Selain malam pertama, seumur-umur baru kali ini aku penasaran tingkat dewa. Iya, panasnya malam pertama masih urutan kesatu yang bikin aku penasaran. Walau bukan anak baik, tapi kalau sampai nganu dengan pria, aku gak berani.
Setelah pulang kembali ke rumah, Reza tak berlama-lama. Ia pamit pulang.
"Gimana? Seru jalan-jalannya?" Mama menghampiriku yang masih duduk di sofa. Belum ganti baju juga, malas rasanya.
"Jalan-jalan apaan, cuma nongol ke rumahnya bentar terus ke butik abis itu pulang." Aku menggerutu pelan.
"Haha, itu namanya cara berpacaran yang sehat, Sil. Gak ada club, gak ada pulang malam, baju juga sopan. Mama suka, duh jadi gak sabar pengen cepat punya mantu kayak Reza."
"Eh tapi ngomong-ngomong apa Mama gak merasa aneh gitu sama si Reza ini?"
Mama mengerutkan kening, "Aneh apanya?"
"Ya aneh aja lho, Ma. Dia kan katanya duda ya, terus rumahnya itu gak cuma satu. Yang kita tahu kan rumahnya dekat dengan kita, masih tetangga lah. Nah, dia malah punya rumah lain coba? Buat apa gitu, Ma?"
Toing!
Eh? Mama malah menoyor kepalaku pelan, "Heh, itu namanya orang kaya. Rumahnya banyak. Aneh apaan, malah bagus banyak asetnya."
"Ck, ya kali aja banyak rumah karena punya banyak istri kan? Ngaku duda sama Mama dan Papa, eh tahunya dia punya banyak istri. Kan serem, Ma."
"Hush, kamu tuh ya, kalau ngomong asal bunyi. Banyak rumah itu ya artinya banyak asetnya. Di masa depan nanti, kalian kan pasti punya anak. Nah pasti butuh rumah kan?"
Aku cengo. "Ha? Punya anak? Sama si Reza?"
"Sesil! Kok manggilnya Si-si begitu? Yang sopan dong, Sayang. Ingat, dia itu calon suami kamu. Usianya juga jauh di atas kamu. Panggil Mas atau Abang kek."
"Ck, baru calon, Ma. Kan belom kawinnya juga. Eh, tapi kok Mama sama Papa tetiba setuju aja aku nikah sama dia sih?"
"Tentu saja. Reza itu calon terbaik buat kamu. Bibit sama bobotnya jelas. Masa depan kamu dijamin gak runyam."
"Emang Mama udah tahu siapa si Reza?"
"Ish, tentu saja tahu. Reza itu anak temannya Papa, Pak Amar."
"Terus kemana Pak Amar itu? Kok aku belum diajak ketemu sama Pak Amar yang konon temannya Papa? Kalau si Reza niat serius, harusnya dia ajak aku ke keluarganya dong, Ma."
"Dengerin Mama dulu, jangan motong! Pak Amar dan istrinya sudah meninggal. Reza satu-satunya anak yang mereka miliki. Tapi kamu tenang aja, meskipun Reza anak tunggal, dia gak manja apalagi cengeng. Buktinya, di usia muda begitu, Reza sudah sukses kan?"
"Ya sukses kalau masalah banyak duit mah. Kalau rumah tangga kan dia kacau, Ma. Nikah aja udah dua kali."
"Yang penting Reza sudah duda kan? Kamu gak tahu ya betapa senangnya Mama saat Reza mau dijodohin sama kamu."
"Bentar deh, jangan-jangan yang pertama ngajak perjodohan ini Mama sama Papa?"
Mama mengangguk, "Tentu saja. Kami berjuang agar kamu keluar dari jabatan perawan tua."
"Ck, usiaku masih muda, Ma. Mana ada perawan tua?"
"Iya muda. Tuh lihat teman kamu sudah banyak yang momong anak. Lah kamu? Masih aja woro-wiri main dengan teman kamu yang aneh itu."
"Namanya Wira dan Andin, Ma."
"Terserah lah, tapi yang jelas mereka tuh gak ada kerjaan banget sih? Tiap hari ngajakin main melulu. Dasar pengangguran!"
