dana aja nggak tapi privat Na .." Satu lagi teman mas Dana yang lain menyahutiku dengan sedikit berteriak karena mereka sudah melewatiku beberapa langkah. "Mau!" Jawabku cepat dan agak keras supaya didengar mas Dana. "Tuh Dan ...ada member priority minta dilatih Privat." Ucap temennya lagi sambil menepuk bahu mas Dana yang tentu saja mengundang tawa temannya yang lain untuk ikut menggoda mas Dana, sementara mas Dana tidak bereaksi sama sekali bahkan melirik pun tidak, mungkin dia malu - malu kucing digoda temannya. Ini mungkin lhoo. "Masih bocah udah ganjen!" Masih aku dengar ucapan sinis salah satu teman kak Melinda yang lewat belakangan. Aku melirik kearah Erin dan Ary yang memasang tampang tidak suka melirik ke cewek yang barusan lewat. "Nggak usah ditanggepin ...biasa netizen julid." Ucapku santai sambil berdiri dan mengambil bola untuk mulai main lagi. "An ..." Panggil seorang laki - laki yang membuatku langsung menoleh. Ah dia lagiiii...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD