Entah jimat apa yang dipakai si Reza untuk menaklukkan kedua orang tuaku. Padahal sebelumnya, Mama sama Papa adalah orang yang paling cerewet jika aku main dengan pria.
Lah ini? Dijodohkan tiba-tiba dan langsung diminta malam ini juga, Mama sama Papa gak ada protes atau menolak sedikit pun.
Bahkan dengan bahagianya Mama ikut membereskan baju-baju milikku ke dalam koper. Berasa anak yang akan dibuang jadinya.
"Ma."
"Hm," Mama hanya menyahut kecil. Tangannya masih sibuk melipat baju yang sudah dipilih dari lemari.
"Emang Mama gak keberatan gitu kalau aku dibawa pergi sama Reza?"
"Ya enggak dong, malahan seneng. Mama lega akhirnya kamu ada yang jagain. Mama sama Papa gak akan muda terus. Suatu saat kami pasti tua dan melemah. Menyerahkan kamu pada pria tepat adalah keputusan terbaik."
"Ma, hiks." Sumpah ya, ini beneran aku dibuang?
"Lah, kok nangis?"
Mama bangkit dan memelukku. Tangan mengusap punggungku.
"Ma, sebenarnya Mama sama Papa sayang gak sih sama aku?"
"Tentu, Mama sama Papa sangat sayang sama kamu. Kenapa? Kamu gak suka sama Reza?"
"Bukan gitu. Ya aneh aja, kok Mama sama Papa gak menahan aku sih? Aku gak mau jauh dari Mama."
Aku merajuk.
"Dengerin ya, Mama sama Papa sangat sayang sama kamu. Mama mau kamu jadi istri yang baik dan berbakti sama suami kamu. Rumah tangga yang rukun. Nurut sama suami. Kalau Mama sama Papa menahan kamu di sini, sama aja nyuruh kamu durhaka sama suami kamu."
"Nikah kok ribet gini ya, Ma?"
"Ish, gak ribet. Yang ribet itu kamu. Udah ah, jangan manja. Lagi pula kamu masih bisa ke sini kan? Rumah Reza juga tidak jauh dari sini."
Aku diam. Ada benarnya juga. Ah, tapi tetap saja aku merasa dibuang.
"Ma, boleh gak aku nanya sesuatu?"
"Nanya apa?" Mama selesai membereskan baju-baju milikku.
"Tapi janji jangan marah lho, ya?"
"Iya."
"Apa Mama sama Papa punya hutang besar ya sama Reza?"
Mama diam. Apa pertanyaanku menyinggungnya? Jangan-jangan benar apa yang aku duga?
Pletak!
"Aduh, sakit, Ma."
Sue, Mama malah menjitak keningku.
"Anak nakal! Bisa-bisanya punya pikiran kayak gitu. Mama dan Papa kamu memang bukan orang kaya, tapi menghidupi kamu masih mampu tanpa harus berhutang pada orang lain."
Aku hanya manyun. Ck, mungkin karena efek sering baca novel kalau suntuk. Kan banyak tuh cerita konon emak bapaknya punya hutang gede terus anak gadisnya jadi tumbal.
Alhasil, malam ini aku benar-benar dibawa pulang ke rumahnya Reza. Mama dan Papa ikut mengantar. Bahkan kami makan malam bersama. Dan saat jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam, Mama dan Papa pamit pulang.
"Jaga diri kamu baik-baik ya, Nak." Mama memelukku erat. Lah, kok jadi Mama yang melow sih?
"Mama nangis?" tanyaku.
"Hiks, Mama nangis bahagia, Sil. Akhirnya Mama akan berhenti diejekin ibu-ibu komplek tentang anak gadis Mama yang belum nikah juga."
Asem! Kirian berat melepas anak gadisnya.
"Shh, udah, Ma. Nangis haru kok sampe sesenggukan begini." Aku menepuk-nepuk pelan punggung Mama.
"Udah, Ma. Ayo pulang! Kita lepas putri kecil kita. Papa yakin, Reza orang yang tepat."
Mama mengangguk, "Iya, Pa. Tapi rasanya kok agak nyesek ya? Mama kira akan lega. Tapi ini sedikit..."
"Ma, udah, ayo! Kita doakan Sesil bahagia dengan suaminya."