"Ck, udah ah, aku mau mandi, gerah!"
Males kalau Mama udah mulai ceramah lagi. Dibilangnya, si Wira sama Andin bawa pengaruh jelek dalam hidupku. Padahal dua manusia langka itu yang selama ini setia mendengarkan kebawelanku. Wira walau sedikit lunak tapi gak pernah bikin aku kesal. Si Andin juga walau kata Mama pengangguran, dia masih setia jadi teman curhatku.
"Dibilangin malah kabur. Kebiasaan ya kamu!"
"Ntar sambung lagi abis mandi ya, Ma!" teriakku lalu masuk ke kamar.
Aku langsung membuka ponsel dan mengumumkan kejadian gila hari ini. Reaksi kedua temanku tentu kaget.
Andin : Serius lo, Sil? Demi apa? Lo mau nikah sama duda?!
Me : Ho'oh, ngenes amat hidup gue. Mana dudanya udah dua kali.
Wira : Heh, konon duda lebih menggoda, ahay!
Me : Menggoda duitnya kali ah!
Andin : Serius, Sil. Biasanya lebih hot dan berpengalaman masalah ranjang.
Me : Njir, jangan sampai abis ini gue nonton video haram lagi! Setan banget sih kalian, haha!
Wira : Pokoknya elo wajib kirim foto dia kemari.
Dengan cepat, jemariku mencari akun medsos milik si Reza.
Me : Noh, tengok saja sendiri!
(Dua menit kemudian)
Wira : Asoy geboy, Maria cap jahe! Ini sih cakep banget, Sil! Seksi abis! Cetar membara membahana sealam dunia!
Me : Lebay, lo! Kalah mau ambil gih!
Andin : Ntar nyesel, haha! Gila sih, ini sempurna, Sil.
Me : Sempurna apaan, burungnya bekas dua apem, jijay gue.
Wira : Yang penting masih tegak berdiri, Sil, haha.
Ck, dasar teman sableng semua. Tapi ngomong-ngomong, aku masih ingin tahu tentang keberadaan mantan istri kedua si Reza. Ah, lupa tadi gak minta nomor telepon si Kriting. Dia kan pasti tahu semuanya.
***
Pernikahan yang didambakan mamaku akhirnya tiba. Iya, pernikahanku dengan si Duda sangat ditunggu Mama.
Kami nikah tidak menggelar pesta besar. Bahkan yang hadir saja sangat sedikit. Alasan si Reza sih katanya tidak suka dengan keramaian. Jadi nikah cukup orang penting saja yang datang.
Alasan si Reza mana bisa kupercaya. Bilang aja kalau memang pelit. Dan satu lagi, hingga akad nikah selesai, pertanyaanku tentang mantan istri keduanya belum juga terjawab. Anehnya lagi, Papa sama Mama seolah gak peduli. Kadang heran, kenapa mereka sangat ngotot jodohin aku dengan orang ini?
"Baik-baik kamu sama suami ya, Sil. Ingat, jangan keluyuran terus. Sekarang kamu seorang istri. Jaga nama baik suami kamu. Jaga nama baik Papa dan Mama juga."
Wejangan pertama setelah selesai pesta pernikahan yang amat sangat sederhana ini. Di gedung sih, tapi sepi gak banyak orang. Pesta apaan coba, gedung seluas itu penghuninya cuma beberapa biji. Beruntung Reza mengizinkanku untuk mengundang dua manusia tengil kesayanganku.
"Wah, masa gak boleh main sih, Ma? Seharian di rumah kan suntuk?" jawabku dengan nada merajuk. Bodo amat dengan tatapan aneh si Reza padaku.
"Dih, kenapa ini? Masih ndusel ke Mama? Sono sama suamimu." Mama mengacak rambutku. Tatapannya beralih ke Reza, "Nak Reza, titip Sesil ya? Bimbing dia, maafkan kalau masih kekanakan."
Dengan santainya, Reza tersenyum tipis, "Tentu, saya akan menjaganya. Untuk itu, izinkan malam ini juga saya bawa Sesil pulang ke rumah saya."
Ha? Apa katanya? Malam ini juga? Gila, ngebet pengen nganu kali ya ini orang?