Karena keputusan sudah di ambil. Akhirnya Sultan membawa kedua orang tuanya untuk menemui keluarga Natalia. Sumpah ini bukan impiannya. Sultan bermimpi ingin memiliki cafe dan sukses. Setelahnya barulah menikah. Tentu saja impian Sultan adalah memiliki istri yang baik, tutur katanya halus, sopan, berhijab, ya seperti itulah.
Tapi kenapa jodoh Sultan malah 180 derajat terbanding terbalik dengan dirinya yang sudah mati-matian berusaha menjadi orang alim. Apa kurang usaha Sultan selama ini? Ia masih ingat, dengan nasehat seorang ustadz. "Jodoh itu adalah cerminan mu. Jika kau ingin mendapat jodoh yang baik dan Solehah, maka perbaikilah dirimu."
Tapi, apa yang Sultan dapat sekarang benar-benar berbeda jauh dari ekspektasi. Sultan kini hanya bisa pasrah dan menerima semuanya dengan lapang d**a. Mungkin, Tuhan memang sudah menakdirkan Natalia untuk menjadi istrinya.
Keluarga Sultan turun dari mobil dan menekan bel di kediaman Natalia. Tak butuh waktu lama untuk pemilik rumah membuka pintu. Pak Komar beserta istrinya ibu Amalia. Menyambut mereka dengan sangat baik. Sultan nampak canggung namun berusaha bersikap senormal mungkin.
Mereka semua duduk di ruang tamu yang mewah dan megah. Obrolan seputar lamaran pun mulai di bicarakan. Sultan hanya bisa pasrah saja sekarang. Menerima semua apapun keputusan dari kedua orang tua.
Lamaran dari pihak Sultan telah diterima oleh orang tua Natalia. Kini tinggal keputusan dari Natalia sendiri. Natalia di panggil dan hadir tengah-tengah mereka. Sultan dan kedua orang tuanya takjub melihat kecantikan dan keanggunan seorang Natalia. Sultan tersenyum tanpa sadar, saat melihat sikap Natalia yang berbeda sekali. Nampak lembut dan sopan. Tak ada bahasa vulgar sama sekali atau tingkah absurd lainnya.
Orang tua Sultan begitu menyukai Natalia. Dan tanggal pernikahan mereka pun sudah di tentukan. Natalia tersenyum senang. Sementara Sultan semakin bimbang.
Sultan kembali sibuk dengan kerjaannya di kantor. Hampir semua karyawan sudah mengetahui perihal rencana pernikahannya dengan anak bos. Natalia. Tapi, Sultan tak pernah ambil pusing. Ia lebih memilih fokus dengan kerjanya. Karena memang sudah sangat deadline.
"Sholat, Bos!" Seru Raka. Sultan melirik sekilas lalu mengangguk. Buru-buru Sultan merapihkan pekerjaanya dan bersiap keluar ruangan.
"Serius amat kerjanya?" Tanya Raka.
"D," jawab Sultan singkat. Raka menepuk pundak Sultan. Hingga Sultan menoleh. "Kenapa?" Tanya Sultan.
"Sabar, kalau mau nikah emang gitu. Tapi hebat kamu, aku salut." Sultan menghela nafas. Ia malas membahas masalah pernikahannya.
Sultan tak menanggapi, ia memilih menyingsingkan lengan kemejanya dan langsung mengambil wudhu. Raka manyun karena merasa di abaikan. Raka akhirnya ikut wudhu di samping Sultan dan mereka melaksanakan sholat secara berjamaah dengan karyawan lainnya.
Selesai sholat Sultan langsung bergegas memakai kembali sepatunya. Raka menyusul kemudian.
"Makan siang?" Tanya Raka. Sultan menggeleng.
"Tidak dulu, aku harus selesaikan pekerjaan ku dulu." Sultan memakai sepatu terakhirnya dan langsung bangun. "Aku, duluan." Raka mengangguk. Sultan pun pergi dari sana.
Di jalan arah ke ruangannya. Seorang karyawati menyapanya.
"Assalamualaikum, pak Sultan?" Sultan langsung menoleh dan reflek membalas salamnya.
"Waalaikumsallam?"
"Maaf, bapak tidak makan siang?" Tanyanya lagi. Sultan menggeleng.
"Tidak, saya banyak kerjaan."
"Oh, kalau begitu saya permisi, Pak." Sultan mengangguk dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Baru mau buka pintu. Lengannya ada yang menarik. Membuat Sultan menoleh dengan cepat. "Nat?" Natalia tersenyum manis. Sultan mencoba melepaskan lengan Natalia dengan halus. Namun justru Natalia menarik lengan Sultan masuk ke dalam ruangan Sultan.
"Nat?" Natalia menutup pintu. Dan menatap Sultan. Sultan sudah khawatir di buatnya takut kalau Natalia berbuat nekat terhadapnya. Baru juga selesai sholat masa udah buat dosa lagi?
"Nat...." Natalia tak pedulikan panggilan Sultan. Ia memilih mendekat dan lebih mendekat dengan tatapan intens.
Jarak mereka hanya tinggal sejengkal. Sultan membuang mukanya tak mau terlalu dekat menatap Natalia. Jantung nya sudah mau meledak.
"Natalia, aku...."
"Sekali saja," pinta Natalia dengan suara yang sangat merdu. Ah...lebih terdengar seperti desahan bagi Sultan. Wajah Natalia semakin dekat dan dekat. Bibir mereka hanya tinggal beberapa centi saja. Nafas Natalia yang harum menyadarkan Sultan seketika.
Sultan mendorong pelan kepala Natalia dan Sultan menjauh. "maaf, Nat, kita belum sah." Sultan mencoba menjelaskan. Natalia tersenyum senang. Karena pria yang akan ia nikahi adalah pria baik-baik. Tentu saja masih perjaka. Hahahaha
"Aku hanya tes doang kok." Sultan menatap Natalia seketika.
"Maksudnya?"
"Ya...aku cuma mau lihat sekuat apa imanmu, ternyata lumayan kuat. Bahkan itu jarak terdekat dan biasa pria lain akan langsung melumatnya. Tapi kamu justru mendorongku dan menghindar." Natalia mendekat lagi. "aku, suka." Bisik Natalia tepat di telinga Sultan.
Sultan buru-buru menghindar dan duduk di kursinya. Mencoba memberi jarak kepada Natalia. Ia takut jebol.
"Nat, aku mohon jangan suka tes seperti itu. Bagaimanapun aku ini laki-laki normal. Aku tidak mau menyentuh kamu sebelum sah, Nat."
Natalia tersenyum dan duduk di kursi yang kosong tepat di hadapan Sultan.
"Aku akan menunggu malam pertama kita." Sultan berusaha menahan jantungnya yang mau melompat keluar. Astaga...malam pertama....
"Sultan?"
"I...iya?"
"Kamu, suka aku pakai apa di malam pertama?"
"Maksudnya?"
"Pakai lingerie seksi, atau tidak usah pakai apapun?" Sultan tersedak ludahnya sendiri. Ia terbatuk-batuk di sana. Natalia langsung memberikan Sultan air minum. Sultan meneguknya dengan cepat. Terengah-engah Sultan. Membuat Natalia gemas.
Natalia bangun dari duduknya dan cepat menghampiri Sultan.
"Sultan?"
"Ap...." Cup. Natalia mengecup pipi Sultan dan langsung pergi dari ruangannya.
Sultan bengong. Ia sampai lupa caranya bernafas. Sultan megap-megap seperti ikan kehabisan air.