Reza datang mendekat. "Mama sama Papa jangan khawatir, Sesil baik-baik saja bersama saya."
"Kami titip buah cinta kami ya, Nak Reza."
Reza mengangguk. Aku melepas kepergian kedua orang tuaku. Ya walaupun rumahnya gak jauh, tapi rasanya tuh kayak mau pisahan selamanya.
Selepas kepergian Mama dan Papa, ku lihat Reza masuk kembali ke rumah. Ia melepas jasnya.
Aku sendiri masih diam di ruang tamu. Apa yang harus aku lakukan malam ini ya?
Ini adalah malam pertama kami setelah menikah. Si Reza ngapain di kamar ya? Apa dia sedang menungguku? Apa pria itu akan langsung menerkamku malam ini juga? Mengingat dia duda dan cukup lama sendiri, pastilah hasratnya sudah membumbung tinggi. Makanya tak heran jika dia ngebet pengen cepet-cepet nikah.
Aku memang sangat penasaran dengan malam pertama. Aku pernah baca di internet, konon katanya malam pertama itu sakit dan berdarah. Bener gak sih? Tapi kalau sakit, kenapa di video haram yang sering ku intip itu malah sebaliknya? Si wanita terlihat berteriak keenakan. Mana yang benar ya?
Tetiba pipiku memanas. Duh, aku jadi deg-degan begini.
"Eh, Nyonya belum masuk? Ini sudah malam, Tuan Reza pasti menunggu."
Suti, pelayan rumah ini yang kutaksir usianya seumuran dengan Mama.
"Belum, Mbak Suti. Eh, kalau boleh tahu, apa Mbak Suti tahu tentang mantan istri Pak Reza?" tanyaku dengan suara pelan. Takut si Reza muncul lagi kayak hantu.
"Ha? Mantan istri? Bukannya Tuan Reza baru menikah dengan Anda, Nyonya?"
Lah, malam gelap dia. Gak tahu apa-apa kayaknya.
"Ah iya, kamu benar. Mbak Suti ini baru ya kerja di sini?" tanyaku lagi.
Suti mengangguk, "Iya, Mbak. Baru sekitar dua bulan."
Oalah pantesan gak tahu. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Mungkin lain kali aku bisa mencari informasi sendiri. Ya walau si Reza udah duda, tapi kan aku harus tahu seluk beluk tentang dia. Termasuk mantan istrinya. Siapa tahu kan dia punya anak?
Kamar masih terang. Artinya Reza belum tidur. Aku masuk ke dalam kamar. Benar saja, Reza masih duduk tenang di atas sofa kamar ini. Di pangkuannya ada laptop yang menyala. Apa dia sedang kerja?
Aku duduk di atas kasur. Nyaman sekali. Sangat empuk dan lembut.
"Kamu tidak mau ganti baju?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
"Tentu saja mau. Tapi aku mau mandi dulu." jawabku berusaha bersikap sesantai mungkin. Aku tidak mau ketahuan gugup olehnya.
"Mau aku mandikan?" tanyanya tanpa merasa bersalah.
"Tidak, terimakasih!" jawabku menahan kesal. Dasar m***m!
Aku mandi agak lama. Sengaja sih, biar si Reza keburu ngantuk dan tidur lebih dulu. Dengan begitu, aku bisa selamat malam ini.
Sekitar tiga puluh menit aku di kamar mandi. Segar sekali rasanya. Pasti Reza sudah tidur. Hening begini.
Sengaja aku bawa baju ganti ke kamar mandi. Jadi begitu aku keluar, aku sudah berpakaian. Enak saja langsung seksi di depan si Reza. Walau ingin merasakan malam pertama, tapi tetap aku harus jaga gengsi lah. Lagi pula, aku belum yakin jika si Reza benar-benar ingin membangun rumah tangga yang normal denganku. Bisa saja kan dia punya motif tersembunyi?
Dugaanku benar. Reza sudah tidur dengan tenang. Baguslah! Aku berjalan pelan menuju sofa.
Hap!
Eh?
Sebuah tangan menarikku kencang hingga aku terlempar ke atas kasur.
"Mau melarikan diri?" bisik Reza yang sialnya ternyata belum tidur!
Sumpah ya, badan yang tadinya segar karena sudah mandi, mendadak terjadi kenaikan suhu yang signifikan. Panas!